Oleh Serosa Putra
Sejak naiknya Xi Jinping menjadi pimpinan China, ia telah berupaya untuk memperkuat posisinya. Pada awalnya, ia ditugaskan untuk menghilangkan adanya korupsi yang meningkat di partainya. Sebagai bagian dari proses tersebut, ia menggantikan para pejabat senior, termasuk Militer Pembebasan Rakyat, dengan orang-orang yang mendukung naiknya ia menjadi pimpinan China.
Saat melakukan restrukturisasi, Xi mempertahankan kekuatan dan wewenangnya dalam genggamannya. Selama kampanye anti korupsi, ia memperkuat observasi terhadap Partai Sentral dan kekuatan kendalinya. Dengan cara ini, ia mencoba memberikan arahan yang diinginkan terhadap negara di berbagai bidang termasuk ekonomi, pertahanan, politik, dan lainnya.
Namun, wabah penanganan virus Corona dan meninggalnya ribuan orang di dunia, tentunya mengurangi tingkat kepercayaan para pejabat dan masyarakat terhadap Partai Komunis dan Sekretaris Jenderalnya, Xi Jinping. Hal yang menyebabkan ini terjadi dan menyebar, membunuh ribuan warga, mengekspos hal lain terkait virus Corona menyebabkan kesan adanya celah pada hal-hal utama. Namun di lain pihak, partai dan pimpinannya sangatlah ambisius untuk memasuki era baru yang diciptakan oleh Xi untuk mewujudkan mimpi Reformasi Nasional China.
Penanganan wabah virus Corona menjadi pesan bagi para pejabat terkait yang tidak peduli, tidak berpengalaman, dan tidak memiliki pengetahuan yang menganggap remeh situasi ini dan bersikap sembarangan. Pertanyaan besarnya sekarang adalah bagaimana struktur partai yang sedang diperbaiki akan berupaya melawan epidemik virus Corona yang mengerikan. Dari satu sisi, seharusnya telah ada pengecekan komprehensif terhadap penyebaran lebih jauh dan seharusnya diberikan perlakuan medis yang tepat bagi para penderita. Di lain pihak, kebijakan yang ada telah menyebabkan lambatnya ekonomi dan telah merusak perang perdagangan antara US dan juga mempengaruhi perjuangan Beijing dalam menyelesaikan permasalahan di Zinjiang dan Hong Kong.
Oleh karena itu, Xi memiliki tanggung jawab yang sama besarnya atas lambatnya perekonomian China, jika dia ingin bertanggung jawab terhadap kesuksesan ekonomi China. Kebijakan politik regional berperan dalam kawasan tersebut sehingga membawa China dan US saling berhadap-hadapan untuk menempatkan sanksi ekonomi terhadap masing-masing.
Walaupun di China para pejabat lokalnya selalu disalahkan atas semua permasalahan tanpa alasan yang jelas, bukan karena kebijakan yang salah, ketidaksiapan, kurangnya pengawasan dan fasilitas penelitian yang disediakan oleh administrasi. Banyak pejabat lokal berusaha mengkaji dan mencari tau alasan untuk menyalahkan orang lain dalam krisis terkini dan amat menahan diri untuk menerima tindakan pencegahan yang sudah disampaikan. Masyarakat terus menerus mengunduh dan mengunggah kembali pesan yang disensor melalui media sosial mengenai ketidakpedulian dari sistem. Hal ini tidak hanya merupakan permasalahan China, namun juga permasalahan bagi dunia.
Inilah mengapa kesalahan awal dari pemerintah Wuhan yang telah menyebabkan cepatnya tersebar virus, telah meningkatkan kemarahan di China. Banyak orang yang memberikan gelar kepada dokter “whistle blower”, Len Wenliang, yang meninggal karena penyakitnya setelah diperlakukan tidak adil oleh polisi sebagai seorang martir.
Pemerintah pusat telah menyalahkan pemerintah daerah, menempatkan Sekretaris Partai di Provinsi Hubei. Namun, kemarahan publik dan ketidakpercayaan melawan pemerintah makin meningkat sehingga mempengaruhi popularitas Xi.
