Kamis, November 14, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Akhlak Dalam Perjalanan Haji dan Umrah Beserta Mengenal Budaya Arab

Terdapat 8 akhlak yang harus dimiliki jamaah haji saat melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci:

Pertama, Taqarrub yakni (mendekatkan diri) kepada Allah, yakni dengan memperbanyak dzikir dan ibadah kepada Allah SWT serta menjauhkan diri dari hal-hal yang dimurkai oleh Allah SWT, baik hal-hal yang dilarang di luar haji maupun ketika berhaji.

Kedua, Tadabbur yakni dengan jalan mengambil pelajaran dari peristiwa yang dialaminya untuk menambah keimanan dan kearifan kepada Allah.

Ketiga, Tafakkur yakni dengan banyak memikirkan tentang ihwal diri, agama, dan kehidupannya demi mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat.

Keempat, Tasamuh yang berarti toleran dengan sesama atas ke ragaman kepentingan dan kebutuhan sesama. Yakni dengan saling mengerti mengerti dan saling mengalah demi mendukung terlaksananya kemaslahatan bersama.

Kelima, Ta’awun yakni saling tolong-menolong dalam kebajikan dan tidak sebaliknya.

Keenam, Taliqul Wajhi atau wajah yang cerah ceria penuh kedamaian dan tidak meninggalkan kesan genit.

Ketujuh, Tawashow bil Haq wa Tawashaw bis Shabri yang berarti saling mengingatkan dan saling menasehati sesama ihwal kebenaran dan kesabaran.

Kedelapan, Qanaah yang artinya bersifat lapang dada dengan menerima segala sesuatu yang terjadi dan menganggap bawha semuanya adalah kehendak Allah dan diridhai-Nya, baik itu sesuai dengan keinginannya ataupun tidak.

 

Mengenal Tujuh Budaya Arab Saudi

Indonesia merupakan negara dengan jumlah jamaah haji dan umroh terbesar di dunia. Tiap tahun berbondong-bondong umat Islam Indonesia pergi ke Negeri Haramain Arab Saudi untuk melaksanakan ibadah tersebut. Namun ada beberapa hal yang perlu masyarakat ketahui terkait beda budaya Arab dan Indonesia, terutama bagi mereka yang akan berinteraksi dengan masyarakat di Saudi, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan:

  1. Budaya mujamalah (basa-basi)

Berbeda dengan budaya Barat yang cenderung ekspresif dan berbicara langsung dan lugas, orang Arab tidak berbicara secara langsung. Untuk mengungkapkan maksud aslinya, orang Arab akan berbicara banyak hal terlebih dahulu dan banyak basi-basi (mujamalah).

Untuk bertanya kabar pada teman, tak cukup sekali dengan satu ungkapan, tapi berulangkali. Meski telah berkata sesuai maksudnya, orang saudi kadang masih mengira yang dimaksudkan adalah sesautu yang lain. Misal kata “laa” (tidak) sebagai jawaban tidak utnuk tawaran menambah makan dan minum. Agar sang tuan rumah yakin bahwa tamunya memang betul-betul sudah kenyang, maka sang tamu harus mengulangi “laa” berulang kali dan kata “wallahi”.

  1. Keras Bukan Berarti Marah

Orang Arab terbiasa bersuara keras untuk mengekspresikan kekuatan dan ketulusan, apalagi kepada orang yang mereka sukai. Sayangnya, suara keras mereka kadang ditafsirkan sebagai kemarahan oleh kebanyakan orang Indonesia. Petugas Arab saudi ketika memeriksa paspor atau surat lainnya kelihatan marah, namun sebenarnya tidak. Termasuk suara majikan yang keras, tidak selalu berarti mereka sedang marah, hanya TKW kita kadang memahaminya berbeda.

Sebaliknya, orang Indonesia hendaknya tidak mudah tersenyum pada lelaki arab. Meski maksud kita adalah untuk menunjukkan keramahtamahan atau kesopanan, boleh jadi akan dianggap sebuah godaan oleh pria tersebut. Bangsa Arab terbiasa dengan padang pasir yang keras. Adanya kasus majikan arab memerkosa atau menghamili TKW boleh jadi berkaitan dengan kesalahpahaman antar budaya ini.

  1. Ekpresi bahasa tubuh orang Arab

Orang Arab akan menguncupkan semua jari-jari tangannya dengan ujung-ujungnya menghadap ke atas sebagai pengganti kata-kata “tolonglah pak” atau “tunggu sebentar!” atau “tolong sabar sedikit!”. Budaya lainnya, orang Arab akan saling merangkul seraya mencium pipi dengan bibir ketika berjumpa dengan teman dekat. Ini suatu perilaku yang dianggap tidak lazim oleh bangsa lain di dunia, bahkan mungkin juga oleh orang Indonesia. Merangkul sesama teman adalah hal lumrah. Tidak perlu risih, orang arab boleh jadi akan tersinggung jika kita menghindar.

