Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Banyak Semut di PGRNI Jati Tujuh Majalengka Jawa Barat

Indramayu, Demokratis
Diduga sangat banyak semut yang mengkrumuni pabrik gula RNI Jati Tujuh. Walau pribahasa aslinya memang cuma ada gula, pasti ada semut. Tapi begitulah satire publik saat ini, terhadap tragedi berdarah bentrok fisik sesama petani penggarap di lahan tebu milik Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan plat merah, bernama Pabrik Gula Rajawali Nusantara Indonesia (PG-RNI) di Jatitujuh Kabupaten Majalengka, Jawa Barat,
itu menjadi hikmah untuk mengungkap nuansa konspirasi kejahatan dan atau korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang dilakukan pihak manajemen.

Tragedi berdarah itu, menjadi pengungkap sejumlah kebijakan perusahaan yang diduga kurang sehat, terhadap masyarakat sebagai petani penggarap. Di antaranya terungkap bahwa lahan luas itu, yang diperuntukan pada program PG-RNI untuk penanaman tebu, diketahui adalah milik Perhutani. Kemudian secara faktual lokasi lahan itu, terbagi menjadi objek kekuasaan dua wilayah. Sebagian berada di wilayah hukum Kabupaten Majalengka, sebagian lagi masuk wilayah Kabupaten Indramayu.

Diketahui, klompok petani penggarap dari Kabupaten Indramayu itu, dalam mengupayakan perjuangannya mereka menggunakan wadah organisasi bernama Forum-Komunikasi Masyarakat Indramayu Selatan (F-KAMIS). Melalui organisasi tersebut lah, mereka bersuara dan bergerak untuk mendapatkan hak-haknya. Seperti kata Ahirin selaku Ketua pada Koperasi Sumber Sepakat Adil Makmur Widasari Indramayu.

Dia sampai membuat konten TikTok dua pekan lalu, dalam kontennya Ahirin meminta Kapolri harus memeriksa Kapolres Indramayu. Untuk diperiksa terkait adanya keberpihakan Polri atau Polisi atau oknum Polisi kepada pihak PT-PGRNI Jatitujuh Majalengka. Ahirin pun menyebutkan, bahwa dibalik tragedi itu ada skandal “korupsi” berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif bernilai ratusan juta, kepada sejumlah orang yang diduga bersetatus petani penggarap.

”Kredit itu baru diketahui oleh petani penggarap PGRNI, saat mereka mau mengambil kredit sepeda motor, kemudian ditolak oleh pihak dealer atau leasing. Adapun penyebab penolakannya, setelah dilakukan penelusuran. Ternyata para konsumen pemohon kredit, diketahui dari catatan di BI listnya telah berhutang. Terungkap ada hutang ratusan juta rupiah. Padahal pemohon tidak pernah merasa mengambil kredit KUR sebesar itu. Menurutnya duit dari hasil pinjaman KUR itu, dibuka dan dicairkan oleh PGRNI, tanpa sepengetahuan para petani penggarap yang jumlahnya ratusan orang itu. Maka diduga pihak bank langsung  menyerahkan uangnya ke pihak PGRNI,” ujar Ahirin dalam konten TikToknya.

Perkara itu, menurut Dedi selaku Sekretaris Koperasi Sumber Sepakat Adil Makmur, pada Senin (5/9/2022) lalu, ketika ditemui awak media di rumahnya membenarkan, pihak Koperasinya sudah melaporkan kasus korupsi dengan modus operandi pemalsuan tandatangan petani penggarap itu, sudah dilaporkan ke KPK dan Kejaksaan Agung.

“Nanti saya akan minta izin ke pak Ahirin dulu untuk memberi seluruh dokumen pelaporan itu, mas, kami hanya akan memberinya kepada wartawan yang tahan banting, sebab yang sudah-sudah dari awal tragedi, hingga proses hukum kasus ini, kami tidak mendapat apresiasi dari media, sehingga di peradilan saja telah mengalami perlakuan dugaan mafia perkara. Seperti yang pernah dikatakan pak Makhfud MD, dan seperti juga yang terjadi pada kasus ini, tak pernah ada yang melansir. Sehingga baik Pengadilan maupun JPU, semau gue memvonis mereka yang dijadikan tersangka. Bahkan saat pak T Ketua F-KAMIS, sekaligus anggota DPRD Indramayu dari Partai Demokrat itu, bisa dengan licik dijebloskan ke dalam Lapas, tanpa prosedur hukum yang benar dan adil. Padahal dia masih aktif sebagai anggota dewan yang terhormat,” terang Dedi.

