Senin, November 25, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Omnibus Law dan Setangkai Mawar Nafta

Oleh Es Traigan

Studi klasik Norman Ware tentang buruh sektor industri terbit 100 tahun lalu, menjadi buku pertama mengenai tema tersebut (Ware N (1990). The industrial worker 1840-1860 Chicago: Ivan Dee). Hingga kini kajian yang dia lakukan belum kehilangan arti pentingnya. Ware menyelidiki langsung dampak revolusi industri bagi kehidupan para buruh dan masyarakat secara umum. Dan, hasil kajiannya masih, jika bukannya lebih relevan saat ini, sama seperti ketika dia menuliskannya dahulu, terdapat sejumlah persamaan mencolok antara tahun 1920 dan saat ini.

Penting untuk mengingat kondisi buruh pada masa Ware melakukan penelitian. Gerakan buruh Amerika yang kuat dan berpengaruh, yang muncul sepanjang abad ke-19, menjadi sasaran serangan brutal. Serangan tersebut memuncak pada periode Res Scare (saat berkembang histeria atau ketakutan kuat bahwa komunisme akan menguasai Amerika). Era Woodrow Wilson usai Perang Dunia 1, pada 1920-an sebagian besar gerakan tersebut, sudah dihancurkan: studi klasik karya ahli sejarah buruh terkemuka, David Montgomery, diberi judul The Fall of The House of Labor. Kejatuhan yang dimaksud dalam buku itu terjadi pada tahun 1920-an, pada penghujung dekade dia menuliskan, “dominasi korporat dalam kehidupan masyarakat Amerika tampak aman… Rasionalisasi bisnis kemudian dapat dilanjutkan dengan dukungan utama dari pemerintah” ketika pemerintahan sebagian besar dikuasai sektor swasta. (Montgomery, D. (1989). The fall of the house of labor the workplace, the state, and American Labor Activism, 1865-1925. Cambridge University Press). Proses ini sama sekali tidak berlangsung secara damai: sejarah buruh Amerika sangat penuh kekerasan.

Salah satu kajian ilmiah menyimpulkan betapa “kematian akibat kekerasan terhadap buruh yang terjadi di Amerika Serikat pada abad ke-19 lebih banyak, baik dari jumlah, maupun proporsinya terhadap besaran populasi, ketimbang negara lain kecuali Rusia pada era Tsar”. (Lindholm, C., & Hall, J.A “is the united states failling apart?” Deadalus 26, No 2 (musim semi 1997), 183-209). Istilah “kekerasan buruh” merupakan cara santun untuk merujuk pada kekerasan yang dilakukan oleh satuan keamanan negara dan swasta yang menyasar para pekerja. Proses ini berlanjut hingga akhir tahun 1930-an: saya dapat mengingat sejumlah kejadian terkait dari masa kecil saya.

Akibatnya, Montgomery menuliskan “Amerika modern dibangun di atas protes para buruh, meski setiap langkah dalam pembentukannya dipengaruhi oleh berbagai kegiatan, organisasi, dan usulan yang muncul dari kehidupan kelas pekerja”, belum lagi sumbangan tenaga dan pikiran mereka. (Montgomery. The fall of the house of labor). Gerakan buruh hidup kembali sepanjang periode depresi besar, secara signifikan mempengaruhi undang-undang dan menumbuhkan ketakutan di hati para industrialis. Mereka mengumumkan peringatan akan “bahaya” yang mereka hadapi, dari aksi buruh yang didukung oleh “kekuatan politik massa yang baru saja terwujud”.

Kendati masih dilakukan, represi dengan kekerasan tidak lagi memadai untuk menghadang gerakan buruh. Maka, perlu untuk merancang cara yang lebih halus demi menegakkan kekuasaan korporat, terutama lewat propaganda canggih secara terus menerus dan “metode ilmiah untuk memecah pemogokan”, yang berkembang menjadi seni tingkat tinggi yang dijalankan oleh tim yang disiapkan khusus untuk tugas itu. (Carey, A. ‘1997’. Taking the risk out of Democracy: Corporate Propaganda versus Freedom and Liberty. Champingn: University of Illionois Press, 26).

Kita tidak boleh melupakan pengamatan gamblang dari Adam Smith bahwa “tuan dari umat manusia”—yang pada zamannya terdiri atas para saudagar dan pemilik pabrik dari Inggris—tidak pernah berhenti mewujudkan “pepatah keji”: “semua untuk kita sendiri, tidak tersisa apa apa bagi orang lain”. (Smith, A. ‘2003’. The Wealth of Nations. New York: Bantam Classics). Serangan balik dunia usaha tertunda selama Perang Dunia 2, tetapi bangkit kembali tak lama sesudahnya, menyerbu lewat undang-undang kejam yang membatasi hak hak pekerja dan kampanye propaganda besar besaran yang ditujukan untuk pabrik, sekolah, gereja dan berbagai bentuk lembaga lainnya. Segala bentuk komunikasi yang tersedia pun digunakan. Pada 1980-an, di tengah pahitnya pemerintahan Presiden Reagan yang anti buruh, serangan kembali berlangsung dengan kekuatan penuh. Presiden Reagan menegaskan kepada pelaku bisnis bahwa hukum yang melindungi hak hak buruh, yang tidak pernah benar benar kokoh, tidak akan diberlakukan.

Penembakan ilegal terhadap organisatoris serikat buruh marak terjadi dan Amerika Serikat kembali memanfaatkan buruh penghianat (yang tetap bekerja saat terjadi pemogokan). Hal ini dilarang hampir di setiap negara berkembang kecuali Afrika Selatan. Sementara itu, pemerintahan Presiden Clinton yang liberal merongrong buruh dengan cara berbeda. Salah satu yang sangat efektif adalah dengan pembentukan Nort American Free Trade Agreement (NAFTA/perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara), yang menghubungkan Kanada, Meksiko dan Amerika Serikat. Untuk tujuan propaganda NAFTA dilabeli sebagai “perjanjian perdagangan bebas”, padahal jauh panggang dari api. Seperti perjanjian serupa lainnya, di dalamnya terdapat unsur proteksi yang kuat dan banyak di antara poinnya bukan tentang perdagangan, lebih mirip perjanjian hak para investor. Dan seperti “perjanjian perdagangan bebas” lainnya, yang ini pun terbukti merugikan para pekerja di negara yang terlibat di dalamnya.

Salah satu dampaknya adalah kelemahan upaya pengorganisasian buruh: sebuah studi yang dilakukan di bawah pengawasan NAFTA menunjukan bahwa keberhasilan pengorganisasian menurun tajam berkat sejumlah tindakan seperti peringatan manajemen yang menyebutkan jika ada kelompok perusahaan yang berserikat, akan dipindahkan ke Meksiko. (Bronfenbrenner, K. “We’ll close! Plant closings, plant-closing thearts, union organizing and NAFTA”. Multinational monitor 18, No. 3 (Maret 1997): 8—14). Praktik semacam ini tentu saja ilegal, tetapi hal tersebut tidak relevan karena dunia bisnis dapat mengandalkan “dukungan utama dari pemerintah,” seperti disebutkan oleh Montgomery.

Dengan cara cara tersebut, perserikatan sektor swasta turun hingga kurang dari 7% dari total tenaga kerja, terlepas dari kenyataan bahwa sebagian besar pekerja memilih berserikat. (Freeman, R.B. “Do workers still want unions? More than ever”. Econnomic policy institute, 22 Februari 2007, http://www.sharedprosperity.org/bp182.html; Gallup Poll. “in U.S. Mojority Approves of Unions, but say They’ll Weaken”. 30 agustus 2013, http://www.gallup.com/poll/164186/majority-approvers-unions-say-weaken.aspx). Serangan kemudian beralih ke perserikatan sektor publik yang sedikit dilindungi oleh undang-undang. Pembubaran perserikatan ini berlangsung keras dan tentu ini bukan kali pertama. Kita mungkin ingat bahwa Martin Luther King Jr dibunuh pada tahun 1968 saat mendukung pemogokan pekerja sektor publik di Memphis, Tennessee.

Dalam banyak hal, kondisi para pekerja pada masa Ware menuliskan catatannya mirip dengan apa yang kita lihat saat ini ketika ketidak setaraan kembali begitu kentara seperti pada akhir tahun 1920-an. Bagi sebagian kecil kelompok, kekayaan dapat diakumulasi hingga melampaui imajinasi ketamakan (rakus) mereka. Dalam satu dekade terakhir, sembilan 95% pertumbuhan ekonomi masuk ke kantong 1% populasi—sebagian dari kelompok kecil tersebut, (Fry, R., & Kochhar, R. “America’s Wealth Gap Between Middle-income and Upper-Income Families Is Widest ob Record”. Pew Reserch Center, 17 Desember 2014, http://www.pewreserch.org/fact-tank/2014/12/17wealth-gap-upper-middle-income/). Sedangkan, rata-rata pendapatan riil berada di bawah angka pada 25 tahun lalu. Bagi laki-laki, rata-rata pendapatan riil lebih rendah dari pada yang pernah didapat pada tahun 1968. (“Income and Proverty In the United States: 2013, Current Population Report”, U.S. Cencus Bureau Publication, September 2014). Bagian dari total pendapat pekerja anjlok hingga level terendah sejak Perang Dunia 2 (Foster, J.B., & McChesney, R.W. (2012). The Endless Crisis: How Monopoly-Finance Capital Produces Stagnation and Upheaval from the USA to China. New York: Monthly Review Press, 21). Ini bukan dampak dari kerja misterius sistem pasar atau hukum ekonomi, melainkan sekali lagi, sebagian besar berkat dukungan “utama” dan inisiatif pemerintah yang secara signifikan dikendalikan korporat. Revolusi industri Amerika dalam pengamatan Ware, menciptakan “salah satu catatan penting kehidupan Amerika. Pada tahun 1840 an dan 1850-an. Sedangkan hasil akhirnya mungkin “cukup menyenangkan dari kacamata dunia modern, tetapi secara mengherankan bertentangan dengan sebagian besar masyarakat Amerika”. Bersambung… Noam Chomsky. Suwarnotarigan1@gmail.com

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles