U Nauli R Hasibuan SH (Ketua Tim Advokasi LSM Gempur Kabupaten Madina): Diminta Kapolri Tutup dan Proses Hukum Pelaku Perusak Lingkungan dan Pencemaran Sungai
Madina, Demokratis
Sungai Batang Natal yang bersumber dari pegunungan Bukit Barisan di Sopo Tinjak, Kecamatan Batang Natal yang merupakan kawasam Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). TNBG ini merupakan kawasan dikelilingi oleh kawasan hutan lindung, sehingga Pemerintah Daerah maupun Pusat selalu menjaga ekosistem di daerah tersebut termasuk daerah aliran sungai (DAS) Batang Natal yang bermuara ke Kota Natal Pantai Barat.
Sungai Batang Natal salah satu sungai terpanjang di Kabupaten Mandailing Natal hingga kurang lebih 90 Km ke bibir Pantai Natal yang melewati perkampungan seperti Desa Sopo Tinjak, Desa Bulu Soma, Desa Tarlola, Desa Aek Guo, Desa Kase Rao-rao, Desa Aek Nangali, Batu Nabontar, Desa Bangkelang, Desa Tombang Kaluang, Desa Sipogu, Desa Ampung Padang, Kantor Polsek Batang Natal Kelurahan Muarasoma, Desa Ampung Siala, Desa Jambur Baru, Desa Muara Parlampungan, Desa Rantobi, Dusun Batu Marsaung, Simarrobu (Kecamatan Batang Natal).
Kemudian memasuki wilayah Kecamatan Lingga Bayu seperti Kampung Ranto Sore, Panglong, Kantor Kapolsek Lingga Bayu di Kelurahan Simpanggambir, Desa Garingging, Desa Sikumbu, Desa Lancat, Pulo Padang, Kelurahan Tapus, Desa Parbatasan. Selanjutnya wilayah Kecamatan Natal seperti Desa Sijantung/Patiluban Mudik, Desa Balimbing, Desa Bonda Kase, Kampung Sawah, Desa Pasar – IV Natal, Desa Pasar –V Natal dan Kota Natal.
Muzairun (54) warga Desa Bonda Kase, Kecamatan Natal menuturkan bahwa dulu sebelum sekitar tahun 2016 Sungai Batang Natal sebelum datangnya pengusaha tambang ilegal merusak daerah aliran sungai (DAS) serta sepadan sungai Batang Natal maupun anak sungainya, maka kondisi sungai Batang Natal jernih, bersih dan tidak kotor, bahkan ikan–ikan yang hidup di sungai tersebut rasanya enak dan perkembangannya pun baik dan banyak.
“Sayang saat ini, hujan tak hujan, sungai batang natal kotor dan tercemar, sehingga tidak bisa dimanfaatkan ratusan warga di tiga kecamatan yang tinggal di lintasan sungai tersebut, seperti Desa Ampung Padang, Muarasoma, Ampung Siala, Jambur Baru, Batu Madingding, Muara Parlampungan, Rantobi, Batu Marsaung, Simarrobu (Kecamatan Batang Natal), kemudian warga desa yang tinggal di Kecamatan Lingga Bayu yaitu Dusun Ranto Sore, Panglong, Kelurahan Simpanggambir, Desa Garingging, Desa Sikumbu, Desa Lancat, Desa Pulo Padang, Tapus, Parbatasan, hingga ke wilayah Kecamatan Natal yakni Desa Patiluban Mudik/Sijantung, Balimbing, Bonda Kase hingga ke Pasar Natal,” katanya.
Sabaruddin Nasution (53) warga Desa Jambur Baru menegaskan apapun alasan tercemarnya sungai Batang Natal yang dulunya jernih dan bersih, itu adalah merupakan perbuatan yang salah, sehingga pihak berwajib harus bertindak tegas. “Aparat penegak hukum harus melakukan tindakan tegas agar kerusakan aliran sungai ini tidak bertambah parah,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Tohir Nasution (58) warga Kelurahan Muarasoma yang juga tokoh masyarakat, bahwa aklibat tambang emas ilegal yang berjamur di wilayah Kecamatan Batang Natal ini maka alur sungai pun berubah menjadi sempit.
“Sehingga jika sewaktu-waktu sungai Sisoma selaku anak sungai Batang Natal meluap dikhawatirkan akan menimbulkan korban bagi pemukiman penduduk di lintasan sungai,” tegasnya.
Sungai Batang Natal ini mulai diduga keras dirusak oleh Rizal selaku pengusaha tambang emas ilegal dengan menggunakan alat berat (beko) mulai di sepadan sungai Batang Natal di Desa Tombang Kaluang, Kecamatan Batang Natal, Miswar Nasution warga Desa Sipogu. Sedangkan Riswan Lubis, Nasir Lubis, Si Bol, Nasrun, Baktiar Matondang dkk berlokasi di Jambur Torop. Ucok Antang, Sakban (Rantobi) sehingga kondisi sungai di hilir menjadi berubah warna menjadi kotor dan kecoklatan dan tak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di tiga kecamatan ini.
Hasil liputan Demokratis di lapangan, adapun penyebab maupun akibat tambang emas ilegal di Batang Natal terus beroperasi diduga keras akibat pihak aparat penegak hukum mandul alias tak bernyali atau kemungkinan besar pihak aparat hukum seperti kepolisian diduga ikut bekerja sama melakukan pembiaran pengrusakan lingkungan khususnya pencemaran baku mutu air sungai Batang Natal, dengam maksud untuk mendapatkan setoran hasil uang tambang emas atau stabil dari pengusaha tambang emas ilegal.
Oleh karena itu akibat tambang emas tanpa memiliki dokumen sah dari pemerintah, maka daerah aliran sungai (DAS), termasuk sepadan sungai serta alur sungai Batang Natal, dan anak sungai menjadi menyempit dan tak beraturan, akibatnya bila sewaktu waktu luapan sungai terjadi, maka pemukiman penduduk menjadi korban seperti yang terjadi sekitar Oktober 2018 lalu.
Kemudian akibat limbah tambang emas tanpa memiliki dokumen sah dari pemerintah, maka pendapatan asli daerah maupun pemerintah pusat khususnya sub bidang perpajakan tambang emas dan perdagangan menjadi tidak ada penerimaan. Artinya pengusaha tambang emas diduga pengempalng pajak, sehingga negara menjadi rugi. Pun baku mutu air sungai menjadi rusak, tak bisa dimanfaatkan oleh masyatrakat di sepanjang sungai Batang Natal dan anak sungainya.
U Nauli R Hasibuan SH Ketua Advokasi LSM Gempur Kabupaten Mandailing Natal meminta kepada penegak hukum (kepolisian) dan instansi terkait untuk menutup dan memproses hukum kepada pelaku tambang emas ilegal di sungai Batang Natal. “Perusak lingkungan hidup juga pelaku kejahatan dan dapat dipidana,” tegas hasibuan kepada Demokratis di Penyabungan (26/05). (Siswandi)