Selasa, Oktober 1, 2024

Membangun Kembali Peradaban Kita Kalak Karo

Catatan : Roy Fachraby Ginting

Dosen Ilmu Sosial Budaya Dasar USU Medan

Ketika kita bicara peradaban maka istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan tingkat kemajuan suatu masyarakat dalam aspek sosial, budaya, dan ekonomi.

Kata peradaban juga dapat diartikan sebagai pola pengembangan kehidupan yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan yang semakin luas.

Peradaban merupakan kumpulan sebuah identitas dari seluruh hasil budi daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang teridentifikasi melalui unsur unsur objektif umum seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun berbagai identifikasi diri yang subjektif.

Istilah peradaban sering digunakan untuk menunjukkan pendapat dan penilaian terhadap perkembangan dari kebudayaan, dimana pada waktu perkembangan kebudayaan telah mencapai pundaknya yang berbentuk unsur unsur budaya yang sopan, luhur, tinggi, indah, dan sebagainya.

Beberapa ciri-ciri peradaban, misalnya tentang kemajuan dan perkembangan kota-kota yang maju, pekerja yang terspesialisasi, lembaga lembaga yang kompleks, pencatatan dan penulisan serta teknologi yang maju dan tentu hal ini semua berdampak kepada aspek sosial, budaya dan ekonomi suatu bangsa.

Peradaban merupakan hasil dari kompleksitas interaksi antara manusia, lingkungan, nilai-nilai budaya, dan zaman yang membentuk pola kehidupan sebuah masyarakat.

Peradaban bisa dibangun melalui tulisan dan ungkapan tersebut bisa menggiring pada pemahaman bahwa sebuah peradaban akan dikenal melalui tulisan dan sebuah peradaban baru akan terlahir karena adanya sebuah tulisan. Jika menengok sejarah, kita akan tahu peradaban masa lalu melalui jejak-jejak tulisan yang mereka buat.

Salah satu contoh peradaban yang sering dibahas dalam buku sejarah adalah Mesir Kuno. Peradaban Mesir Kuno terkenal karena piramida megah, sistem tulisan hieroglif, dan peradaban yang berkembang di sepanjang Sungai Nil.

Kemajuan dari sebuah peradaban ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam mengelola kebenaran. Bangsa yang dapat mengelola kebenaran pada akhirnya menjadi sejahtera dan bermartabat.

Lalu bagaimana dengan peradaban bangsa atau Kalak Karo…?

Beberapa waktu lalu, beberapa tokoh dan tentu pemerhati Karo mendeklarasikan pendirian Yayasan Pengembangan Budaya Karo Simalem (Karo Foundation) bertempat di Rizt Carlton Hotel Mega Kuningan, Jakarta.

Organisasi Karo Foundation ini merupakan sebuah inisiatif gotong royong untuk mengoptimalkan semua potensi yang ada di Karo, terutama terkait penggalian kembali Peradaban Karo.

Ketua Umum Karo Foundation, Mayjen TNI (Purn) Musa Bangun dalam sambutannya mengungkapkan, bahwa Karo Foundation ini didirikan dengan semangat gotong royong (dengan yel-yel iaah oh ole).

Musa Bangun mengingatkan bahwa dulu bangsa Karo ketika membangun rumah, para laki-laki bersama dalam satu komando menarik kayu yang sangat besar, naik dan turun bukit, lalu kaum perempuan bernyanyi dengan semangat membara dan anak-anak mengiringi dengan keceriaan.

“Filosofi ngerintak kayu ini menandakan DNA kita sebagai bangsa Karo adalah gotong royong,” kata Mayjen TNI (Purn) Musa Bangun.

“Untuk itu, kita dengan beberapa tokoh Karo berinisiatif mendirikan Yayasan Karo Foundation. Ini juga ujian kita bagi bangsa Karo, apakah kita bisa bersatu padu untuk mencapai kembali kejayaan Karo. Momentumnya ada saat ini, sayang sekali jika tidak kita sambut,” lanjutnya.

Terkait program kerja Karo Foundation, Musa Bangun memaparkan, ada 6 sasaran kerja, yaitu: Pengembangan peradaban Karo, Pengembangan sumber daya manusia, Pengembangan kepemimpinan dan infrastruktur, Pengembangan ekonomi dan UMKM, Pengembangan media dan informasi, Pengembangan komunikasi antar lembaga dan pihak, serta sasaran kerja lain sesuai dengan kebutuhan dan dinamika pembangunan daerah.

“Salah satu program unggulan Karo Foundation adalah penggalangan dana abadi. Jadi kita mau merubah orientasinya, kontribusi dana ini bukan untuk mendanai program ke program tetapi keuntungan penempatan dana abadi yang dikelola untuk membiayai supaya berkelanjutan ,” kata Musa Bangun.