Arab Saudi dikenal dengan negeri kelahiran Islam. Dan anggapan pada umumnya bahwa masyarakat Saudi itu Islami. Nyatanya, tidak 100 persen demikian. Mereka juga bagian dari budaya Arab (termasuk warisan jahiliyah) dengan segala pernak-perniknya, termasuk cara dan etika mereka dalam berkomunikasi, tidak selalu santun seperti diajarkan Al-Quran dan sunnah.

  1. Antara Budaya Arab dan Islam

Sebagian dari cara mereka berkomunikasi bersifat kultural semata-mata. Konon, ada dua tipe orang Arab: tipe Abu Bakar dan Abu Jahal. Orang Arab yang telah mendapat pendidikan Islam dan meresapi ajarannya akan berperilaku bak Abu Bakar, sedang mereka yang kering dari ajaran akhlak Islam biasanya akan buruk seperti abu jahal.

  1. Bergandengan tangan dengan teman lelaki itu aib!

Bagi masyarakat Indonesia, bergandengan tangan dengan teman laki-laki adalah lazim. Namun bagi orang Arab, hal itu adalah aib. Pernah ada WNI yang menggandeng tangan temannya ketika berjalan di pertokoan Mekah, tiba-tiba mereka diteriaki: Enta luthi walla eh? Hadza aib! (Kamu homo apa bagaimana? Itu aib!) Namun jika yang kita menggandeng wanita atau pasangan kita (istri) hal itu adalah lazim di Saudi.

  1. Berkendara di Sebelah Kanan

Bila di indonesia semua kendaraan dan angkutan umum wajib berada di jalur kiri jalan (dan letak roda kemudi mobil berada di bagian kanan), maka di Arab Saudi kebalikannya. Hal ini berbeda sama sekali dengan apa yang berlaku di Arab Saudi, semua pengguna jalan termasuk waktu menaikkan maupun menurunkan penumpang berada di jalur sebelah kanan jalan.

Khusus wanita, jangan bepergian sendirian, harus bersama mahram/suami atau sesama teman rombongan. Termasuk saat naik taksi. Saat naik, maka laki-laki duluan, wanita belakangan. Sebaliknya saat turun maka wanita duluan, suami belakangan. Hal ini untuk menjaga istri agar tidak dibawa kabur tukang taksi. Saat naik lift juga harus selalu didampingi. Jika saat naik lift bersama teman wanita ada lelaki yang datang, lebih baik keluar dahulu. Satu lagi, hati-hati dengan kebiasaan remaja Saudi yang suka ugal-ugalan. Mereka kadang melakukan aksi ekstrem dengan mengemudikan Jeep dengan hanya dua roda di jalanan.

  1. Wanita Adalah Privasi

Nilai kehormatan orang Arab terutama melekat pada anggota keluarganya, khususnya wanita, yang tidak boleh diganggu orang luar. Di Arab Saudi wanita adalah sangat privasi. Di Arab Saudi, wanita tidak boleh menyetir, bekerja bebas, atau keluar rumah tanpa didampingi mahram. Adalah hal tabu ketika kita menanyakan hal berikut; Sudahkah Anda menikah? Berapa umurmu? Atau siapa istri Anda? Sudah lazim di budaya Saudi jika seorang pria tidak pernah mengenal atau bahkan sekadar melihat wajah istri atau anak perempuan dari sahabatnya, meskipun mereka telah lama bersahabat dan sering saling mengunjungi. Sesama dosen yang puluhan tahun mengajar di jurusan yang sama pun tidak pernah tahu siapa istri sahabatnya. Bagi mereka, Istri adalah privasi.

Dalam kehidupan keseharian, wanita Arab itu bercadar, memakai pakaian serba hitam, keluar-masuk rumah naik mobil. Rumah mereka pun berpagar tinggi. Ini membawa konsekuensi antar tetangga tidak bisa saling mengenal siapa saja wanita di rumah sebelah. Apalagi tidak ada budaya arisan layaknya di Indonesia, menjadikan interaksi antar warga begitu tetutup.

Juga tidak lazim bagi seorang pria untuk memberi bingkisan kepada istri sahabat prianya itu atau anak perempuannya yang sudah dewasa. Karenanya, terhadap wanita Saudi, tidak perlu kita bersikap sok ramah, berlama-lama memandang, apalagi menggoda atau mengganggu. Dipastikan habis riwayat kita.

Penulis adalah Guru Besar UIN IB/ Ketua Dewan Pertimbangan MUI Sumbar/Anggota Wantim MUI Pusat/A’wan PB NU

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles