Indramayu, Demokratis
Komunitas pengemudi angkutan mebel dari Jepara Kudus Jawa Tengah yang mengirim produk atau produksi mebelnya yang akan dikirim ke tujuan Lampung dan Palembang Sumatera, mengeluhkan kebijakan pengelola jalan tol Bakauheni Bandar Jaya Lampung. Keluhan tersebut disampaikan oleh Yani (50) sebagai Perwakilan Komunitas Angkutan Mebel Jepara kepada Demokratis, Sabtu, 16 November 2019.
Menurutnya, keluhan tersebut disampaikan atas pelarangan setiap anggota komunitasnya yang mengangkut mebel melalui jalan tol Lampung tersebut, ketika pelarangan tersebut oleh pihak Yani ditanyakan kepada pihak petugas jalan tol, petugas mengatakan bahwa itu memang sudah peraturan yang ada, kepentingannya adalah untuk mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas.
Alasan tersebut diargumentasikan oleh Yani yang mengatakan bahwa penyebab kecelakaan lalu lintas bukan hanya dari pihak mereka penyebabnya, dan alasan pihak petugas jalan tol tersebut itu butuh analisa atau penelitian. “Kemudian jangan pihak kami yang dijadikan alasan tanpa dasar, lalu pelarangan tersebut sudah berlaku kurang lebih satu bulan berjalan,” kata Yani.
Yani juga menjelaskan bahwa dengan pelarangan tersebut pihaknya terpaksa melalui jalan biasa yaitu lewat Kalianda dan Ibu Kota Lampung, dampak dari melalui jalan tersebut pihaknya harus terlambat waktu perjalanan selama tiga jam dan ditambah beban pungutan-pungutan liar dari berbagai pihak yaitu kepolisian dan premanisme.
Sehingga Yani meminta kepada yang terhormat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk meninjau langsung fakta dan keluhan ini, karena yang mereka tahu setiap peraturan yang diberlakukan di jalan umum harus merujuk atau tidak bertentangan dengan Undang-undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009.
Adapun dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tersebut yang berbunyi sebagai berikut: 1. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; 2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan 3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Dari Undang-undang tersebut terkesan pihak pengelola tol Lampung belum memahami atau memang sengaja membuat kebijakan dengan melanggar Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang subtansinya untuk memperlancar arus jasa dan barang sehingga menjadi tolak ukur hasil peningkatan atau memperlancar ekonomi dan kesejahteraan rakyat, dan kebijakan pelarangan tersebut diduga pihak pengelola tol Lampung telah melawan visi-misi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. (S Tarigan)