Jumat, September 20, 2024

Politik Uang Dalam Pemilu

Siapa yang terpilih pada pemilihan umum (pemilu) adalah prestasi yang amat berharga. Menjadi terhormat karena pemilu cuma sekali dalam lima tahun. Ini hasil pilihan banyak orang.

Tetapi sistem pemilu yang bermartabat, damai dan bebas tidak terlaksana maka calon pun tidak terpandang partai bahkan sang calon pun bukan prestasi. Pemilunya yang cacat dan hasil pemilu pun ikut cacat. Calon ikut ternoda bersamaan dengan sistemnya.

Salah satunya money politic (politik uang), anggota yang terpilih bukan karena integritas si calon tapi karena uang. Dipilih karena dibayar.

Tersebutlah politik uang dalam pemilu. Menjadi anggota dewan legislatif atau dewan perwakilan rakyat karena uang. Maka hasil dari pemilu tidak lagi dapat dibanggakan bermartabat. Anggota dewan dilahirkan oleh pemilu dengan sistem yang cacat.

Pemilu yang demikian jamak terjadi. Tapi masalahnya bagaimana mengeliminir pemilu yang berpolitik uang. Sebab kalau begitu, bagaimana jadinya anggota perwakilan tidak terhormat.

Baharudin Murtadi analis politik menyatakan dalam hubungan poitik uang dengan partai politik peserta pemilihan. Kata Burhanudin Murtadi lagi, hanya 15 persen dari pemilih asal partai politik, 85 persen lain adalah orang yang hanya ikut pemilihan umum tidak berpartai politik.

85 persen inilah yang rawan politik uang. Mereka bisa dibeli. Suaranya adalah untuk siapa yang bayar.

Mereka yang ikut pemilu secara bebas tidak terikat pada partai tertentu. Jadi hilang lenyap ide pemilu yang bermartaat. Ada anggota masyarakat tidak peduli pada nilai yang terkandung di dalamnya.

Di luar negeri pada umunya mereka tergabung dalam partai politik tertentu. Punya ideologi dan pimpinan partai yang andal. Mereka menyumbang dana untuk partai demi suksesnya partai mereka. Demikian Burhanuddin Murtadi.

Kesimpulannya adalah pemilih tak penting partai ideologinya apa. Yang penting uangnya. Terpengaruh oleh bagi-bagi uang. Tak peduli ideologi.

Ini yang membentuk masa mengambang (floating mass). Kini floating mass yang terjadi. Karena itu money politic pun menjadi-jadi.

Sulit untuk tidak terjadi money politic sekarang ini. Siapa yang akan menang adalah partai yang banyak uang atau partai yang banyak duitnya. Kalah kalau tak punya uang meski figurnya bagus.

Kita mau yang pola berpolitik pada massa mengambang itu bukan partai yang akan memenangkan pemilihan umum yang akan datang. Sebaliknya ide besar kita adalah partai yang mengusung  pemilu bermartabat. Semoga!

Jakarta, 26 Januari 2024

*) Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles