Jakarta, Demokratis
Fraksi PKB mengingatkan Pilkada yang tergantung pada pemodal telah mengantarkan 50 persen kepala daerah jadi narapidana korupsi pada saat menjabat dan sesudah terpilih menjadi kepala daerah.
“Di dalam kapitalisme yang tegantung pada pemodal akan melahirkan penjajahaan dan kemiskinan oleh karena kapitalisme hanya menguntungkan pemodal. Ini teori telah diutarakan Presiden Soekarno di masa penjajahan sejak dahulu,” ujar Yanuar Prihatin anggota DPR dari Fraksi PKB saat jadi pembicara diskusi yang digelar MPR dengan judul : Pilkada Serentak, Hidupkan Semangat Kebangsaan di Masa Pandemi, di Jakarta, Senin (24/8/2020).
Yanuar mengaku tidak anti pemodal sepanjang Pilkada melahirkan pemimpin yang bisa membangun daerah dan berkelas dunia. “Saya masih menjumpai kepala daerah terpilih hanya terjabak pada rutinitas,” ungkapnya.
Ia pun menjelaskan ciri-ciri Pilkada yang tergantung pada pemodal adalah dengan lahirnya istilah “wani piro?” yang merupakan wujud dari transaksi politik untuk membeli suara. Dan seakan-akan Pilkada telah menjadi sebuah acara pesta perkawinan yang berharap mendapat amplop berisi uang.
“Pilkada yang melibatkan pemodal hanya melahirkan kemiskinan, itu namanya anti kebangsaan,” tegasnya.
Langgar Protokol
Berbeda dengan Pilkada yang berlangsung pada tahun lalu. Penyelenggaraan Pilkada tahun 2020 berlangsung di masa Covid-19. Yang masih dalam status level beresiko tinggi menjadi wabah Covid-19 di tengah semakin meningkatnya masyarakat yang positif corona.
“Hal ini berefek atas naiknya pembiayaan Pilkada sampai 25 persen dari sebelumnya, yang dipergunakan salah satunya untuk pembelian alat pelindung diri sejak tahapan Pilkada dimulai hingga Pilkada selesai,” ujar Mardani Alisera anggota DPR dari Komisi II di tempat yang sama.
“Dengan harapan agar Pilkada tidak melahirkan cluster baru wabah Covid-19, sementara wabah gelombang pertama masih belum diketahui kapan akan berakhir mulai sejak Maret lalu,” tambahnya.
Pada saat pembahasan peraturan PKPU terkait dengan Pilkada di Komisi II, berkembang pemikiran Bawaslu akan diberikan wewenang membubarkan pertemuan yang tidak mengikuti protokol Covid-19.
“Pertemuan akan dibatasi di ruangan tertutup hanya untuk 200 orang,” kata Mardani.
Dijelaskan, meski Pilkada pada bulan Desember 2020 beresiko tinggi penularan Covid-19 tetapi juga harus menjadi Pilkada berkualitas. “Jangan sampai muncul calon tunggal atau menang dengan kotak kosong,” tegasnya. (Erwin Kurai)