Jumat, Juli 4, 2025

Dana Program BUMDes Sukadana  Diduga Jadi Ajang Bancakan

Subang, Demokratis

Secara umum tujuan utama pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk Meningkatkan perekonomian desa, pendapatan asli desa, pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan. Sementara Pemerintah Desa bertindak sebagai evaluator kinerja BUMDes.

Namun alih-alih tercapai tujuan itu malah dana permodalan BUMDes Sukadana, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat yang mencapai ratusan juta rupiah entah hinggap dimana diduga dijadikan ajang bancakan, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa.

Menurut ketererangan berbagai sumber dan hasil investigasi di lapangan menyebut kucuran dana permodalan  dari APBDes yang bersumber dari Dana Desa (DD) selama kurun waktu 5 tahun sebesar Rp230 jutaan, tahap ke-1 sebesar Rp100 juta, tahap ke-2 sebesar Rp50 juta, tahap ke-3 sebesar Rp50 juta dan tahap ke-5 sebesar Rp30 juta.

Sementara jenis usaha yang dikelola BUMDes pengadaan sembako, usaha bidang peternakan dan usaha simpan pinjam.

Sumber melanjutkan, Ketua BUMDes Sukadana Iping setiap akhir tahun anggaran belum pernah membuat laporan pertanggungjawaban (LPj) pengelolaan keuangan BUMDes secara tertulis, padahal regulasinya mesti membuat LPj. Namun belum lama ini ketika digelar rapat saat memperbincangkan keberlanjutan BUMDes di forum itu Iping menjelaskan secara lisan dengan nada tinggi bila pengelolaan dana BUMDes itu di bidang simpan pinjam macet di nasabah (menunggak) sebesar Rp140 jutaan (pinjaman pokok dan bunga), tetapi bila dikalkukasi rincinan pokoknya hanya sebesar Rp50 jutaan saja.

“Selanjutnya dana macet di pihak ketiga sebesar Rp25 jutaan, sedangkan selebihnya tidak jelas juntrungannya,” ujarnya.

Bendahara BUMDes Sukadana Aat saat dikonfirmasi via aplikasi WhatsApp menolak memberikan keterangan, dirinya mengarahkan agar menghubungi ketua. “Saya mah ngga tahu apa-apa,” ucap Aat. Semetinya bila merujuk AD/ART tugas dan tanggungjawab bendahara itu antara lain melaporkan posisi keuangan terhadap atasannya secara sistematis, dan dapat ditertanggungjawabkan serta menunjukan kondisi keuangan dan kelayakan BUMDes yang sesungguhnya. Tapi memang menurut sumber bendahara tidak sepenuhnya dilibatkan oleh ketua terkait pengelolaan dana BUMDes, jadi ketua itu terkesan one man show.

Di kesempatan terpisah, Sekdes Sukadana Cardi saat dikonfirmasi (16/4) mengutarakan, bila permodalan BUMDes yang bersumber dari DD selama kurun waktu 5 tahun hanya mendapat kucuran dana sebesar Rp100 juta, sementara perkembangan usahanya hingga kini tidak tahu persis, tetapi diriya tidak menyangkal bila keberadaan BUMDes itu terkesan mati suri alias hidup enggan mati tak mau. “Saya kurang memantau perkembangan BUMDes, karena saya merasa tupoksi saya bukan di ranah itu,” ucapnya. Padahal bila melihat peran pemerintah desa terkait organisasi BUMDes bertindak sebagai evaluator kinerja BUMDes.

Sementara Sekdes kapasitasnya sebagai unsur pembantu kepala desa itu dapat diterjemahkan tugas Sekretaris Desa (Sekdes) berkewajiban membantu kepala desa dalam melakukan evaluasi kinerja BUMDes.

Belum diperoleh klarifikasi resmi baik dari Kepala Desa Sukadana Darwin dan Ketua BUMDes Sukadana Iping, kendati sudah dikonfirmasi via aplikasi WhatsApp (19/4)  hingga berita ini ditayangkan tidak berkenan merspons.

Menanggapi sengkarut penggunaan dana BUMDes tersebut, pentolan LSM Kaliber Indonesia Bersatu, Yadi.S.Fil, saat dihubungi awak media di kantornya, Jumat (18/4) memaparkan, bila benar ada dugaan bancakan dana BUMDes itu artinya telah terjadi tindak pidana korupsi.

Sehingga menurutnya, sudah selayaknya oknum yang terlibat seharusnya segera dicokok oleh aparat penegak hukum.

Yadi menegaskan dalam konteks ini aparat penegak hukum tidak usah menunggu adanya pengaduan dari masyarakat. “Kasus ini bukan delik aduan, melainkan laporan peristiwa pidana,” tandasnya.

Pihaknya juga berjanji, bila data-data yuridis sudah diperoleh secara lengkap akan melaporkan kepada aparat penegak hukum.

Labih jauh Yadi memaparkan, definisi laporan dengan pengaduan jelas berbeda, dalam ketentuan umum Pasal 1 poin 24 dan 25 KUHP dijelaskan, bahwa laporan peristiwa pidana adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang, karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang, tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

“Sedangkan pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum terhadap seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya,” tandasnya. (Abh)

Related Articles

Latest Articles