Jakarta, Demokratis
Dyah Roro Esti anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar masih sangat meyakini nilai-nilai yang berbasis kekeluargaan dan gotong royong, selain pendidikan karakter dan pola asuh orangtua akan bisa mencegah anak jadi korban kekerasan.
“Ini saya ambil dari pengalaman saya yang pernah bertempat tinggal di Vietnam yang peran negaranya sangat kuat, dan pengalamam saya sewaktu studi di Inggris yang liberal individual”.
Ini dikatakan Dyah Roro Esti saat menjadi nara sumber dalam diskusi dengan judul : Kekerasan Pada Anak, yang digelar Rumah MPR Jakarta, Jumat siang (13/3/2020).
“Selain persoalan baru yakni antara anak dan orangtua di era siber 4.0 yang melahirkan benturan baru. Untuk itulah, cara untuk mencegahnya maka orangtua agar tidak ketinggalan teknologi siber,” ujarnya.
“Saya yang memimpin Komisi VIII DPR yang mengurus anak,” jelas Yandri Susanto dari Fraksi PAN di tempat yang sama.
Dua hari yang lalu, katanya, ia menghadiri Rakornas Kementerian Sosial yang digelar oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial tentang masalah anak korban kekerasan dan seksual, termasuk korban narkoba.
“Secara data sangat mengerikan, semakin hari semakin meningkat dan terakhir dari BNN itu hampir 3 juta lebih anak menjadi korban narkoba, tentu ikutan dari narkoba itu adalah korban seksual dan lain sebagainya,” paparnya.
“Tema kekerasan anak hari ini adalah menjadi tema penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang akan menggantikan pemimpin hari ini,” paparnya.
“Lantas siapa yang salah. Kita tidak boleh saling menyalahkan. Apakah dunia pendidikan kita sudah sempurna, belum. Apakah dunia pendidikan sudah ramah dengan anak-anak, belum. Apakah lingkungan kita sudah ramah dengan anak untuk melindungi dari segala bentuk intimidasi, juga belum, kemudian dari sisi ekonomi juga belum,” kata Yandri lagi.
Artinya dari semua aspek memang ujungnya masih sama bahwa tujuan untuk melindungi tumbuh kembang anak termasuk hak-hak anak selama dalam lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan pergaulannya.
“Saya sebagai Ketua Komisi VIII, melihat belum ada keseriusan dari semua pihak. Tapi saya tidak menyalahkan pemerintah, juga tidak menyalakan dunia pendidikan. Bahwa semua kita lah yang belum maksimal,” tandasnya. (Erwin Kurai)