Jakarta, Demokratis
Kepala Balitbang dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo mengatakan, melalui Asesmen Nasional (AN) perkembangan sistem pendidikan di setiap sekolah dan madrasah di Indonesia dapat terlihat dari waktu ke waktu. Termasuk kesenjangan antarsekolah, antarkelompok, antarsiswa, dan antardaerah.
“Kita akan melihat kesenjangan itu ada di mana saja supaya pemerintah bisa melakukan intervensi yang asimetris sesuai dengan kebutuhan. Kalau butuhnya pelatihan matematika, maka itu yang diberikan. Kemudian, kalau kebutuhannya sarana prasarana, itu juga yang diberikan. Jadi, nanti lebih tepat guna,” imbuh dia dalam keterangan tertulisnya.
AN tidak hanya memotret hasilnya, tetapi juga memotret proses sebelumnya karena tujuannya adalah menghasilkan informasi yang bisa dipakai kembali oleh sekolah dan pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan pembelajaran, karena proses pembelajaran itu bukan tentang menuntaskan kurikulum. Sekolah itu untuk mengembangkan kompetensi, bukan menuntaskan kurikulum dan secepat mungkin mengejar materi.
“Ketika misalnya pengajaran literasinya ternyata kurang, apakah karena gurunya tidak menggunakan buku-buku yang ada di sekolah dengan baik atau memang tidak ada bukunya, ini kan dua hal yang berbeda. Hal-hal sederhana seperti itu bisa kita tangkap dari AN dan kita kembalikan lagi kepada sekolah,” tutur dia.
Ia pun menekankan, dalam pembelajaran itu tujuan utamanya adalah pengembangan kompetensi literasi dan numerasi dan tidak lagi menuntaskan konten kurikulum serta mengejar materi. Fokusnya pada apakah peserta didik menjadi lebih senang membaca dari sebelumnya ataupun apakah mereka lebih logis menerapkan konsep matematika dasar ke masalah baru dibandingkan ketika awal tahun.
“Ini bukan hanya soal Bahasa Indonesia dan Matematika saja karena urusan membaca, urusan pemecahan masalah (problem solving) matematika itu harus dikembangkan melalui seluruh mata pelajaran. Kalau tugas membuat anak-anak kita gemar dan terampil membaca, itu hanya di guru bahasa Indonesia saja, itu akan kewalahan gurunya,” tegas dia.
Semua guru mata pelajaran itu punya tugas untuk mengembangkan kecintaan dan keterampilan membaca, demikian juga dengan nalar pemecahan masalah. Cara berpikir sistematis ketika berhadapan dengan masalah harus dikembangkan pada semua mata pelajaran.
Menurutnya, UN sendiri pada tahun-tahun terakhir sudah diarahkan juga pada proses penalaran, tetapi sekarang lebih dikuatkan dan diakselerasi sehingga AN bukan hal yang sepenuhnya baru. Saat ini, persiapan AN pun sudah cukup ekstensif karena persiapannya memang butuh waktu panjang.
“Dari membuat kerangka dan kisi-kisi yang harus diukur dan didefinisikan dengan tepat,” pungkasnya. (Red/Dem)