Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Rempang Menulis Air Mata Luka Nestapa dalam Sejarah Kelam

Bagian 3 dari 4 Tulisan

Wadas masih terus menjerit dan rempang makin menjerit. air mata menetes segobang segobang telah mongering sudah. luka derita mengkristal menjadi nestapa dan mengembun di batu batu andesit di pasir pasir kuarsa dan silika sepanjang abad peradaban umat manusia.

Anak anak wadas dan anak anak rempang bathinnya telah diasah dan digores dengan raungan buldoser dan serbuan gas air mata. kepedihan dan nestapa bersemayam dalam jiwa  untuk terbang  ke angkasa dan mengarungi gelombang samodra.

Anak anak wadas dan rempang bangkitlah dengan air mata luka derita dan nestapa untuk menyambut matahari terbit. untuk menatap cahaya kelak dikemudian hari. atap dan dinding dinding sekolah akan bicara dalam sejarahmu dan sejarah negeriku ini.

Anak anak wadas dan anak anak rempang, kebrutalan, kejahanaman dan kebengisan membuat lukamu abadi. peliharalah dan asuhlah menjadi kebajikan dan arifanmu di masa datang karena cahaya tak akan meredup jika kau tidak melupakan melawan lupa.

Genggamlah kapak Ibrahim! bawalah kapak Ibrahim karena itu yang bisa dan mampu menjaga situs situs dan artefak artefakmu. hanya kapak ibrahim yang bisa menyingkirkan pecahan pecahan kaca di jalan setapakmu. hanya kapak ibrahim yang bisa menjaga perairanmu dari air  tuba bagi kehidupanmu. gemggamlah kapak ibrahim! genggamlah kapak ibrahim!

Bangkit! bangkitlah dengan kapak Ibrahim! lawan! lawanlah dengan kapak Ibrahim! pecahan pecahan kaca yang berserak di sekelilingmu. debu debu pasir kuarsa dan silika yang beterbangan di angkasa akan menggelapkan pandanganmu ke langit dan air tuba akan mengusir air lautmu. kepalkanlah tanganmu! kepalkanlah tanganmu untuk meninju dunia. bahwa kau tidak sekedar meng-ada dalam hidup dan kehidupan semesta. o, semesta yang fana. di mihrabmu menggenang luka derita dan nestapa.

 

Singaraja, 15.9.2023.

(O’ushj.dialambaqa-Puisi: WADAS DAN REMPANG MENULIS AIR MATA LUKA NESTAPA DALAM SEJARAH KELAM)

 

 

Penggusuran Sejarah

Jika 16 Kampung Tua Melayu telah tergusur, dengan sendirinya penggusuran sejarah pun tidak bisa terbantahkan lagi. Anak-anak Rempang tidak akan bisa mengenai lagi kampung tuanya, karena Rempang bukan lagi menjadi darah dagingnya.

Rempang dengan alamnya bukan lagi sebagai sahabatnya. Tidak bisa lagi setiap saat mandi dan jungkir balik dari pelantar ke lautnya. Bau ikan pun sudah menjauh, dan mungkin tak lagi bisa dikenali pada tanah setapaknya.

Yang akan menjadi kensicayaan adalah jejak sejarah, artefak, situs dan lainnya yang menjelaskan bahwa Rempang sebagai basis pertahanan terakhir melawan kolonial, telah tamat, tamat sudah riwayatmu.

Istana-Menteri Investasi/BKPM-Menko Marives-Menko Polhukam dan atau para Menterinya seharusnya melek dan bisa membaca soal Rempang, di mana dalam sejarahnya, konkret dan jelas. Bagaimana pula soal warga-penduduk yang turun temurum mendiami tanah Rempang, tetapi tidak memiliki akta kepemilikan tanah, karena memang tidak gampang, bahkan mungkin selalu dipersulit, sehingga turun temurun hal tersebut menggantung di awang-awang, dan akhirnya terabaikan oleh warga karena terdesak kebutuhan rotin yang pokok untuk bertahan hidup.