“Ga ada itu izin atau persetujuan Gubernur atas penangkapan anggota dewan yang kemudian divonis PT Bandung 10 tahun penjara itu,” tandas Dedi.

Mengenai apa yang disebut Ahirin equality before the law dalam konten TikToknya itu, dianggap tepat oleh Hendra Irvan Helmy SH, sebagai kuasa hukum dari terdakwa W yang sekian bulan silam telah divonis hakim PN Indramayu 8 tahun penjara. Hendra telah melaporkan perkaranya ke berbagai lembaga negara di atasnya. Namun belum terespon. Seharusnya semua APH memahami Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam mengakses hukum yang ber prikemanusiaan, adil dan beradab.

Menurut Hendra, tindakan pada kasus hukum ini, diduga gaya dilakukan petugas APH terhadap kliennya adalah perilaku yang tak sesuai yang diatur pada pasal 11ayat (1) Perkap 8/2009 dan pasal 13 ayat (1) Perkap 8/2009. “Kalau sekarang semua bergerak lagi, kami kuasa hukum terdakwa W yang divonis 8 tahun, siap dan sangat bersedia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ,” dukung Hendra Irvan, Senin (5/9/2022) di kantornya.

Hasil investigasi media ini, dari sejumlah keluarga petani penggarap lahan PGRNI, dan dari para pengamat kebijakaan sosial bahwa pada tragedi di PGRNI ini, disebut ada kasus besar antar sejumlah kementerian. KUR yang dikatakan Ahirin per satu nama penggarap cair Rp500 juta, ternyata praktek yang ditemui nilainya berbeda. Faktanya kredit atas nama NI diketahui cuma menerima senilai Rp451 juta, dan jatuh temponya pada Oktober 2023, dibayar dengan cara 18 kali angsuran. Menurut NI soal itu diketahuinya punya hutang di bank, saat ia akan mengajukan kredit sepeda motor, namun saat BI chaking nya muncul, dia tercatat punya hutang ratusan juta rupiah. Sehingga pihak dealer atau leasing menolaknya.

Demikian pula pada delapan penggarap lainnya, yang  jumlah hutangnya sama. ”Mungkin yang mas temukan itu tidak sama dengan yang ditemukan pak Ahirin, sebab yang kami temukan ada kredit kedua kalinya dari pemohon yang sama, nilai kreditnya dua kali lipat jadi lebih kurang satu miliar,” ucap Dedi saat dikonfirmasi via selulernya. Dedi pun menyebut nilai KUR ini besar kemungkinan ratusan miliar dan digunakan sepihak oleh PGRNI.

Soal vonis PT Bandung 10 tahun penjara, terhadap terdakwaT, dan sebelum terjadi tragedi berdarah itu, terdakwa T konon ada yang menawarkan pulus sebanyak 15 miliar rupiah, oleh pihak PGRNI dan atau utusannya, yang diduga dari unsur partai tempat di situ terdakwa T berpolitik. Dedi membenarkannya, bahkan menurutnya jumlahnya 20 miliar rupiah.

“Namun soal itu saya hanya mendengar dari orang dekat terdakwa T. Bahkan waktu menawarkan uang itu ada 4 saksi, 3 di antaranya yang terjerat vonis hakim. Terdakwa T juga pernah nulis surat tentang itu ke grup GMNI Indramayu mas, cari aja ke beliau. Dana siap itu agar pak dewan berhenti dari semua kegiatan yang berkaitan dengan usaha penyelesaian legalitas 2 HGU PGRNI, dan tidak membantu lagi masyarakat penggarap. Tapi dana itu ditolaknya dan tidak lama kemudian terjadi insiden penyerangan yang mengakibatkan meninggalnya penyerang bernama Yayan Ketua BUMDes dan Uyut sebagai Jawara bayaran PGRNI,” jelas Dedi.

Info dari sumber terpercaya menyebut bahwa pada suatu malam, diduga ada 7 orang tim KPK, mereka sudah berada di wilayah Majalengka dan Indramayu, dan diprediksi mereka dalam kegiatan pencocokan data pelapor, dan diduga juga bisa berlanjut, sehingga selain akan terbongkar adanya pemalsuan tanda tangan pemohon kredit, atas nama masyarakat petani penggarap yang dicatut namanya, juga kejahatan terkait perbankan lainnya. Demikianlah satire semut-semut di PGRNI yang sebaiknya layak dipestisida. (S Tarigan)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles