Subang, Demokratis
Anggota DPRD Provinsi Jabar Bayu Satya Prawira mengkritik tajam tampilnya Bupati Subang dan kepala dinas bersama pengacara yang dibiayai pemda dalam klarifikasi soal dugaan gratifikasi yang dibongkar dr Maxi, mantan Kadinkes.
Menurutnya, ketika bupati atau kepala dinas menghadapi perkara hukum yang menyangkut tindak pidana yang bersifat pribadi, mereka tidak boleh menggunakan pengacara yang dibiayai oleh pemerintah daerah (pemda).
“Ini didasarkan pada beberapa landasan hukum dan etika, karena penggunaan pengacara pemda hanya dapat dilakukan untuk kasus yang berhubungan dengan kepentingan pemerintah, bukan kepentingan pribadi,” kata Bayu.
Bayu menjelaskan dasar hukum bupati atau kepala dinas tidak boleh memakai pengacara pemda untuk perkara hukum yang menyangkut pribadi, yakni:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah: Mengatur bahwa kewajiban kepala daerah adalah melaksanakan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD untuk kepentingan umum. Jika seorang kepala daerah terjerat kasus pidana pribadi, hal itu tidak termasuk dalam lingkup kepentingan umum.
Selanjutnya, ada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor): Perkara hukum yang menyangkut korupsi atau penyalahgunaan wewenang secara pribadi, bahkan yang merugikan keuangan negara, tidak dapat dibela oleh pengacara yang dibiayai oleh negara. Jika terbukti bersalah, tindakan tersebut adalah murni tindakan pribadi, bukan mewakili kepentingan pemerintah.
Ada pula Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 7 Tahun 2021: Mengatur tentang bantuan hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun). Peraturan ini menegaskan bahwa Jaksa Pengacara Negara (JPN) dapat memberikan bantuan hukum kepada pemerintah daerah, tetapi harus melalui proses seleksi ketat.
“JPN akan membuat telaahan awal untuk memastikan tidak ada konflik kepentingan (conflict of interest) dan perkara tersebut termasuk dalam lingkup kewenangan Datun, yaitu untuk membela kepentingan negara/pemerintah,” pungkas Bayu. (Abdulah)