Gegerlah sekarang ini, untuk didalilkan bahwa mereka tidak memiliki bukti apapun, dan rezim penguasa yang mengatasnamakan negara berhak mengambil alih secara paksa untuk kepentingan pemodal asing yang bernama investasi PSN.

Rempang-Galang bisa dibaca dalam dokumen  sejarah kesultanan di tanah Melayu-Kesultanan Melayu Malaka-Raja Abdullah atau Sultan Mansur Syah (1458-1477), kerajaan itu memiliki prajurit  yang terlatih dan setia  yang berasal dari Kepulauan Bintan, Bulang, Pulau Rempang, Galang, Kepulauan Kerimun, Kepulauan Lingga, Pulau Tujuh, Riau Daratan, Pantai Timur Sumatra, Kalimantan, Singapura dan Malaysia. Berbagai sumber dan berbagai media menuliskan dan memberitakannya soal sejarah Rempang.

Kesultanan Siak Sri Indrapura-Kerajaan Melayu Islam di Buantan Riau, didirikan oleh Raja Kecil dari Johor-Malaysia yang bergelar Sultan Abdul Jalil pada tahun 1723, yang mengendalikan jalur perdangan di Selat Malaka, dan Rempang masuk dalam sejarah di situ.

Rempang-Galang menjadi strategis posisinya di Selat Malaka keberadaannya. Ibarat kembang desa-bidadari yang diperebutkan banyak kalangan-investor asing, tidak saja untuk kepentingan dagang-ekonomi, melainkan juga untuk kepentingan politik, pertahanan dan keamanan global jika terjadi konflik di Kawasan laut China Selatan dan atau Indo-pasifik.

Arsip kolonioal “Beschrijving van Een Gedeelte Der Residentie Riouw-1854” yang ditulis (catatan) Elishe Netscher dikatakan, Rempang dan Galang sudah ada penduduknya, bahkan dalam catatan tersebut ada 18 pabrik pengolahan gambir di Kepulauan Riau pada tahun 1848 milik orang China (Tionghoa). Pabrik gambir tersebut berada di Galang, Sambulang, Duriangkang dan Mukakuning.

Tidak hanya itu penjelasannya, “Yang Dipertuan Muda (YDM) Riau X Raja Muhammad Yusuf atas nama Sultan Lingga dengan persetujuan Residen Balanda yang bermarkas di Tanjungpinang-Kepri (sekarang) mengeluarkan plakat. Plakat itu berbunyi: memberikan izin bagi tauke Tionghoa-China untuk membuka ladang gambir di Pulau Cembul, Pulau Bulang dan wilayah lain di Batam.

Plakat itu juga mengatakan, bahwa Kerajaan Riau Lingga  akan menghukum  seberat-beratnya siapa saja yang mengganggu usaha gambir tauke China tersebut.” (Republika, 08 Sep 2023.05.00 WIB). Sehingga, jika China mengincar Rempang, bukan hal yang aneh bin ajaib. Kembang Desa-Bidadari itu akan menjadi pesonanya.

Manuskrip Tuhfat al-Nafis-Kesultanan Melayu Malaka menjelaskan, Rempang dengan penduduknya bukanlah warga asing seperti Christopher Columbus di Amerika (Christopher Colombus menemukan Benua Amerika pada 14/9/1498).

Fakta konkret tersebut bisa kita baca dalam banyak sumber sejarah, manuskrip dan literature-literature otentik Kolonial; Journal of the Indian Archipelago, 1849-De Orang Benoea’s of Wilden of MALAKA, in-1642 dan sumber-sumber otentik lainnya, di mana Rempang itu berada.

Untuk itu, jika Istana dan BP. Batam tetap ngotot 16 kampung Tua Melayu tersebut harus digusur dari Rempang demi untuk kepentingan PSN-PT. MEG-Xyni-China, lenyaplah sejarah, artefak dan situs-situs yang ada di Rempang sebagai monumental dokumen sejarah peradaban dan kebudayaan Melayu-NKRI. Berganti menjadi gemerlap dunia hiburan-wisata dengan hunian eksklusif dan pabrik kaca.