Masyarakat sangat sadar terhadap penanganan awal pemerintah China yang buruk akan krisis yang telah menyebabkan derita besar di hati masyarakat, yang telah kehilangan orang terdekat dan tercinta. Faktor kepercayaan dari masyarakat terhadap pemerintah telah menurun pada titik terendah. Sejumlah besar masyarakat dipaksa untuk tetap tinggal di rumah, berhubungan melalui gawainya dan media sosial, mengutuk tindakan pemerintah yang tidak pas. Sengitnya pesan online yang beredar menyebabkan kekhawatiran terhadap pemerintah untuk menguji apakah terdapat tantangan yang datang dari masyarakat. Masyarakat tidak percaya untuk berpartisipasi pada tata kelolanya. Tidak ada ruang lingkup yang jelas untuk mengatur, apalagi ruang untuk kritik. Selama beberapa hari, terdapat dua figur publik bernama Xu, yang telah menantang Xi dan tersiksa terhadap konsekuensi dimaksud.
Xu Zhiyong, akademisi dan aktivis Hak Asasi Manusia, yang meminta Xi untuk mengundurkan diri sebagai bentuk tanggapan adanya virus Corona, telah ditangkap oleh pejabat keamanan di Guangzhou.
Selain itu ada seorang dengan nama Xu Zhangrun, profesor hukum terkenal dari Universitas Tsinghua telah efektif ditetapkan sebagai tahanan rumah setelah mempublikasikan hasil evaluasi yang menyatakan bahwa sistem politik China telah mengubah setiap bencana alam menjadi malapetaka buatan manusia yang amat dasyhat. Terdapat kritik yang tajam terhadap tanggapan China atas krisis di luar negeri, tapi hal ini merupakan hal yang dibatasi di Beijing. Zhangrun mempertanyakan bagaimana bisa sebuah rezim tidak dapat memperlakukan masyarakat dengan baik dan dunia dengan cara yang baik.
Di lain pihak, Cina menyoroti dan menikmati pujian yang diterima terkait tata kelola, khususnya dari agensi internasional seperti WHO. Direktur Jenderal WHO Tedros Ghebreyesus baru-baru ini menyampaikan terima kasih kepada China karena transparansi dan pujian khusus yang ditujukan kepada Xi atas informasi terinci mengenai wabah yang terjadi.
Tentunya tetap ada pertanyaan mengenai pemahaman Xi mengenai awal munculnya wabah tersebut. Namun daripada menyatakan ketidakpedulian atas parahnya wabah yang terjadi, Xi telah memutuskan untuk mengambil tindakan yang berbeda. Dia menekankan mengenai pemahamannya kepada pihak lain dan menyalahkan pemerintah daerah, sedangkan Xi meyakini bahwa perang China terhadap virus telah menjadi teramat berani seperti yang didengungkan oleh WHO dan dunia internasional. Di surat kabar China, bukan para intelektual, teknokrat, atau masyarakat umum yang memutuskan apakah wabah ini menuntut perubahan yang berbeda namun 90 juta orang anggota partai.
Dan hal ini pada akhirnya amat bergantung pada lingkaran kecil dari kader elit di sekitar Xi. Selain dari gangguan yang meyakinkan yang terlihat dari atas, ikatan yang penting antara para manajer peringkat menengah akan duduk tenang dan diam saja.
Efek Beriak dari virus Corona mengancam tergelincirnya visi Xi atas peremajaan China di abad kekuasaan dan kemakmuran. Ekonom berpendapat bahwa China akan menumbuhkan jebakan “middle income” yang telah menghambat kesejahteraan dari bangsa lain, yang berisiko menyebabkan kegagalan untuk menjadi lebih kaya sebelum menjadi tua.
Penundaan yang hampir pasti dari Kongres Nasional Masyarakat merupakan sebuah tanda lebih jauh yang memperlihatkan adanya krisis di pemerintah. Terlepas adanya upaya untuk menjaga kesehatan, hal ini akan menciptakan risiko politik dengan mengakui bahwa pilar dari kejadian yang ada menghindari kendali dari Xi.
Jakarta, 12 Maret 2020