Tapanuli Selatan, Demokratis
Seorang pria bernama Abdul Muis (41) warga Dusun Silinggom-linggom, Desa Sanggapati, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) melaporkan seorang security PT Toba Pulp Lestari (TPL) ke Polres Tapsel, Rabu (17/4/2024).
Selaku korban, Abdul Muis didampingi Aliansi Tabagsel Bersatu bersama sejumlah warga membuat laporan polisi setelah mengalami penganiayaan diduga dilakukan salah satu security PT. TPL.
Abdul Muis mengalami luka pada bagian dagu dan bibir bagian bawah hingga berdarah akibat lemparan kayu oleh security saat terjadinya adu argumen antara warga dengan pekerja PT TPL di lahan kebun milik warga.
Pemicunya bermula saat korban bersama masyarakat melarang pihak PT. Toba Pulp Lestari (TPL) melakukan penanaman eukaliptus di area lahan milik warga Dusun Silinggom-linggom, setelah itu terjadilah cekcok antara warga dengan pihak TPL sehingga terjadi dugaan penganiayaan dimaksud.
Atas kejadian itu, korban merasa keberatan dan melaporkan peristiwa yang dialaminya ke SPKT Polres Tapsel dengan Nomor surat : STTLP/B/123/IV/2024/SPKT/ POLRES TAPANULI SELATAN/POLDA SUMATERA UTARA tertanggal 17 April 2024.
Namun, dalam laporan polisi tersebut dijelaskan kalau pelaku atau terlapor masih dalam proses lidik pihak kepolisian. Sehingga diharapkan dalam konflik lahan antara warga dengan PT. TPL ada penyelesaian baik secara hukum maupun melalui non litigasi dengan skema mediasi.
Samsul Bahri Harahap yang hadir saat peristiwa tersebut mengatakan sejumlah wartawan bahwa, “Jika dibiarkan, persoalan ini dapat memicu pertumpahan darah. Oleh karena itu, pihak penegak hukum dan Pemerintah Daerah Tapanuli Selatan harus segera melakukan upaya penyelesaian sengketa yang tampil sebagai pihak ketiga dengan bersikap netral atau arbitrasi.”
Syamsul mengemukakan, konflik lahan antara warga khususnya masyarakat Kecamatan Angkola Timur dengan TPL tidak luput peran pemerintah daerah yang melibatkan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) dengan salah satu contoh membentuk tim terpadu yang melibatkan eksternal.
“Pengenalan, diagnosis, menyepakati suatu solusi, pelaksanaan dan evaluasi adalah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam strategi penyelesaian konflik ini,” Syamsul merincikan.
Menurut Ketua Obor Monitoring Citra Independen (OMCI) Sumut ini, konflik lahan ini makin memanas juga akibat dinilai lambannya pihak kepolisian dalam memproses beberapa laporan polisi atau aduan masyarakat yang sudah dilayangkan sejak adanya dugaan penyerobotan dan pengrusakan lahan kebun di sejumlah desa di Kecamatan Angkola Timur.
“Pemerintah daerah dan penegak hukum jangan terkesan tutup mata atau berpihak kepada korporasi dalam konflik lahan ini. Utamakan kepentingan rakyat ketika berhadapan dengan kepentingan korporasi,” pungkasnya. (U. Nauli Hsb)