Pada kesempatan itu, tentu Karo Foundation sangat penting untuk memulai membangun peradaban suku bangsa Karo dari asal muasal nenek moyang Suku Karo yang masih menjadi perdebatan dan menyisakan beberapa masalah dan persoalan yang tentu saja hal ini secara terus menerus perlu dilakukan kajian atau penelitian secara ilmiah mengenai asal muasal Suku Karo secara tuntas.

Sementara itu, Barata Brahmana mengatakan bahwa Karo Foundation diharapkan dapat untuk menghidupkan kembali marwah, harkat dan jatidiri bangsa Karo yang saat ini berada pada titik nadir. Sehingga dalam hal itu, perlu diangkat kambali sejarah Peradaban Karo yang dimulai dari sejarahnya, aksaranya dan budayanya.

Barata Brahmana mengingatkan bahwa budaya itu lahir dari Peradaban Karo itu. Bila peradaban itu hilang, maka aksara hilang dan secara perlahan lahan bahasa akan hilang dan sekalian budayanya. Suku bangsa Karo pernah menjadi bangsa yang berjaya di Nusantara.

Menurut catatan penulis, beberapa pendapat mengatakan bahwa leluhur Suku Karo berasal dari India Selatan, dekat perbatasan dengan Myanmar.

Menurut teori lain, Suku Karo berasal dari Tiongkok Selatan, termasuk provinsi Yunan di China sekarang. Mereka melintasi Siam (Thailand) dan Indo China menuju pantai Timur dan sebagian Utara.

Suku Karo merupakan percampuran dari ras Proto Melayu dengan ras Negroid (negrito), yang disebut umang.

Suku Karo merupakan salah satu etnis yang mendiami Tanah Karo, Sumatera Utara. Suku Karo memiliki bahasa yang disebut cakap Karo dan memiliki salam khas yaitu mejuah-juah.

Rumah adat Suku Karo bernama Siwaluh Jabu, yang berasal dari bahasa Karo, di mana siwaluh berarti delapan, yang mengartikan bahwa Siwaluh Jabu adalah rumah besar atau rumah adat yang dihuni oleh delapan keluarga dengan pola kekerabatan yang diatur sedemikian rupa.

Suku Karo tersebar di dataran tinggi Karo (Kabupaten Karo), Karo Baluren (Dairi), Simalungun Atas (sebagian), Langkat, Deli Hulu (Deli Serdang), Medan, Binjai, Aceh Tenggara dan lainnya.

Suku Karo memiliki bahasa tersendiri yakni bahasa Karo. Setiap orang dalam Suku Karo terikat oleh sistem adat yang disebut dengan merga silima, “Rakut si telu dan tutur si waluh”. Jadi dimanapun mereka berada pasti memiliki marga, dan jalan persaudaraan tersendiri.

Dari sisi sejarah, nenek moyang suku Karo berasal dari Kerajaan Haru yang leluhurnya berasal dari India Selatan (suku Tamil yang di pulau Sumatera, eksistensi penyebarannya mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau).

Kerajaan Haru merupakan sebuah kerajaan suku bangsa Karo yang pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara dan berkuasa pada kurun abad ke-13 sampai abad ke-16 Masehi.

Pada masa jayanya Kerajaan Haru adalah kekuatan bahari yang cukup hebat, dan mampu mengendalikan kawasan bagian utara Selat Malaka.

Ketua Dewan Pembina Karo Foundation, Barata Brahmana mengatakan bahwa penggalian sejarah ini harus dimulai dari Benteng Putri Hijau di Deli Tua.

Benteng dimana terakhir kali tertahta ratu kita, Ratu Seh Ngenana br Sembiring Meliala, sudah seharusnya direhabilitasi sebagai ratu yang bertahta dan mejadikan Deli Tua sebagai ibukota kerajaan.

Rehabilitasi ini menjadi penting agar nama sosok yang menjadi bagian sejarah penting keberadaan Suku Karo di  Kota Medan sekitarnya tidak hanya menjadi penghias cerita dongeng saja.

Barata meyakini, Suku Karo merupakan bangsa yang besar pada zaman dahulu. Hal itu direpresentasikan oleh Ratu Seh Ngenana  yang naik tahta tahun 1594 persis 4 tahun setelah guru Patimpus mendirikan Kuta Madan yang kini disebut Kota  Medan pada tahun 1590.

“Ratu Seh Ngenana adalah seorang srikandi. Bayangkan saja pada zaman itu, tidak mungkin seorang perempuan menjadi ratu bila bukan sosok yang hebat luar biasa,” ujar Barata Brahmana.

