Jumat, September 20, 2024

Aliansi Peduli Pendidikan Tulis Surat Terbuka Minta RUU Sisdiknas Ditunda

Jakarta, Demokratis

Aliansi Peduli Pendidikan menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo dengan permohonan untuk menunda pengesahan RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.

Selain ditujukan kepada Presiden Jokowi, surat terbuka ini juga ditujukan untuk pimpinan dan anggota DPR, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, dan segenap guru, dosen, dan insan pemerhati pendidikan Indonesia.

“Dengan ini kami, Aliansi Peduli Pendidikan memohon kepada Presiden Bapak Joko Widodo untuk berkenan menunda pembahasan RUU Sisdiknas masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2022 dan pengesahan menjadi UU Sisdiknas tahun 2022,” isi surat terbuka Aliansi Peduli Pendidikan yang diterbitkan, Senin (29/8/2022).

Aliansi Peduli Pendidikan menyebutkan, permohonan mereka mempertimbangkan beberapa alasan, di antaranya:

Pertama, RUU Sisdiknas 2022 setara dengan Omnibus Law bidang pendidikan nasional, yakni menggabungkan tiga UU meliputi UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Sisdiknas. Namun, pengintegrasiannya tidak tampak jelas sehingga ketika diimplementasikan akan mengalami persoalan di lapangan, mengingat banyak hal yang diatur dalam UU Guru dan Dosen maupun dalam UU Pendidikan Tinggi tidak termuat di dalam RUU Sisdiknas ini. Selain itu, pengintegrasian dan pengharmonisasian 23 UU yang lain.

Kedua, RUU Sisdiknas ini cacat unsur legislasi formil karena penyusunan RUU Sisdiknas seperti hantu, tidak transparan, terburu-buru, dan dikerjakan di ruang gelap, serta tidak melibatkan para ahli dari berbagai bidang, dan lebih parah lagi minimnya kolaborasi yang baik antara kementerian dan para penyelenggara pendidikan di lapangan dari Sabang sampai Merauke, baik di kota maupun daerah terpencil.

Ketiga, belum tersedianya road map, cetak biru atau, grand design Pendidikan nasional yang merupakan prasyarat untuk dapat menyusun RUU Omnibus Law Sisdiknas yang efficient dan sustainable.

Keempat, naskah akademik dan draf RUU Sisdiknas tidak menunjukkan pemikiran dan konsep besar yang visioner, melainkan hanya mengabdi pada kepentingan kelompok tertentu. RUU seperti ini akan menjauh dari tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Kelima, RUU Sisdiknas yang sudah masuk ke DPR sekarang ini tidak memperlihatkan secara jelas, apakah RUU ini hanya untuk sekolah/kampus di bawah tanggung jawab Kemdikbudristek saja atau juga mencakup madrasah yang di bawah Kementerian Agama. Pasalnya, mengacu pada UU Sisdiknas yang ada sekarang berlaku untuk sekolah/kampus di bawah Kemdikbudristek maupun Kemenag.

Keenam, RUU Sisdiknas ini akan mendorong percepatan alih status perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi PTN Badan Hukum, (PTN BH) padahal dalam praktiknya, PTN BH yang ada saat ini cenderung komersial sehingga makin sulit diakses oleh masyarakat kebanyakan.

Ketujuh, dalam penerimaan mahasiswa baru, RUU Sisdiknas ini justru mengalami kemunduran dibandingkan dengan UU Pendidikan Tinggi yang memberikan perhatian khusus pada mereka yang tinggal di daerah 3T (tertinggal, terluar, dan terdepan).

Kedelapan, tidak ada sikap yang jelas dari pemerintah mengenai wajib belajar itu gratis atau membayar.

Kesembilan, dihilangkannya peran masyarakat melalui dewan pendidikan dan komite sekolah.

Kesepuluh, penyusun RUU ini sepertinya tidak mengerti adanya pembagian kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah.

Untuk itu, Aliansi Peduli Pendidikan berharap RUU Sisdiknas yang akan mengatur nasib bangsa dan negara disusun secara cermat dengan melibatkan banyak pihak dan tidak tergesa-gesa. Kerusakan dalam regulasi pendidikan itu berarti akan timbulnya kerusakan bangsa selama tiga generasi.

“Oleh karena itu kami dengan sangat memohon kepada Bapak Joko Widodo selaku Presiden untuk menunda pembahasan RUU Sisdiknas tersebut,” tutupnya.

Sebagaimana diketahui, surat terbuka tersebut ditandatangani oleh:

  1. Prof. Dr. Cecep Darmawan, S.Pd., S.I.P., S.H., M.H., M.Si. (Guru Besar UPI)
  2. Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, M. A. (Guru Besar UPI)
  3. Prof. Drs. Suyanto, M.Ed., Ph.D (Guru Besar UNY)
  4. Ki Darmaningtyas (Pengamat pendidikan)
  5. Ahmad Rizali (NU Circle)
  6. Satriwan Salim (P2G)
  7. Indra Charismiadji (Vox Point Indonesia)
  8. Fathur Rachim (Ketua Umum HIPPER Indonesia)
  9. Dudung Abdul Qodir (PB PGRI)
  10. Ki Bambang Pharmasetiawan (NU Circle)
  11. Almizan Ulfa (Aliansi Peduli Demokrasi)
  12. Paianhot Sitanggang (KaLitbang HIPPER Indonesia)
  13. Aulia Wijiasih (Aliansi Peduli Pendidikan)
  14. Rakhmat Hidayat (Dosen Sosiologi UNJ)
  15. Dhitta Puti Sarasvati R (Gernas Tastaka)
  16. Karina Adistiana (Psikolog Pendidikan)
  17. Ubaid Matraji (JPPI)
  18. Rafani Tuahuns (Ketua Umum PB PII)
  19. Pangeran Gusti Surian (Ketua Umum PTIC)
  20. Wilza Ridani (Pusaka Emas)
  21. Mu’min Boli (Mahardika Institute)
  22. Catur Yoga M. (Edutech Madrasah)
  23. Abdurrohman (AGTIFINDO)
  24. M. Ramli Rahim (Ketua JSDI)
  25. Anggi Afriansyah (Peneliti Pendidikan BRIN)
  26. Doni Koesoema A (Pemerhati Pendidikan)
  27. Henny Supolo Sitepu (Yayasan Cahaya Guru)
  28. Fauzi Abdullah (Dosen UNJ)

(Djoni)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles