Jika ditempuh dari jalan raya Cikopo Selatan, perlu waktu sekira setengah jam untuk sampai ke lokasi makam di Kampung Arca Domas, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Anehnya, tidak banyak warga setempat yang tahu keberadaan makam tentara Jerman tersebut. Mereka hanya tahu ada tempat pemakaman di ujung jalan. Padahal, di tempat terpencil itu terbaring jasad sepuluh tentara Angkatan Laut Nazi Jerman (Kriegsmarine) yang meninggal di Indonesia, sesaat setelah Jepang menyerah pada Sekutu, Agustus 1945.
Luas areal pemakaman yang diteduhi pohon kamboja itu, kira-kira 300 meter persegi. Sekeliling makam ditumbuhi tanaman pagar setinggi satu meter.
Pintu masuknya dihalangi pagar bambu. Dekat pintu masuk, berdiri tugu peringatan Deutscher Soldatenfriedhof yang dibangun Kedubes Republik Federal Jerman di Jakarta untuk menghormati prajurit Jerman yang gugur.
Mereka adalah Komandan U-195 Friederich Steinfeld dan awak U-195, Dr Heinz Haake. Lainnya adalah pelaut Jerman, Willi Petschow, W Martens, Wilhelm Jens, Hermann Tangermann, Willi Schlummer, Schiffszimmermann (tukang kayu kapal laut) Eduard Onnen. Dua nisan terpisah adalah makam tentara tidak dikenal (Unbekannt).
Makam itu terletak di lahan Afdeling Cikopo Selatan II Perkebunan Gunung Mas. Dahulu, makam itu dirawat PT Perkebunan XII (kini PT Perkebunan Nusantara VIII) selaku pengelola Perkebunan Gunung Mas, namun sejak beberapa tahun terakhir perawatan makam dibiayai pemerintah Jerman.
Lahan yang bersebelahan dengan makam tadinya areal tanaman teh dan kina. Akan tetapi, tanaman tersebut habis dijarah, beberapa tahun lalu.
Disangka tentara Belanda
Pengamat sejarah militer Jerman di Indonesia, Herwig Zahorka mengatakan, Letnan Friederich Steinfeld meninggal di Surabaya akibat disentri dan kurang gizi saat ditawan
Keterangan itu diperoleh dari mantan awak kapal selam U-195 yang bermukim di Austria, Peter Marl dan mantan awak U-195 lainnya, Martin Mueller yang datang ke makam tahun 1999.
Sementara itu, Letnan Satu Laut Willi Schlummer dan Letnan Insinyur Wilhelm Jens, tewas dibunuh pejuang kemerdekaan Indonesia dalam Gedung Jerman di Bogor, 12 Oktober 1945. Kemungkinan, mereka disangka orang Belanda apalagi aksen bahasanya mirip.
Letnan Laut W Martens terbunuh dalam perjalanan kereta api dari Jakarta ke Bogor. Kopral Satu Willi Petschow meninggal 29 September karena sakit saat di Perkebunan Cikopo, serta Letnan Kapten Herman Tangermann meninggal karena kecelakaan pada 23 Agustus tahun yang sama.
Kendati saat itu terjadi salah sasaran karena disangka orang Belanda, tetapi kemudian banyak orang Indonesia mengenali bahwa ternyata mereka orang Jerman. Hal itu kemudian menjadikan hubungan tersebut menjadi persaudaraan, kata Zahorka, pensiunan direktur kehutanan Jerman, yang bermukim di Bogor dan menikahi wanita Indonesia.
Mengenai keberadaan dua arca di makam tersebut, Zahorka mengatakan, arca-arca itu sengaja disimpan sebagai penghormatan kepada budaya warga setempat.
Cerita Abah Saad
Warga Kampung Arca Domas, Abah Saad, saksi hidup peristiwa penguburan tentara Jerman di kampungnya, Oktober 1945. Saat itu, usianya 15 tahun. Ia ingat, prosesi pemakaman dilakukan puluhan tentara Nazi Jerman secara kemiliteran. Peristiwa itu mengundang perhatian warga.
“Waktu itu, masyarakat tidak boleh mendekat. Dari kejauhan, tampak empat peti mati diusung tentara Jerman, serta sebuah kendi yang katanya berisi abu jenazah. Tentara Jerman itu berpakaian putih, dengan dipimpin seorang yang tampaknya komandan mereka karena menggunakan topi pet,” tuturnya.
Sepengetahuan Abah Saad, mulanya, makam tentara Jerman itu hanya ditandai nisan salib biasa, sampai kemudian ada yang memperbaiki makam itu seperti sekarang.
Keasrian dan kebersihan makam tersebut tidak lepas dari peran penunggu makam, Mak Emma (65) yang dibiayai Kedubes Jerman dua kali setahun. “Biasanya, setiap tahun ada warga Jerman yang menjenguk makam pahlawan negaranya itu,” ujarnya. ***