Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan pelaksana pidana sesuai dengan perintah pengadilan. Lapas hanya sebagai eksekutor putusan pengadilan yang berarti bahwa berat atau ringannya pidana itu merupakan kewenangan pengadilan dan bukan ranahnya Lapas.
Remisi pada dasarnya bukan pengurangan masa pidana karena lama pidana sudah ditetapkan oleh pengadilan. Setelah seorang terpidana dieksekusi ke dalam Lapas oleh Jaksa, statusnya berubah menjadi narapidana, dan selama di dalam Lapas tersebut narapidana menjalani masa pembinaan. Lama pidana tetap, namun lama masa pembinaan yang dapat dikurangi dari masa pidana yang telah ditetapkan Hakim.
Lapas melakukan pembinaan dalam upaya meningkatkan kemampuan narapidana dalam skill sosial dan kemandirian. Di dalam prosesnya Lapas harus dipertimbangkan apa yang disebut dengan “itikad-itikad kearah yang positif”. Satu cara untuk menghargai itikad dari narapidana untuk lebih disiplin atau keinginan untuk berubah adalah dengan memberikannya reward atau hak bersyarat.
Seseorang yang menjalani masa pidana penjara harus sesuai dengan amanat Undang-Undang Pemasyarakatan. Dalam arti bahwa para narapidana tetap berhak untuk mendapatkan haknya, baik hak mutlak seperti makan/minum, beribadah maupun hak bersyarat seperti memperoleh remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga hingga pembebasan bersyarat.
Seorang narapidana dapat dikatakan telah memenuhi syarat administratif dan substantif jika berkelakuan baik, tidak masuk register pelanggaran dan narapidana sudah menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan. Maksud berkelakuan baik dalam hal ini narapidana mengikuti proses pembinaan dan tidak sedang menjalani hukuman disiplin 6 bulan sebelum remisi diberikan. Jika telah memenuhi syarat tersebut, maka tidak ada halangan bagi seorang narapidana untuk mendapatkan remisi (termasuk asimilasi dan pembebasan bersyarat). Baik untuk narapidana umum maupun narapidana khusus, seperti kasus narkotika atau korupsi.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 menjadi dasar pemberian remisi umum tahun 2021 bagi narapidana tindak pidana korupsi. Ketentuan ini diperkuat dengan Pasal 14 ayat 1 huruf (i) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa narapidana berhak mendapatkan remisi.
PP 99 ini sebenarnya mengubah peraturan yang berlaku sebelumnya, yaitu PP 32/1999, dengan substansi memperketat pemberian hak bersyarat kepada narapidana khusus, seperti narapidana kasus korupsi, narkotika, dan terorisme. Untuk narapidana korupsi, ditambahkan syarat bersedia membantu penegak hukum membongkar tindak pidana yang dilakukannya, dan telah membayar denda dan uang pengganti. ***
*) Iqrak Sulhin adalah Dosen Kriminolog FISIP Universitas Indonesia. Telp/WA: 08128246645