Subang, Demokratis
Aliansi Wartawan Subang (AWAS) menggelar Diskusi Publik Jilid I yang berlangsung di kompleks gedung kantor DPRD Kabupaten Subang, Jumat (11/2/2022).
Diskusi dipandu oleh Sekretaris AWAS Ahmad Rifai. Kemudian bertindak sebagai narasumber Kepala Bidang Penanaman Modal dan Promosi BPMPTSP Subang Nelli Sulistiana, Kabid Perizinan Yusep Saepulloh, tokoh masyarakat Kaka Suminta, Kabag Protokol Setda Subang Euis Hartini, Ketua AWAS Warlan dan Penasehat AWAS Anas Nasrullah.
Diskusi sendiri dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2022 yang dihadiri puluhan wartawan online dan cetak, dan aktivis. Diskusi mengambil tema ‘Membuka Kotak Pandora Kabupaten Subang’.
“Kenapa temanya demikian, karena ini merupakan diskusi awal. Kita harus satukan dulu frekuensinya, cari dulu masalah di Subang itu apa saja, supaya publik tahu,” kata Ketua AWAS, Warlan.
Setelah publik tahu masalah Subang yang selalu terulang terjadi di setiap rezim, terutama masalah yang berkaitan dengan pelanggaran hukum atau korupsi, kemudian masyarakat bisa bersama-sama mengawasi.
Kotak Pandora yang menurut mitologi Yunani kuno adalah sebuah masalah. Jadi diibaratkan harus dibuka dulu masalahnya, kemudian bagaimana untuk menyelesaikan masalah tersebut, tentunya dengan solusi terbaik.
“Kita awasi bersama, jangan sampai kasus hukum yang menjerat pejabat di Subang terus berulang. Kalau perlu kita cari dan usulkan solusinya,” tegas Warlan.
Dengan diskusi, apalagi peserta diskusinya adalah aktivis dan kalangan media, tentunya ini akan menjadi sebuah bahan pertimbangan bagi para pemangku kepentingan.
“Media harus menjadi jembatan bagi tokoh masyarakat dan aktivis untuk bersuara demi Subang Jawara, seperti apa yang disampaikan Bupati Jimat,” katanya.
Dalam diskusi ini terungkap bahwa banyak masalah yang sebenarnya terulang di setiap rezim. Sehingga pada rezim Jimat-Akur sekarang harus dijadikan sebuah pelajaran.
“Jangan sampai ada lagi pejabat yang terjerat kasus. Apalagi di rezim Jimat-Akur, sudah saatnya masyarakat menikmati kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera. Jangan ambil hak rakyat,” tegasnya.
Kepala Bidang Penanaman Modal dan Promosi BPMPTSP Subang Nelli Sulistiana, mengatakan sudah ada inovasi baru dari pemerintah.
“Urus perizinan sekarang tidak usah ke kantor BPMPTSP. Jadi perizinan ini sistemnya menggunakan OSS, orang dari mana saja bisa mudah membuat izin di Subang,” katanya.
Cuma kelemahan dari sistem ini, tentunya sangat memberatkan pihaknya. “Kita di daerah memang kesulitan, karana kita tidak bisa mengontrol. Namun kelebihan sistem saat ini tentunya jadi lebih memudahkan masyarakat,” katanya.
Sekarang ini perizinan sangat mudah, untuk membuat NIB syaratnya hanya KTP dan NPWP. “Gratis dan bisa diprint sendiri. Daerah tidak boleh menambah persyaratan lain, karena sudah diatur pusat,” katanya.
Kemudian Kabid Perizinan Yusep Saepulloh menambahkan bahwa perizinan berusaha menggunakan OSS, sedangkan perizinan non berusaha menggunakan sistem yang dibuat BPMPTSP.
“Contohnya izin praktek dokter, karana sifatnya lokal, maka kita ada inovasi, kita menggunakan cap gratis, ini tentunya salah satu upaya kita untuk mempermudah perizinan. Kedua si pemohon tidak perlu datang ke kantor, bisa via online dan bisa cetak sendiri,” katanya.
Tokoh masyarakat Kaka Suminta, mengapresiasi diskusi yang diselenggarakan oleh Aliansi Wartawan Subang.
“Selamat kepada AWAS dan jajarannya melakukan sesuatu yang disebut intelektual eksentrisitis, belajar berbicara dengan nalar,” katanya.
Pemerintah menurutnya harus memberikan informasi kepada masyarakat tentang perubahan yang terjadi. Reformasi birokrasi yang dicanangkan presiden.
“Apa yang terjadi di Subang kita semua paham dan alami. Perizinan memang sektor yang bikin membuat kita beberapa kali terkejut. Artinya bahwa ini sektor berbagai kepentingan rakyat, pengusaha dan pemerintah bertemu,” katanya.
Diskusi ini menurut Kaka semoga bisa menjadi rangkaian dalam memperbaiki Subang ke depan.
Jurnalis senior, Annas Nashrullah menitik beratkan terkait proses perizinan. Dia menegaskan, zero rupiah dalam proses pengurusan izin tidak hanya menjadi instrumen tapi perlu dibuktikan.
“Hal yang penting juga menyangkut verifikasi di lapangan, jika titik usaha itu berpotensi akan merugikan warga dan lingkungan, sebaiknya tidak direkomendasikan. Karena ini bisa jadi bumerang ke depannya,” katanya.
Pimred tintahijau.com itu menegaskan di luar masalah perizinan, hal yang patut digaris bawahi adalah keberadaan satu usaha tidak justru menjadi permasalahan baru akibat adanya manipulasi dokumentasi persyaratan proses perizinan.
“Jangan sampai karena dikejar target PAD 2,9 triliun justru menabrak aturan mengabaikan AMDAL. Karena sejatinya buat warga, yang terpenting bukan soal PAD tinggi, tapi tidak banyak memberi manfaat buat mereka, apalagi kalau sampai sebaliknya,” tandasnya. (Abh/Rilis)