Oleh Masud HMN
Empat sifat Nabi Sidiq, amanah, fathonah dan tablig adalah sikap yang diajarkan. Semua itu berkelindan dalam prilaku. Maka dapat disimpulkan, kegagalan muncul kalau ada faktor yang tidak berfungsi berkelindan.
Sebab sikap orang yang hanya sidiq saja yang lain tidak, dilaksanakan berbeda maka hasilnya tidak sama. Artinya tidak linier antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, mestilah semua sikap tersebut berjalan serempak.
Demikian juga faktor sikap amanah, fathonah dan tablig. Singkat kata, dalam bahasa penelitian keberhasilan adalah berfungsinya sikap itu.
Sebaliknya tidak berfungsi atau kurang berfungsi hasilnya akan beda. Jangan dikira orang sidiq saja, akan otomatis orang baik. Atau orang sidiq adalah orang baik. Ada faktor tidak amanah, tidak sidiq. Tidak fatonah dan tidak tablig. Sebab dapat saja saja orang sidiq tapi tidak fathonah.
Bidang politik satu misal. Kita mengambil demokrasi. Kita yakin demokrasi baik untuk jalan agar tidak terjadi perbedaan yang menjurus kekerasan. Tetapi demokrasi tidak jaminan.
Demokrasi dapat menjadi ketidak beresan sistem. Tanpa berfungsi dengan baik, hanya menjadi demokrasi prosedural. Maka demokrasi hanya salah satu cara.
Kembali sifat yang diajarkan dan dicontohkan nabi. Misalnya bagaimana kalau amanah tapi tidak fathonah. Atau dengan kata lain jujur tanpa kepintaran.
Akan memunculkan masalah. Yaitu penipuan penghianatan dan itu yang terjadi kini. Kita lihatlah pada era orde baru bangsa kita ditipu oleh kata “pembangunan“. Ternyata adalah “akal-akalan“ dari International Monetary Funds (IMF).
Mengelontorkan utang kepada pemerintah hingga pemerintah tersandera oleh IMF. Karena utang pembangunan Indonesia. Semua orang percaya tertadap kata “pembangunan“ dimana kita tidak fathonah (cerdas).
Dengan demikian, sekali lagi sikap harus berfungsi utuh. Tidak boleh hanya satu berfungsi yang lain belum. Akibatnya menjadi berbeda.
Demokrasi yang cacat, demokrasi yang dilaksankan sekadarnya. Menghilangkan harapan kepada demokrasi. Sesungguhnya demokrasi kita yakini sebagai sistem yang unggul.
Berdasarkan hal di atas dalam rangka reformasi Indonesia yang sudah seperempat abad, maka  meminjam kata Fahri Hamzah mestilah ada evaluasi atau konsolidadsi. Terhadap pelaksanan di lapangan kita dukung bersama-sama. Tujuannya agar sebuah keputusan tidak sekadarnya belaka.
Reformasi bukan sekadar perubahan sistem. Lebih dari itu merupakan kesadaran ke arah yang sunguh-sunguh ke arah yang lebih baik. Semoga!
Jakarta, 1 Juli 2024
Penulis Dr Masud HMN Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta