Subang, Demokratis
Memasuki penghujung musim penghujan atau yang biasa disebut kemarau basah, masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Chikungunya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, dr. Maxi, menjelaskan bahwa kedua penyakit tersebut disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. “Untuk DBD, virus penyebabnya adalah virus dengue, sementara chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV),” terang dr. Maxi. saat dijumpai awak media di Klinik Happy Healthy, Jalan Raya Tambakdahan, (23/5/ 2025).
Perbedaan Gejala DBD dan Chikungunya
Meskipun sama-sama ditularkan oleh nyamuk Aedes, DBD dan chikungunya menunjukkan gejala klinis yang berbeda.
Penderita DBD umumnya mengalami gejala berupa demam tinggi (39-40°C), sakit kepala berat, nyeri otot dan sendi, nyeri menelan, batuk, nyeri perut, mual, muntah, atau diare. Pada beberapa kasus, juga ditemukan perdarahan serta risiko syok. Siklus demam pada DBD memiliki pola khas naik-turun seperti pelana kuda. Saat memasuki fase kritis, suhu tubuh penderita dapat turun mendadak, namun justru menjadi titik paling berbahaya karena risiko shock syndrome—ditandai dengan nadi lemah, kulit pucat dan dingin, kesadaran menurun, serta wajah membiru.
Sementara itu, chikungunya tidak menunjukkan pola demam yang spesifik. Gejala utamanya adalah nyeri hebat pada sendi dan otot, yang pada beberapa kasus dapat menyebabkan kelumpuhan sementara. Rasa mual dan muntah juga bisa muncul. Pada anak-anak, demam biasanya berlangsung hanya sekitar tiga hari dan jarang menimbulkan perdarahan atau syok.
Hasil Temuan Laboratorium
Dalam kasus DBD, umumnya terjadi penurunan drastis jumlah trombosit hingga di bawah 100.000, serta peningkatan kadar hematokrit. Sebaliknya, pada chikungunya, penurunan trombosit tidak signifikan, tetapi peningkatan leukosit sering ditemukan. Salah satu ciri khas chikungunya adalah nyeri sendi yang menetap hingga beberapa minggu atau bahkan bulan setelah infeksi, gejala yang tidak umum ditemukan pada penderita DBD.
Imbauan dan Langkah Pencegahan
dr. Maxi mengimbau masyarakat Kabupaten Subang untuk tetap waspada terhadap keberadaan nyamuk pembawa virus ini. Ia menjelaskan bahwa Aedes aegypti lebih banyak ditemukan di dalam rumah, sedangkan Aedes albopictus umumnya berada di luar rumah, khususnya di area yang rimbun seperti kebun.
“Musim kemarau basah seperti sekarang meningkatkan risiko penyebaran penyakit ini. Kami sarankan saat beraktivitas di luar rumah atau saat tidur siang, masyarakat menggunakan lotion anti nyamuk sebagai perlindungan diri,” ujar dr. Maxi.
Lebih lanjut, ia mengajak masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan program 3M: Menguras dan membersihkan tempat penampungan air secara rutin,
Menutup rapat tempat penampungan air, Mendaur ulang barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk.
Selain itu, tindakan pencegahan lain yang disarankan meliputi: memelihara ikan pemakan jentik, menggunakan lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi rumah, membersihkan lingkungan sekitar, serta menanam tanaman pengusir nyamuk.
Langkah Aktif Dinas Kesehatan
Sebagai bentuk pencegahan dan pengendalian, Dinas Kesehatan Kabupaten Subang juga telah melakukan berbagai upaya, seperti pembagian logistik abate powder ke masyarakat dan pelaksanaan fogging secara berkala di sejumlah wilayah.
“Mari bersama-sama kita ciptakan lingkungan yang bersih dan sehat untuk mencegah penyebaran DBD dan chikungunya,” pungkas dr. Maxi. (Abdulah)