Oleh Masud HMN*)
Kalau kita memperbandingkan dua Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto yang baru terpilih, menarik juga dan penting. Sebab, meski mereka dalam satu aliansi politik, namun ada bedanya. Perbedaan untuk struggle for future living (mengekspresikan eksis masa depan) berbasis rekam jejak dan pengalaman dan visi atau wawasan masa depan.
Perbedaan itu ada yang mengidentikkan dua matahari kembar di langit zaman. Sama tapi berlainan. Ini akan menentukan tipologi masing-masing.
Misalnya perbandingan di bidang dukungan Jokowi Widodo bidang politik dari PDI Perjuangan sebagai petugas partai. Baru dari orang pertama dari Gubernur DKI Jakarta kemudian jadi orang pertama Republik Indonesia. Baru ada pengalaman dari jabatan termin pertama dan kedua. Demikianlah ia meniti jabatan Presiden yang akan berakhir 20 Oktober 2024 yang akan datang.
Sementara Prabowo Subianto malang melintang berkarier di bidang militer, lalu menjadi Menteri Pertahanan dalam masa jabatan kedua Presiden Joko Widodo. Maka orang melihatnya lebih menonjol sebagai orang dengan aspek militernya.
Dukungan politik besar dari Joko Widado sebab Probowo dengan partai sendiri. Bukan sebagai penugasan partai yang dipimpin orang lain. Megawati menilai bahwa Joko Widodo itu sebagai petugas partai.
Keduanya sama Presiden, tapi Probowo Subianto tidak ditugasi orang lain. Itulah bedanya. Dua nama itu sama-sama didukung rakyat.
Hal yang dihadapi masa depan dapat kita lihat cukup menantang juga bagi Prabowo Subianto, yaitu:
Pertama, bagaimana sebagai Presiden dangan wawasan sendiri.
Kedua, hubungan dengan joko Widodo dan menjaga relasi itu.
Hal ini menjadi tantangan yang tidak ringan apa lagi dalam keadaan sekarang yang penuh hal yang sulit. Ini terlihat dalam faktor ekonomi yang di sana sini diterjang bencana. Utang yang banyak dan iklim yang berubah-ubah.
Inilah yang kita lihat akan mutlak menjadi pebedaan Prabowo Subianto dengan Joko Widodo. Masing-masing punya tipologo sendiri-sendiri. Berbeda style dalam mencapai tujuan yang sama.
Jakarta, 2 Mei 2024
*) Penulis adadah Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamaka (UHAMKA) Jakarta