Satu waktu seorang teman yang terlibat sebagai pengusaha mengatakan bahwa betapa pentingnya lembaga keuangan atau bank. Tanpa dukungan bank, kata dia, pengusaha akan sulit sekali. Katanya apa lagi bank yang berorientasi rakyat kecil masih sedikit. Sementara keberpihakan pada pengusaha besar sudah banyak. Artinya bank belum akrab dengan pengusaha kecil.
Barangkali, bicara teman saya itu relevan dengan kehadiran bank social entrepreneurs (bank wirausaha sosial) gagasan Muhammad Yunus asal Bangladesh. Mengingat model bank social entrepreneurs itu adalah lembaga keuangan yang berkonsentrasi pada pembangunan masyarakat miskin. Lembaga swasta didirikan untuk membantu mereka yang tidak mampu untuk memberdayakan diri mereka sendiri seperti masyarakat lainnya.
Di sini, bank menawarkan solusi menyediakan mereka modal keuangan sehingga mereka dapat berusaha menolong diri mereka sendiri untuk keluar dari kemiskinan yang menimpa mereka.
Seperti keberhasilan yang dilakukan oleh Muhammad Yunus. Sehingga ia memperoleh hadiah Nobel tahun 2016 bidang kemanusiaan. Gagasan popular yang dikerjakan ini membuat kamunitas internasional, khususnya Asia Selatan, terkejut. Karena telah memberi mereka inspirasi baru.
Muhammmad Yunus yang meraih PhD (Doktor) di Universitas Varderhil, Amerika, itu menyatakan bahwa persoalan kapital ekonomi yang sejak lama digadang-gadang pentingnya di dunia Barat. “Seberapa jauh berguna bagi rakyat Bangladesh yang mati kelaparan di jalanan,” katanya seperti dikutip biografinya.
Lelaki yang lahir tahun 1940 di Chigagong, Dhakka, Bengladesh Utara, itu terinspirasi bahwa kapital dalam ekonomi Barat tidak cukup. Lalu menggagas dari business entrepreneur menjadi model social entrepreneurs yang pro kemanusiaan mengentaskan kemiskinan menjadi lembaga keuangan wirausaha sosial. Di satu sisi tetap jadi lembaga yang berfungsi biasa sebagai penghimpun dana dan menyalurkannya tapi berdiri tegak lurus membantu rakyat miskin. Bank didirikan 1976 diberi nama Green Bank. Berikut ini prinsipnya:
- Usaha membantu orang miskin. Karena miskin bukan kemauan mereka yang miskin itu;
- Memberi pinjaman modal yang tidak perlu jaminan dan bunga. Namun pinjaman tetap dikembalikan;
- Menghapus eksploitasi kaum yang kuat pada yang lemah, yang kaya kepada yang miskin. Dihindari persiangan yang tidak seimbang;
- Membangun organisasi masayarakat, tempat berhimpun yang sesuai kondisi serta tingkat keberadaan mereka. Pendekatan gotong royong berbasis masyarakat;
- Memotong lingkaran setan yang menghalang, seperti birokrasi, pendidikan, kebodohan dan politik;
- Memberi prioritas kaum wanita. Memberdayakan kaum wanita dalam unit ekonomi mengingat jumlah penduduk wanita lebih banyak dari kaum laki-laki.
Secara sederhana enam prinsip ini adalah merupakan prinsip bantuan, sistem keadilan, usaha dan integritas kepercayaan. Membangun masyarakat secara sosial dengan kemampuan, dan berbasis bahwa mereka entrepreneur (wirausaha) membangun diri mereka sendiri. Pihak lain berfungsi membantu.
Jika kita kaitkan dengan teori pembangunan sosial model seperti dimaksud susai atau relevan. Yaitu pembangunan model help them to help themselves. Ini dimaknakan sebagai membantu memberikan pancing bukan memberikan ikan. Sebab jika ikan diberi dimakan sehari habis, tapi kalau pancing dia menangkap ikan lagi.
Enam prinsip ini sesuai juga dengan teori pembangunan komunitas yang disebut pendekatan masyarakat (jemaah) atau social development. Pendekatan jemaah yang dalam hal ini dikembangkan oleh Muhammmadiyah dengan dakwah jemaah. Artinya, pelaksanaan kegiatan dengan pendekatan jemaah, kerjasama kelompok bukan individual.
Dari paparan di atas kita temukan benang merah bahwa social entrepreneurs model yang digagas Muhammmad Yunus adalah mendekatkan masyarakat dengan lembaga keuangan. Yang besinergi memberdayakan masyarakat yang miskin.
Intinya adanya lembaga keuangan hanya bermakna jika dana atau uang ada artinya bagi kemanusiaan, keadilan dan memberatas kemiskinan. Lembaga keuangan tanpa bisa atau mau membentuk pengentasan kemiskinan, tidak memberi keadilan, serta tidak membantu kesinergian gotong royong masyarakat, adalah asocial alias kehilangan relevansi kemasyarakatannya.
Tiba waktunya di saat hari ulang tahun Indonesia ke-76 ini kita beri makna sebagai kemerdekaan yang mensejahterakan pemerintah, pemuka masyarakat serta semua komponen bangsa bekerjasama tidak sekedar slogan hampa makna melainkan kemerdekaan sungguh-sungguh, identik dengan kesejahteraan kemanusiaan. Karena itu, lembaga keuangan sebagai pilar kesejaheraan ekonomi harus menyatu dengan rakyat. Yang terbaik bagi kesejahteraan rakyat dan itu pula yang pantas bagi lembaga keuangan. Semoga.
Jakarta, 14 Agustus 2021
*) Dr Masud HMN adalah Konsultan Bank Riau Kepri dan Dosen Pascsarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com