Minggu, November 24, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

APIP Indramayu Saling Silang Kewenangan Terkait Dugaan Tipikor di Desa Panyingkiran Kidul

Indramayu, Demokratis

Aparat Pengawas Internal Pemerintah atau disingkat APIP Kabupaten Indramayu Jawa Barat, terkesan saling silang pemahaman kewenangan atau lempar tanggung jawab terhadap dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) di Desa Panyingkiran Kidul, Cantigi, Indramayu.

Kesan saling lempar bola atau beda tafsir regulasi kewenangan tersebut berawal dari pernyataan Ari Risdianto selaku Inspektur Inspektorat Kabupaten Indramayu yang menyebut bahwa terkait kewenangan audit penggunaan dana Bantuan Provinsi (Banprov) adalah kewenangan auditor Inspektorat Provinsi Jawa Barat.

“Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Panyingkiran Kidul bukan kewenangan Inspektorat Kabupaten Indramayu. Itu adalah kewenangan auditor Inspektorat Provinsi. Bila kegiatannya bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Indramayu, maka itu kewenangan Inspektorat Provinsi. Inspektorat Kabupaten tidak ada kewenangan sama sekali, dan saya tidak boleh mengkomentari kewenangan Inspektorat Provinsi,” kata Ari kepada awak media di ruang kerjanya, Selasa (30/1/2023).

Menurut Ari, tim Banprov selama 10 hari juga melakukan pengawasan dan pemeriksaan ke desa-desa. Meski demikian dirinya tidak tahu apakah semua desa atau sampel saja karena mereka punya standar operasional prosedur (SOP) sendiri.

“Kalau ada masyarakat yang tidak puas dengan kinerja Pemerintah Desa (Pemdes) terkait Banprov, maka laporan dan atau pengaduannya langsung ke auditor Inspektorat Provinsi, untuk dilakukan berita acara pemeriksaannya,” katanya.

Namun tafsir kewenangan dari Inspektorat Indramayu di atas berbeda dengan versi dengan tafsir dari Winaryo selaku Kepala Kecamatan Cantigi. “Secara kelembagaan Inspektorat Kabupaten Indramayu punya kewenangan, karena Desa Panyingkiran Kidul termasuk wilayah Kabupaten Indramayu. Maka Inspektorat Indramayu punya kewenangan untuk mengawasinya. Bicara nomenklatur Banprov dari provinsi, bukan berarti dari pihak provinsi saja yang mengawasi dan memeriksanya, ya… tidak seperti itu,” tuturnya.

“Memang mereka tim dari provinsi punya mekanisme dan akuntabilitas pelaporan pertanggung jawaban  dari provinsi itu sendiri, akan tetapi juga secara kelembagaan, pengawasan dari semua unsur yang ada di Kabupaten Indramayu punya kewenangan untuk mengawasinya,” tambah Camat.

Saling silang tafsir pejabat tersebut berawal dari terungkapnya dugaan tipikor di Desa Panyingkiran Kidul terkait dana Banprov tahun 2022 yang digunakan untuk rehabilitasi kantor atau balai desa (Baldes) dan anggaran untuk membantu kegiatan pelaksanaan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) untuk menekan angka stunting.

Namun pada pelaksanaannya, publik melihat telah terjadi dugaan penyalahgunaan wewenang dan unsur tipikor oleh Kuwu atau Kepala Desa Panyingkiran Kidul. Karena selain dugaan pelaksanaan rehabilitasi Baldes yang tidak sesuai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (juklak juknis) juga diduga berbeda dengan rencana anggaran biayanya, yaitu bahwa pencairan Banprov pada tahun 2022, namun baru dilaksanakan pada tahun 2023. Lalu pada juklak juknisnya swakelola dan atau padat karya dengan pemberdayaan ekonomi untuk warga desa sendiri, namun “dijual” ke pihak penyedia jasa (pemborong).

Soal Banprov untuk mendukung kegiatan Posyandu, diketahui mendapat anggaran sebesar Rp1.750.000, namun pada kenyataanya yang diberikan kepada setiap biaya operasional Posyandu senilai Rp500.000, dan di desa tersebut terdapat 8 titik Posyandu. Pantaslah jika kasus balita stunting sulit tuntas, dan honor petugasnya pun kerap belum tertunaikan, ternyata fenomenanya sarat dengan sifat ketamakan dan penyalahgunaan wewenang para penguasa di desa. Seperi berita Demokratis yang lalu, dengan judul PPWI Indramayu Sesalkan Sikap Arogansi Kuwu Panyindangan Kidul.

Pendapat lain juga diungkapkan Chrisroni Eka selaku Kepala Seksi (Kasi) Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) di Kecamatan Cantigi. Menurutnya, pelaksanaan rehabilitasi Baldes Panyingkiran Kidul benar anggarannya dari Banprov, dan memang sudah dikerjakan. Meski demikian, pihak tidak mengetahui diborongkan atau tidak karena belum dipertanyakan.

“Saya hanya melakukan pembinaan, pelaksanaan pembangunan pemberdayaan masyarakat. Apa bila ada temuan dari hasil monitoring dan evaluasi (monev), kami dari kecamatan hanya melaporkan ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD). Kemudian yang berwenang memberikan sanksi adalah Inspektorat,” demikian tafsir singkat dari Kasi PMD Kecamatan Cantigi. (S Tarigan)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles