Jakarta, Demokratis
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan digitalisasi dan industri berbasis teknologi yang berkembang pesat akibat perubahan masyarakat merupakan motor baru dalam menggerakkan ekonomi.
“Perkembangan global telah mendorong ekonomi digital sebagai kekuatan baru. Tentu ini berdampak di sektor ekonomi dan kehidupan sehari-hari serta memberikan optimisme kepada pelaku ekonomi,” katanya di Jakarta, Minggu (21/12/2021).
Airlangga menyebutkan sekitar 41,9% dari total transaksi ekonomi digital di ASEAN selama 2020 berasal dari Indonesia dan mayoritas disumbang oleh transaksi e-commerce sekaligus perbankan digital, dan uang elektronik.
Transaksi ini diprediksi meningkat pada tahun ini dengan peningkatan terbesar pada e-commerce sebesar 48,4% (yoy), uang elektronik sebesar 35,7% (yoy), dan perbankan digital sebesar 30,1% (yoy).
Selain itu, berbagai sektor mulai dari transportasi dan pengiriman makanan atau ride hailing, media online, travel, edutech, healthtech dan fintech juga terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan laporan World Bank pada 2020, pengguna aktif aplikasi edutech di Indonesia tumbuh mencapai 200% dengan contoh programnya berupa Kartu Prakerja yang telah diakses oleh lebih dari 75 juta masyarakat.
Oleh sebab itu, pemerintah terus mendukung pengembangan ekonomi digital melalui Indonesia Digital Roadmap 2021-2024, Making Indonesia 4.0, Cetak Biru Sistem Pembayaran Indonesia 2025, dan Action Plan Inovasi Keuangan Digital 2020-2024.
Saat ini Indonesia telah memiliki 2.306 start-up serta memiliki satu decacorn yaitu GoTo dan 10 unicorn yang berhasil menempatkan Indonesia dalam urutan ke-5 negara dengan jumlah start-up terbesar di dunia.
“Artinya ekosistem digital Indonesia sangat kondusif dengan berbagai upaya dan inovasi yang dilakukan,” ujarnya.
Terlebih lagi, pada 2030 Indonesia akan memasuki bonus demografi yaitu 64% terdiri dari generasi usia produktif dengan karakteristik yang kreatif, adaptif, dan inovatif sehingga membuka peluang positif menjadi lebih luas.
Hal itu terjadi karena industri berbasis teknologi dan digitalisasi membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang bertalenta dan technopreneur.
“Peluang ini harus dimanfaatkan oleh generasi muda dan menjadi inspirasi untuk menggali potensi pengetahuan dan keterampilan,” katanya. (Djoni)