Bahkan bisa jadi sejarah yang berganti dengan kegerlapan dunia hiburan, intertainment tersebut, Rempang bisa berpotensi kuat menjadi Pusat Perjudian semacam Kasino dan Pusat Pelacuran, di samping potensi lainnya sebagai arena dan relasi yang patut diduga akan adanya mafia trans nasional, karena langsung dari lautan menuju Rempang Eco City tanpa terhalang oleh siapapun.

Mengapa itu kemungkinan besar akan terjadi? Belajar dari sejarah Marina City di Batam, sangat ramai, gegap gempita dan hingar bingar gemerlapnya kehidupan eksklusif di dalamnya, karena ada perjudian (dengan sendirinya pelacuran). Kini akhirnya menjadi Kota Mati-Kota Hantu, penuh semak belukar tanpa penghuni, investornya hengkang, karena rezim penguasa SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) melarang perjudian tersebut. Sehimgga, matilah Marina City, menjadi Kota Mati-Kota Hantu.

Sejarah baru akan ditulis dan disusunnya kemudian, menggusur sejarah tanah Rempang, dimana kelak anak-anak Rempang tak lagi bisa mengenalinya. Pembusukan sejarah akan terus berlangsung.

Sejarah telah berganti sejarah, dan selalu saja sejarah dimenangkan oleh kekuasaan, meski kebenaran sejarah tidak bisa ditentukan oleh kekuasaan, kecuali oleh peristiwa sejarah itu sendiri.

Tidak hanya itu, yang masih menjadi pertanyaan adalah pat-gulipatnya rezim penguasa, bagaimanakah takdir sosial hutan lindung yang berada di Rempang seluas 10,028 Ha tersbut? Tidak pernah dijelaskan.

Apakah akan diserahkan sepenuhnya untuk digusur, karena PT. MEG-Xyni juga mendesain kawasan Rempang Integreted Agro-Tourism Zona, Rempang Integreted Tourism Zona, Rempang Wildlife & Nature Zona. Konsekuensinya ya digusur dan ditata ulang sesuai kehendaknya.

Yang berarti akan ada konsekuensi hutan lindung digusur, digantikan dengan cita rasa dan ornamen (sekalipun nature) tanah leluhurnya. Sehingga, Rempang seperti kehidupan negara bagian dari Negeri Tirai Bambu-China (Komunis) apalagi jika desainnya Rempang menjadi Shanghainya Negeri China di NKRI. Lenyap dan tiada ke-Indonesia-annya. Rempang Shanghai-China.

Itu pasti, fakta konkretnya, karena kita tak mau belajar dari sejarah buruk. Lihat saja bagaimana geliat kehidupan di PIK (Pantai Indah kapuk) Jakarta, kawasan ekslusif. Siapa saja mereka yang berada di sana, sipa saja yang bisa berniaga di sana, dan siapa saja pejabat publik yang datang di sana.

Bukan kita-kita orang yang bisa keluar masuk, seperti yang digaungkan oleh Istana atau Menteri Investasi/BKPM, dan itu niscaya akan terjadi di Rempang, bahkan akan lebih sangat eksklusif, dimana negara tidak berdaya lagi-tidak akan mampu lagi untuk memantau apa yang ada di dalamnya dan apa yang akan terjadi, apa yang bakal terjadi di Rempang Eco City yang berhadapan langsung dengan perairan Selat Malaka yang sangat strategis bagi dunia, dan seterusnya.

 

Matematika 35.000 Tenaga Kerja

Menteri Investasi/BKPM dan BP. Batam seia sekata, menyanyikan lagu merdu, bahwa investasi China dalam PNS yang meyulap Rempang menjadi Rempang Eco City-Rempang Eco Park bisa menyerap 35.000 tanaga kerja, UMKM terangkat, dapat memberikan eskalasi bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan warga Rempang-Galang, contoh simple adalah usaha bahan pokok dan makanan, yang akan menyediakan adalah tentu masyarakat di sana yang bisa ambil peran. Pekerja tak perlu jauh ke Batam. UMKM bisa masuk dalam rantai pasok global agar meningkatkan peluang UMKM kita bisa naik kelas.