Dalam catatan Portugis Suma Oriental yang ditulis pada awal abad ke-16 Masehi menyebutkan Haru sebagai kerajaan yang makmur.

Suma Oriental menyebutkan bahwa kerajaan Haru merupakan kerajaan yang kuat dan mereka adalah penguasa terbesar di Sumatera yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal asing.

Tomé Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut kerajaan Haru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka pada masa itu.

Dalam kitab berbahasa Arab-Melayu Sulalatus Salatin, menyebutkan Kerajaan Haru sebagai salah satu kerajaan yang cukup berpengaruh di kawasan. Haru disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan Malaka dan Pasai.

Dilihat dari kapasitas kerajaan ini cukup besar pada masa itu, bisa dikatakan lebih besar dari kerajaan Batak, karena kerajaan Majapahit sangat memperhitungkan kerajaan Haru, sampai sampai kerajaan Majapahit membuat sumpah yaitu Sumpah Palapa yang berisi menaklukan kerajaan-kerajaan besar yang ada di Sumatera, Jawa, Kalimantan Sampai ke Papua.

Hal ini dapat dibuktikan dari sumpah Amukti Palapa sebagaimana yang ditulis dalam kisah Pararaton (1966), yaitu:

Sira Gajah Madapatih amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah mada: ”Lamun awus kalah nusantara isun amuktia palapa, amun kalah ring Guran, ring Seran, Tanjung Pura, ring HARU, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti Palapa”

Bukti kuatnya Kerajaan Haru menjadi isi sumpah Gajah Mada untuk menaklukkan kerajaan Karo (Haru), karena pada masa itu kerajaan Haru berkembang pesat di wilayah Sumatera Utara.

Pada akhirnya, Kerajan Haru jatuh di tangan kerajaan Aceh (dua kali diserang) dan nama Haru tidak pernah diberitakan lagi. Serangan Aceh yang kedua ini adalah serangan yang terhebat dimana seluruh kerajaan Haru habis dibakar dan yang tersisa hanyalah benteng di Deli Tua yang sampai hari ini masih eksis dan tentunya perlu mendapatkan perhatian kita semua.

Namun seiring berkembangnya zaman, bentuk dari peradaban masyarakat Karo tentu juga mengikuti pola masyarakat yang modern dan tentu lebih cenderung meniru kebudayaan Barat, baik itu dari pola pikir, ideologi, maupun politik yang membuat seorang sesepuh Karo Barata Brahmana resah dan prihatin dengan keadaan ini.

Dalam usia yang kini telah sepuh, Barata Brahmana tentu prihatin melihat bagaimana saat ini sebagian besar masyarakat Karo kini banyak yang meninggalkan konsep dan tata cara kehidupan adat istiadat yang diwariskan dalam bentuk kebudayaan masyarakat tradisional Karo yang dinilai usang dan sebuah proses yang dinilai bertele-tele dan banyak membuang waktu.

Masyarakat Karo modern saat ini tentu lebih cenderung menggunakan alternatif budaya yang menekankan cara kehidupan yang mudah dan praktis dan banyak pula yang meniru cara hidup bangsa barat dalam menyelesaikan masalah dari pada menggunakan pandangan hidup masyarakat tradisional yang dianggap telah ketinggalan jaman.

Maka dalam hal ini tentu diperlukan upaya upaya yang mampu membangun suku bangsa Karo agar dapat tetap mengikuti tata cara kehidupan dan perkembangan dari kehidupan yang modern yang tentu hal ini tidak terlepas dari pengaruh globalisasi yang semakin kuat dengan tetap tidak melupakan jati diri sebagai Suku Bangsa Kalak Karo.

Pengaruh kehidupan modern itu tentu tanpa menghilangkan jati diri dari suatu suku bangsa Karo yang memiliki sejarah dan peradaban sebagai bangsa yang besar dan kuat dan memiliki kebudayaan yang tinggi, memiliki bahasa dan aksara melalui pelesarian nilai nilai moral dan etika yang terus menerus diingatkan Barata Brahmana agar tetap menjadi pedoman kehidupan masyarakat Karo yang bangga dengan peradaban dan kebudayaannya.

Kebanggaan atas peradaban suku bangsa Karo yang terus menerus diingatkan dan didengungkan Barata Brahmana tentu menjadi cambuk dan cemeti serta sarana yang kuat bagi generasi muda Karo dalam membentuk jati diri mereka sebagai suku Bangsa Karo yang kuat dan tangguh serta memiliki karakter yang kuat serta moral dan etika yang membentuk dan menjadikan mereka sebagai generasi muda Karo yang bermartabat dalam proses dan peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Semoga…

Mejuah-juah… (GT)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles