Mengambil paham tentang makna sejarah kira-kira ada kaitan ungkapan bahwa sebuah lagu sudah selesai dinyanyikan tetapi melodinya masih tertinggal di sini. Hal itu diibaratkan nyanyian Bengawan Solo sudah lama kita dengar dan kita kenal. Namun penyanyinya sudah lama meninggal.
Ada pokok soalnya dua. Pertama, penyanyi lagu itu sendiri, dua, adalah terkait dengan irama atau melodi.
Inilah kata Prof Salim A Said sejarah itu fragmented atau berbabak. Ada episode tertentu yang harus kita pelajari. Supaya kita fahami kisah masa lalu itu.
Ucapan seorang Salim Said yang mantan wartawan kini menjadi Guru Besar di Universitas Pertahanan Indonesia itu berujar agar tak keliru menyimpulkan sejarah. Menurut dia, sering tejadi kesalahan. Bahwa satu informasi itu tak seperti apa adanya.
Sama halnya dengan apa yang disampaikan saat kita melawan Belanda. Penjajah Indonesia 350 tahun dan harus kita lawan. Tetapi sekarang? Bukan penjajah lagi, bahkan sudah menjadi negara sahabat.
Simpulannya sejarah itu fragmented. Bisa keliru jika dipahami salah terjadi. Karenanya  jangan sampai terjadi.
Seperti kita kutip sinyalemen pada awal artikel ini mengisyaratkan antara penyanyi dan irama melodi nyanyian tidak selalu sama.
Yang menanyikan siapa dan melodinya tersendiri pula. Penyanyinya sudah tiada, namun melodinya bersambung. Hal ini menarik kita bahas.
Kita mengambil misal dengan komunis di Indonesia. Tahun 1926 terjadi pemberontakan komunis terjahap Belanda. Ketika itu komunis belum apa-apa. Maksudnya baik saja.
Tetapi tahun 1948 komunis memberontak pada pemerintah di Madiun itu lain. Ia membunuh para ulama dan pemuda tidak sedikit. Perlakuan sangat kejam.
Simpulannya komunis anti Islam. Yang semula tidak masalah dengan umat Islam. Cara memberontak semacam itu berulang lagi di tahun 1965 dengan pemberontakan G 30 S PKI.
Pada pendapat kita dan memang komunis paham komunis tahun l926 dan komunis tahun 1965 ini berbeda. Komunis di masa tahun yang kita sebut belakang ini adalah komunis yang bermasalah dengan Pancasila dan umat Islam.
Benarlah pendapat Drs Mohammad Hatta bahwa komunis itu anti Pancasila. Karena azas Pancasila adalah salah satu silanya adalah Ketuhanan Maha Esa. Kita mengikut adalah pendapat Hatta.
Kita akhiri paham sejarah kita adalah babakan sejarah itu. Begtiu juga sekarang kalau kita anti komunis adalah fragmentid. Sesuai dengan pendapat Drs Mohammad Hatta tersebut.
Jakarta, 12 Maret 2024
*) Penulis aladah dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta