Dilantiknya Perdana Menteri (PM) baru Malaysia, baru-baru ini, yang dikaitkan peran Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah membawa implikasi pasang surut peranan organisasi kawasan tersebut, mengingat Malaysia merupakan unsur penting. Sementara PM Ismail Sabri Yaakob Penguasa Kerajaan Semenanjung itu menghadapi kemelut politik dalam negeri mengingat dukungan politik dengan mayoritas tipis.
Dengan kehadiran Ismail Sabri Yaakob sebagai Perdana Menteri Malaysia dan penggantian tentu akan membawa pengaruh. ASEAN sebagai lembaga kerjasama kawasan terus diperlukan peranannya. Baik dari segi kesatuan dalam mengantisipasi persoalan intern maupun sikap dalam merespons perkembangan eksternal kawasan.
Persoalan intern ASEAN misalnya antara lain adanya masalah Rohingya di Myanmar yang belum ada penyelesian. Meskipun semua pihak telah berusaha mencari solusi. Esensinya adalah Myanmar dan kelompok Rohingya masih berada dalam “dispute” menuju jalan damai yang permanen.
Masalah intern lain adalah masalah Filipina Selatan. Permasalahan ini telah berjalan lama sekali yakni berkaitan Mindanao dengan Manila. Badan internasional sudah banyak yang memfasilitasi agar masalah konflik kawasan ini dapat diatasi.
Kedua masalah ini menonjol menjadi tantangan ASEAN secara intern karena berkaitan dengan peran institusi dalam organisasi. Tanpa kesatuan sulit melakukan peran kelembagaan yang maksimal. Terutama isu kawasan dalam persaingan.
Namun, secara pelan tampak ada harapan baik. Seperti Mindanao ada titik terang terciptanya kesepakatan damai permanen yang diupayakan dengan keterlibatan berbagai pihak. Tinggal masalah Rohingya yang masih dalam proses.
Bila masalah Mindanao mulai memunculkan titik terang tapi Rohingnya masih berada di jalan yang buntu alias macet. Inti masalah pada Myanmar yang tidak mau kompromi dalam penerimaan Rohingnya sebagai bagian yang utuh Myanmar. Sementara mereka sudah lama berada di sana.
Di atas semua itu, ada atau tidak ada penyelesaian masalah tersebut ASEAN harus terus bekerja. Mengapa demikian, mengingat ASEAN ada isu lain, yakni:
Pertama, adanya perubahan kepemimpinan beberapa negara ASEAN seperti Malaysia dengan Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob. Meskipun merupakan figur lama duduk dalam pemerintahan sebelumnya, tapi dalam situasi sekarang belum dapat fokus berpartisipasi dengan ASEAN yang berhadapan dengan situasi rumit. Sebab, ia harus fokus untuk menghadapi tantangan dalam negeri sendiri.
Kedua, persaingan China dengan negara-negara lain di kawasan dapat berimplikasi terkoyaknya ASEAN sehingga tidak fungsional secara eksistensial.
Bedasar pembentangan di atas, yakni ASEAN soal intern dalam hal ini Rohingya dan Mindanao selanjutnya perubahan kepemimpinan negara ASEAN sendiri, dapat disimpulkan bahwa ASEAN menghadapai persoalan.
Dalam perspektif tantangan persaingan laut China Selatan, kerjasama kawasan semakin berat pula. Meski demikian tantangan itu harus dihadapi.
Akhirnya, pemimpin ASEAN harus bekerja keras menghadapi perubahan kepemimpinan dan menjaga terus kekompakan dalam menghadapi intervensi negara lain. Jika tidak, ASEAN akan menjadi berantakan dan terbawa arus kepentingan lain.
Jakarta, 4 September 2021
*) Dr Masud HMN adalah Dosen Paskasarjana Universitas Muhammdiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com