Waras pada akal identik dengan kecerdasan intelektul sementara budi mulia adalah ahlakul karimah. Faktor keduanya diperlukan manusia berkeadaban dan kemajuan. Tujuannya adalah bangunlah badannya dan bangunlah jiwanya untuk Indonesia raya.
Dalam konsep nawa cita gagasan Presiden Jokowi ini dinyatakan. Yaitu tak hanya membangun bangsa dengan bangunan fisik yaitu badannya, rumahnya, lingkunganya. Tetapi juga kejujuran serta etika dan, demikian recana yang tertuang dalam nawa cita pembangunan pemerintah Jokowi.
Bangunan fisik dan jiwa adalah mesti sejalan. Tidak boleh terjadi fisiknya terbangun baik, tetapi jiwanyanya tidak. Bukan demikian seharusnya.
Hal ini meminjam pendapat dari almarhum Syafii Maarif tentang fisik dan mental itu adalah ibarat kongsi dua unsur yang tidak boleh berpecah, yaitu kongsi akal dan kalbu. Rusaklah kalau sampai terjadi pecah kongsi antara akal dan kalbu. Rusak akal yaitu kecerdasan ada tetapi tidak mambawa mamfaat.
Begitu juga kalau rusak kalbu atau hati akan celaka orang menjadi tidak jujur dsbnya. Yang seharusnya akal dan kalbu sama-sama baiknya, berpadu keduanya. Itulah yang kita upayakan.
Begitulah pendapat Prof Doktor Syafii Maarif yang secara sederhana menjelaskan pembangunan fisik dan mental itu. Dengan penjelasan demikian semua kita mengerti bagaimana manusi Indonesia itu.
Dalam ajaran agama Islam akal itu menekankan agama itu bagi orang yang berakal. Apakah kamu berakal. Apaala tak qiluun yang artinya apakah kamu tak berakal.
Dalam ayat yang lain yaitu menyebutkan yang berilmu (berakal) ditinggikan beberapa derajat. Dan meyebutkan tidak sama orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu.
Dalam konteks Indonesia raya maknanya adalah manusianya berkualitas. Manusia berkualitas  dan beradab yaitu yang jujur dan baik. Tujuan dari pembangunan kita.
Menjadi misal negara yang maju adalah dikataka kalau tingkat ilmu pengetahuan tinggi dan pendapatan petumbuhan rata-rata enam ratus Dolar Amerika tinggi pendapatan per kapita. Kesimpulannya negara yang maju itu adalah maju dalam ekonomi dan ilmu pengetahuan. Beda kalau negara kaya saja bukan negara maju. Maka harus dua-duanya kaya dan berilmu.
Akhirnya inilah pembangunang harus kita capai. Pembangunan fisik dan pembangunan mental. Seimbang antara fisik dan mental.
Jakarta, 20 Februari 2024
*) Penulis adalah Doktor Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta