Karo, Demokratis
Terus berlanjutnya penebangan kayu oleh CV Rehulina di Puncak Siosar di Desa Simacem, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, membuat warga semakin resah. Apala lagi UPT KPH XV dan aparat penegah hukum (APH) terkesan tutup mata dan tidak mau tahu menahu.
Seperti pantauan media di lokasi penebangan kayu, Sabtu (8/6/2024), para pekerja terlihat bebas melakukan aksi penebangan meskipun hal ini sudah dilaporkan warga ke sejumlah pihak terkait.
Kepala Desa Simacem Senen Sitepu ketika dikonfirmasi terkait penebangan kayu yang terus berlangsung, ia juga mengaku bingung dan tidak tahu lagi harus berbuat apa.
“Begini ya, dek, sudah beberapa kali kita sampaikan keresahan dan keluhan baik secara surat maupun lisan kepada camat dan pihak terkait lainnya, tapi tidak ada tanggapan,” katanya.
Padahal, menurut Senen, dampak dari penebangan kayu banyak sekali kerugian dialami oleh warga korban erupsi Gunung Sinabung ini.
“Pertama, tidur kami terganggu akibat suara kayu yang roboh di malam hari seperti gempa bumi skala kecil dan suara jeritan kayu,” lanjutnya.
Selan itu, lanjutnya, angin dari bawah desa lokasi penebangan semakin kencang masuk ke desa karena tidak ada lagi kayu yang biasa menjaring angin dan jalan desa yang dilalui lalang truk raksasa pengangkut kayu baik siang dan malam membuat jalan semakin cepat rusak.
“Sekian tahun ke depan jalan akan rusak, padahal jalan itu dulu di buat Jokowi untuk kami yang tiga desa di wilayah yaitu Desa Bekerah, Simacem dan Sukameriah dan sampah-sampah debu serta serpihan kayu mengotori jalan kami,” ujarnya sedih.
Lebih jauh Senen menjelaskan, sebelumnya pihak CV Rehulina juga tidak pernah melakukan sosialisasi kepada pemerintah desa kapan waktu ditebang dan kapan truk kayu tersebut akan melintas di desa mereka.
“Malah kami disuruh pemerintah menanam kayu, tapi di bawah ditebangi, hal ini sangat terganggu namun apa daya suara kami tidak didengar,” ucap Kepala Desa Simacem sembari berharap keluhan warga bisa didengar.
Sementara itu, Sinuraya (70) salah seorang warga Desa Simacem hanya ingin dapat menikmati kehidupan yang lebih damai di usia senjanya. Namun haparan tersebut kini sudah mulai sirna karena di malan hari dirinya pun tidak bisa lagi tidur nyenyak karena aksi pemotongan kayu dan lalu lalang truk berlangsung di malam hari.
“Kami tidak tahu apa-apa, tolonglah hargai kami warga kecil ini,” ujarnya sambil meminum obat pil di salah satu warung kopi di Desa Simacem. (T Barus)