Kamis, Mei 29, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pemalakan Dana BOS di Korwil Ciasem, Ketua DPRD Subang Kecam Keras Ihwal Kegaduhan Dugaan Pemalakan BOS, APH Diminta Proses Oknum Pelaku Sesuai Ketentuan Yang Berlaku

Subang, Demokratis

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Subang, Viktor Wirabuana, angkat bicara mengenai adanya dugaan pungutan dana BOS terhadap Sekolah Dasar Negeri di wilayah Kecamatan Ciasem.

Viktor menegaskan, menanggapi informasi tersebut, DPRD sendiri telah melakukan langkah pertama dengan mengundang pihak-pihak terkait dari satuan Dinas Pendidikan.

“DPRD melalui Komisi IV telah memanggil pihak dari Dinas Pendidikan, termasuk juga Kepala Koordinator Wilayah (Korwil) Pendidikan Kecamatan Ciasem dan seorang stafnya,” ungkap Viktor seperti dikutip menitsembilan.com, belum lama ini.

Namun kata Viktor, dirinya belum menerima laporan hasil pertemuan yang digelar oleh Komisi IV tersebut.

“Untuk hasil pertemuan, saya belum menerimanya,” tuturnya.

Namun, Viktor mengecam keras jika kegaduhan soal Pemalakam (baca: pungli)  dana bos tersebut benar terbukti, Ia bakal meminta APH untuk segera melakukan tindakan.

“Jika memang terbukti ada oknum yang melakukan pungutan liar ke sekolah terkait pencairan dana bos, maka proses pelakunya berlakudengan ketentuan yang karena itu sudah sangat mencederai dunia pendidikan,” tukasnya.

Sebelumnya, berawal dari adanya curhatan seorang yang mengaku sebagai Guru Sekolah Dasar Negeri di Ciasem Subang mengeluh bahas soal uang pungutan sekolah, viral di media sosial.

Aksi guru itu menjadi sorotan karena ia secara blak-blakan menyebutkan bahwa ada oknum dari kordinator wilayah (korwil) Dinas Pendidikan Kecamatan Ciasem melakukan tekanan untuk memungut uang dari setiap sekolah yang usai mencairkan dana BOS.

“Masing-masing sekolah diminta setor sumbangan yang di tetapkan nominalnya sebesar Rp1.200.000. dan itu ngambil dari dana BOS masing-masing sekolah. Terus terang saya sih gak setuju. Harusnya dana itu dialokasikan utk kebutuhan sekolah dalam memenuhi kebutuhan siswanya. Bahkan kepala sekolah tempat saya mengajar pun tadi pagi menyuruh bendahara untuk setor uang sumbangan tersebut ke pak Gugun di kantor PGRI Kecamatan Ciasem,” ungkap seorang guru tersebut dalam curhatannya ke akun BroRon di Instagram.

Sebelumnya, uang sebesar 1,2 juta, kata curhatan guru itu untuk menyumbang kepada sekolah yang sedang dalam masalah pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Kemarin pagi-pagi banget semua kepsek 54 sekolah rapat (termasuk 15 sekolah yang terciduk temuan oleh BPK) dan kumpul juga sama orang kantor di PGRI Kecamatan Ciasem, namanya Pak Gugun. Semua kepsek dan guru takut sama pak Gugun, bahkan ia berani mengancam. Intinya mereka yang terciduk dan pak Gugun meminta sumbangan paksa kepada sekolah-sekolah lain untuk dapat membantu dalam persoalan 15 sekolah itu,” sambungnya.

Ke-15 SDN itu di antaranya SDN Sukamandi 2, SDN Sukamandi 7, SDN Margahayu 1, SDN Margamulya, SDN Arif Rahman Hakim, SDN Jatiroke, SDN Dukuh, SDN Hambaro, SDN Karangpawitan, SDN Karanganayar 2, SDN Tri Tunggal, SDN Trijaya, SDN Bungur Jaya, SDN Ciasem.

Tidak hanya itu, pihak korwil pun dituding telah melakukan macam-macam pungutan lain dari mulai pemotongan setiap pencairan dana bos sampai pungutan kepada para PPPK.

“Dan kalau boleh info, setiap sekolah dipungli kalau ada pencairan dana BOS setiap bulannya. Selalu dipotong oleh orang kantor (pak Gugun) wajib setiap bulan setor ke kantor yang jumlahnya setiap sekolah berbeda-beda, ada yang 2 juta, 3 juta bahkan 4 juta,” jelasnya.

“Belum lagi guru PPPK kalau pas pelulusan diangkat, langsung diminta sumbangan seikhlasnya tapi maksa wajib ngasih minimal 50.000. Saya juga sambil gemetaran om BroRon ngetik masalah ini. Saya udah kesel dan gemes banget melihat ketidak adilan dan penindasan. Tapi saya juga takut kalau banyak yang tau kalau saya yang melaporkan ini ke om BroRon. Takut berimbas kepada saya sebagai guru,” tuturnya.

Masih kata guru tersebut dalam tulisannya, “Kami sebetulnya guru-guru sangat tidak setuju, tidak ada yang mau angkat bicara. Karena guru takut untuk speak up. Karena bisa ditandain atau bahkan dipersulit kalau ada keperluan atau bahkan di-bully,” tutupnya. (Abdulah)

Related Articles

Latest Articles