Subang, Demokratis
Secara umum tujuan utama pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk meningkatkan perekonomian desa, pendapatan asli desa, pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan. Sementara Pemerintah Desa bertindak sebagai evaluator kinerja BUMDes.
Namun alih-alih tercapai tujuan itu seperti halnya di Desa Jatireja, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, malah dana permodalan BUMDes yang mencapai ratusan juta rupiah entah hinggap dimana diduga dijadikan ajang bancakan, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa.
Menurut keterangan sumber yang mengetahui seluk beluk di pemerintahan Desa Jatireja dan hasil investigasi di lapangan menyebut kucuran dana permodalan dari APBDes yang bersumber dari Dana Desa (DD) selama kurun waktu 5 tahun sedikitnya sebesar Rp300 jutaan, berasal APBN Rp200 juta dan APBD Kabupaten Subang (dana aspirasi TA 2021) sebesar Rp100 juta diperuntukan modal usaha saprotan sebesar Rp120 juta, usaha pembuatan tahu Rp50 juta dan usaha home industry (pembuatan sandal) sebesar Rp30 jutaan dan pembangunan kantor BUMDes Rp100 juta.
“Seiring dengan berjalannya waktu sejak dikucurkannya permodalan BUMDes hingga kini tidak terlihat progresnya. Berapa perkembangan asetnya, berapa SHU tiap tahunnya, sudah seberapa besar kontribusi terhadap APBDes dan manfaat terhadap masyarakat, tidak jelas juntrungannya,” ujarnya.
Lebih ironisnya lagi, lanjut sumber, Ketua BUMDes setiap tahunnya tidak pernah membuat laporan secara tertulis dan menyampaikan LPj sesuai ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).
Di kesempatan terpisah, Ketua BPD Jatireja Wahyu Hidayat ketika dihubungi di kediamannya membeberkan, pihaknya merasa prihatin. Pasalnya, sudah berulangkali meminta laporan perkembangan kegiatan BUMDes, namun oleh pengurusnya tidak digubris. “Bukan apa-apa, permodalan BUMDes asal sumber dananya dari APBN, jadi masyarakat mempunyai hak untuk tahu perkembangannya dan kemanfaatan usaha BUMDes itu sendiri sebagaimana diamanatkan dalam UU Desa,” ujarnya.
Belum diperoleh klarifikasi resmi baik dari Kepala Desa Jatireja Abin dan Ketua BUMDes Jatireja Baban, kendati pihaknya sudah dikonfirmasi via aplikasi WhatsApp, Senin (21/4/2025), hingga berita ini ditayangkan tidak berkenan merspons.
Menanggapi sengkarut penggunaan dana BUMDes tersebut, pentolan LSM Kaliber Indonesia Bersatu, Yadi, S.Fil, saat dihubungi awak media di kantornya, Senin (21/4/2025) memaparkan, bila benar ada dugaan bancakan dana BUMDes itu artinya telah terjadi tindak pidana korupsi.
Sehingga menurutnya, sudah selayaknya oknum yang terlibat seharusnya segera dicokok oleh aparat penegak hukum.
Yadi menegaskan dalam konteks ini aparat penegak hukum tidak usah menunggu adanya pengaduan dari masyarakat. “Kasus ini bukan delik aduan, melainkan laporan peristiwa pidana,” tandasnya.
Pihaknya juga berjanji, bila data-data yuridis sudah diperoleh secara lengkap akan melaporkan kepada aparat penegak hukum.
Labih jauh Yadi memaparkan, definisi laporan dengan pengaduan jelas berbeda, dalam ketentuan umum Pasal 1 poin 24 dan 25 KUHP dijelaskan, bahwa laporan peristiwa pidana adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang, karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang, tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
“Sedangkan pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum terhadap seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya,” tandasnya. (Abh)