Investor China-Xyni Glass Holdings Ltd menggandeng PT. MEG-Tomy Winata (pengusaha WNI-ketunan China, yang sudah malang melintang sejak rezim penguasa Orba-Soeharto), konon menggelontorkan investasi awal sebesar Rp 171 trilitun dari total rencana investasi sebesar (US$11,5 miliar , setara Rp 381 triliun). Investasi 174 T untuk  Xinyi dan 381 T untuk PT. MEG. Rata-rata total investasi di Batam  per tahun adalah sebesar 13,63 T. PT. MEG adalah pemegang konsesi pembangunan pusat bisnis, industri, perumahan, dan pariwisata di pulau seluas 16.583 hektare itu sejak 2001 (BP. Batam, Batam, 21 September 2023).

Bukan hanya Istana-Menteri Investasi/BKPM-Menko Marves-Menko Polkukam yang bisa menghitung untung rugi di Rempang dengan Rempang Eco City-nya. Publik yang masih punya kejujuran, logika dan akal waras pun bisa menghitung apa untuk ruginya secara matematika buat bangsa dan negara, dan benarkah 35.000 tenaga kerja?

Para ekonom yang masih waras, masih punya logika dan akal waras sudah dan bahkan telah berteriak sekeras-kerasnya, apa untung ruginya Rempang menjadi Rempang Eco City-Xyni-China. Begitupun publik intelektual akademik, juga telah berteriak menghitung apa untung ruginya buat bangsa dan negara. Benarkah untuk kepentingan bangsa dan negara?

Istana-Menteri Investasi/BKPM, seharusnya sudah paham dan di luar kepala melihat fakta konkret yang ada, karena baik Presiden maupun Menteri Investasi/BKPM dan Menko Marves adalah berlatar belakang pengusaha. Contoh simplenya saja, apa yang terjadi di Morowali soal tenaga kerja dengan investasi China tersebut. Siapakah yang bekerja di situ, dan dari mana saja pekerjanya. Itu semua tidak mau tahu dan mungkin tidak pernah mau menganalisis persoalan-masalah.

Rempang Eco City, pastilah menjadi hunian dan atau kawasan eksklusif, sehingga pastilah menjadi omong kosong UMKM akan terangkat, warga sekitar akan bisa berniaga di dalam kawasan eksklusif Rempang Eco City tersebut.

Lebih-lebih jika Xinyi Galss tersebut menggunakan teknologi tinggi. Mana mungkin bahan baku material pasir kuarsa dan silica menggunakan cangkul dan atau kuli panggul, pastilah dengan teknologi tinggi, dengan sistem penyedotan jika pengambilan materialnya dari perairan Rempang dan sekitarnya. Begitu juga jika material tersebut dari impor, dari tengah laut akan dialirkan atau disedot dengan jaringan pipa hingga ke gudang produksi.

Mungkin warga yang bisa masuk berniaga dan atau bisa mendapatkan pekerjaan tersebut jika bermodal matanya merah dan bau tuak atau anggur dari mulutnya. Bagaimana mungkin pembangunan pabrik kaca akan menggunakan tenaga kerja lokal, sangat tidak rasional, karena China perlu mengamankan investasinya, dan tidak percaya dengan tenaga kerja lokal dalam banyak hal dan pada level tertentu. Tenaga kerja lokal yang terserap paling kelas buruh non-skile, tenaga kasar untuk proses produksi.

Pada level Supervisor, Kepala Gudang, Manager Produksi dan selevelnya pastilah mereka pegang, karena itu dianggap posisi kunci. Kita paling hanya kebagian di HRD atauPersonalia, Satpam, Tukang Kebun, Office Boy, Cleaning Service dan selevelnya, yang setiap saat berhadapan langsung dengan buruh dan para pejabat yang menjadi tukang palak dan atau para pejabat yang mencari plerekan rupiah. Pada level tertentu, niscaya hanya mainannya para pejabat publik diberbagai tingkatan.

Faktanya bisa dilihat di Morowali dan di Serang-Benten. Tenaga kerja lokal habis-habisan dimarahi, yang mungkin faktornya oleh perusahaan China dianggap kurang disiplin dan atau tingkat keuletan dan kecakapannya berbeda dengan tenaga kerja yang berasal dari negaranya.

Faktor lainnya karena tenaga kerja lokal-kita suka berdemo, yang dianggap mengganggu produksi- perusahaan-. Suka menggerutu dan atau menuntut di belakang atau dikemudian hari setelah diterima perusahaan. Padahal, diawalnya tidak masalah asal bisa diterima bekerja. Soal TKA-China akhirnya menjadi bproblem dan gesekan sosial yang bisa berakibat menjadi kemarahan nasional, jika Istana tidak mau tahu dan tidak mau pedul;I dengan hal tersebut.

Di Batam-Kepri, warga keturunan China juga melimpah, bahkan masih sangat kuat memegang tradisi dan budaya leluhurnya, dan itu bisa kita lihat kehidupan warga keturunan China di Pelantar-P. Batam-Kepri. Sehingga, dengan adanya hubungan emosional tanah leluhur tersebut, investasi China di Batam-Kepri menjadi sangat logis dan rasional jika akan memprioritaskan mereka (empiric penulis di perusahaan industri di Batam, dan riset mini sikon di Batam). Berbeda dengan perusahaan Eropa-Amerika yang lebih fairness profesionalitas.

Rasionalitas, logika dan akal waras akan mengatakan, pastilah China akan mendatangkan TKA dari negerinya, karena itu untuk mengamankan investasinya. Tenaga kerja lokal hanyalah sebagai pelengkap penderita saja, supaya bisa mendalilkan atau sebagai topeng kepedulian tenaga kerja lokal yang terlanjur digembar gemborkan menyerap 35.000 tenaga kerja oleh Menteri Investasi/BKPM.

Logika dan akal waras akan mengatakan, niscaya akan menjadi naif, jika pun itu menjadi nyata, kita bisa lihat nanti, dariu kalangan mana saja dan dari mana saja yang bisa bekerja di Xyni Glass dan atau di Rempang Eco City jika tidak menggunakan padat teknologi tinggi. Padat modal, itu pasti, tapi padat karya-tenaga kerja, belum tentu.

Yang jelas, adanya Rempang Ecop City yang bisa menikmati banyak kesempatan dan atau fasilitas adalah para birokrat sepetempat, pejabat publik setempat maupun pusat dan seterusnya, bukan dinikmati oleh warga umumnya. Warga umumnya, yang pasti adalah kebagian resiko kerusakan lingkungan dan resiko pencemaran-polusi yang berimplikasi pada kesehatan warga seekitar itu sendiri.

Perusahaan-perusahaan China memang unik, apalagi dikatakan UMKM dan kebutuhan bahan pokok akan disuplai dari pasar lokal-masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mempunyai jaringan pasar dengan mekanisme pasarnya juga, dan itu semua kadang tidak bisa dipahami oleh kita. tetapi itu adalah fakta yang konkret. Mereka punya jaringan distribusi, punya jaringan pasar dan punya jaringan suplai kebutuhan pokok tersendiri. Lengkap sudah. Sehingga ada yang bilang, kita hidup bagaikan di negeri asing, padahal, hidup di negeri sendiri, menjadi budak di negeri sendiri. Negeri ini seperti tidak ber-tuan. Apa boleh buat, dan apa hendak dikata, bukan? ***

Penulis adalah Penyair, Peneliti sekaligus Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) dan Accountant Freelance, tinggal di Singaraja. Kontak: 0819 3116 4563. E-mail: jurnalepkspd@gmail.com

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles