Rabu, Oktober 30, 2024

Politik Kepentingan

Oleh Masud HMN *)

Di dunia politik sekarang popular ungkapan Harold Lawest dan David Easton yang berpendapat politik itu didefenisikan berdasarkan fungsinya. Politik adalah untuk what, who, dan when (apa, untuk siapa, dan kapan waktunya). Zaman dahulu ada orang percaya kepada yang gaib (klenik). Hingga politik itu ditentukan kekuasan Yang Maha Kuasa.

Kini kepercayaan klenik mulai ditinggalkan, berubah dengan politik kepentingan nyata. Intinya politik masa kini ditentukan orang. Beraroma realita, materi, serta cenderung politik syarat dengan materi. Keduniaan yang di bawah pengaruh hawa nafsu.

Jabatan kekuasaan dan materi itulah yang pokok. Itulah yang dicari dunia politik realitanya terlihat dalam yaitu untuk mendapatkan pangkat, mendapatkan uang, dan materi yang lain. Masyarakat kini tidak percaya dengan yang “gaib” tetapi kepada yang nyata.

Demikian muncul sesudah politik tidak dipercaya dengan janji. Kini masih ada di masyarakat kita. Seperti contoh muslim di daerah pedalaman Provinsi Aceh. Janji banyak bohongnya dari pada bukti, maka timbullah ungkapan yang negatif “politik bohong”.

Salah kah itu. Tidak dapat dikatakan keliru. Karena itulah kenyataan. Yang keliru bukan politiknya, melainkan cara melaksanakan politik dalam praktek.

Dahulu kala ada kepercayaan gaib dalam Islam peninggalan nenek moyang. Orang muslim menyebutnya klenik. Orang di zaman sekarang ini tidak percaya.

Misalnya larangan duduk di pintu masuk nanti malaikat tak mau masuk. Artinya rumah dijauhi malaikat. Jangan memotong kuku di malam hari yang punya rumah tak diberi  keturunan anak.

Alangkah dangkal pengertiannya. Hal itu perlu dibenarkan. Kepercyaan yang relevan, seuai dengan zaman.

Kepercaayaan demikian itu disebut ”klenik” keyakinan bersifat “gaib”. Dasarnya ayat Al Quran al Baqarah ayat l: “Orang yang beriman parcaya kepada yang ghaib, mendirikan shakat, membayarkan zakat. Ila akhiru ayath… Kata “gaib” maknanya adalah gaibnya sifat Allah. Jika terjemahnya lain maka muncullah ”klenik“ seperti yakni kepada contoh di atas. Bertentangan dengan makna “gaib“ yang terdapat pada ayat yang lain.

Kata ghaib dalam kitab suci Al Quran adalah doktrin ajaran Islam yang harus diperjelas dengan pengertian modern. Pada kaitan politik sekarang, defenisi harus diperjelas. Berkaitan dengan hukum modern.

Dalam pemilu yang akan datang ini di Jakarta amat penting politik yang jujur. Satu contoh belum jelasnya partai mana yang mendukung Anies Baswedan. Bisa-bisa politik bohong menjelma.

Politik kepentingan bisa terjadi. Yang dijanjikan Anies Baswedan kemudian ternyata tidak. Lain di janji lain dalam kenyataan.

Maka politik merujuk kepada dalil agama. Haruslah defenisi yang modern sesuai dengan  spiritual agama, ghaib berpatokan iman pada petunjuk Al Quran. Membawa pencerahan dan kemajuan peradaban.

Jakarta, 6 Agustus 2024

*) Penulis ada Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles