Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

SMKN 1 Gunungguruh Diduga Tahan Ijazah Siswa Akibat Tunggakan Uang Bangunan

Sukabumi, Demokratis

Sejumlah orang tua siswa lulusan Sekolah Negeri Kejuruan Negara 1 (SMKN 1) Gunungguruh Kabupaten Sukabumi tahun ajaran 2023/2024 menyatakan kekesalannya atas kebijakan pihak sekolah yang mengharuskan pembayaran uang bangunan senilai Rp3.000.000. Jika tidak melunasi berujung pada dugaan penahanan ijazah siswa.

Salah satu orang tua siswa enggan disebut namanya mengatakan, dirinya tidak mampu melunasi uang bangunan yang ditetapkan oleh pihak sekolah dengan jumlah nominal yang cukup besar tersebut.

“Jujur saja kami tidak punya kemampuan membayar besaran itu,” ungkapnya saat ditemui Demokratis di kediamanya, Rabu (23/10/2024).

Menurutnya, akibat tunggakan uang gedung tersebut, selain penahanan ijazah anaknya pun mendapatkan perlakuan diskriminatif selama bersekolah di SMKN 1 Gunungguruh.

“Ketika anak saya tidak bisa mencicil sampai jumlah besaran yang sudah ditentukan, maka anak tidak diizinkan ikut ujian semester sekaligus tidak diberikan kartu ujian,” jelasnya.

Sementara berkait dengan adanya aksi demontrasi dilakukan siswa pada hari Selasa (22/10/2024) lalu, orang tua mengaku tidak mengetahuinya.

“Seandainya saja para siswa lebih dulu berkomunikasi maka kami akan ikut menyuarakan serta mendukungnya, kemungkinan protes itu ada kaitannya dengan kebijakan pungutan itu,” lanjutnya.

Sementara itu, Ernas Humas SMKN 1 Gunungguruh, saat dikonfirmasi, Kamis (24/10/2024), membenarkan bahwa sekolah telah menerapkan kebijakan uang bangunan selama lebih dari 10 tahun. “Dari jumlah siswa 1.500 hanya sekitar 40 persen siswa yang mampu melunasi iurannya,” jelas Erna.

Erna juga mengaku pihaknya telah menempuh mekanisme yang sesuai dengan aturan yang ada, termasuk sudah ditandatangani kepala sekolah dan Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan wilayah V. “Sejauh ini tidak ada masalah dengan kebijakan tersebut,” katanya.

Mengenai tuduhan penahanan ijazah bagi siswa yang belum melunasi pungutan bangunan, pihaknya membantah. “Penahanan ijazah itu tidak benar,” tegasnya.

Padahal merujuk pada Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 44 Tahun 2022 besaran sumbangan dari orang tua atau wali peserta didik wajib disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masing-masing keluarga. Artinya, sekolah tidak diperbolehkan menetapkan besaran yang sama bagi semua siswa, apalagi jika berujung pada dampak negatif seperti penahanan ijazah.

Menanggapi hal tersebut, Sekjen LSM Annahl mengatakan, kasus di SMKN 1 Gunungguruh adalah bentuk pungutan liar (pungli). “Apapun bentuk sumbangannya di sekolah baik itu sifatnya sukarela, apalagi pungutan mengikat sampai penahanan ijasah siswa yang sudah lulus. Pungli di sekolah harus ditindak,” tegasnya.

Menurutnya, isu dugaan pungli disekolah sudah mencuat di kalangan masyarakat luas sehingga memicu perdebatan tentang keadilan dalam penerapan kebijakan sumbangan pendidikan.

“Masyarakat berharap agar pihak berwenang dapat segera menangani permasalahan ini demi kepentingan pendidikan yang lebih adil dan inklusif,” tandasnya. (Iwan)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles