Untuk kesekian kali saya mengajak semua advokat untuk bersatu dalam satu wadah Peradi. Saya tidak punya kepentingan apa-apa. Saya berbicara obyektif sebagai akademisi yang juga pengacara senior.
Secara de joure, berdasatkan Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003, hanya ada satu organisasi advokat, sebagaimana perjalanan Peradi yang sempat mulus berjalan selama sepuluh tahun. Getaran peristiwa muncul, Munas Makassar ricuh yang akhirnya ditunda hingga pelaksanaan Munas Pekanbaru dengan terpilihnya Prof Dr Fauzie Hasibuan SH MH sebagai ketua umum.
Berjalan 5 tahun, bersama-sama dengan Peradi Juniver Girsang dan Luhut MP Pangaribuan. Bahkan diperluas lagi dengan Peradi berbagai macam. Betapa cantiknya Peradi itu saat berumur 17 tahun yang saya umpamakan seorang gadis cantik jelita yang dihinggapi banyak kumbang.
Untuk mempersatukan Peradi, ada dua cara atau solusi yang bisa ditempuh. Pertama, pendekatan mediasi dan kesadaran tiga petinggi. Ketua umum duduk satu meja dengan bertegur sapa, saling menghormati didahului dengan koresponden surat menyurat berbalas surat untuk mendorong “Munas Bersama”. Bahkan sebelumnya sudah dibentuk Tim 9, namun gagal. Mungkin sejumlah syarat yang ditawarkan oleh Peradi JG dan LMPP belum bisa diterima Peradi FYH/OH sampai sekarang.
Kedua, melalui jalur hukum. Selama ini sudah berlangsung mencari kebenaran berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Konon ceritanya, Kasasi FYH/OH menang, ditolak kasasinya. Ini pun menimbulkan pro kontra dan multi tafsir atas putusan tersebut. Hingga sekarang belum dapat dieksekusi bagi Peradi FHY/OH. Harus mengambil putusan tersebut dan mengeksekusi secara seksama. Bukan hanya menang di atas kertas saja, tapi nyata dalam amar putusan.
Bagaimanapun juga, kita harus kembali ke jalan yang benar sesuai dengan Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003. Jika bersatu, apakah itu melalui Munas Bersama atau jalur hukum. Satu Peradi, mau tidak mau di luar Peradi harus dapat kita akomodir menyatu dengan Peradi semuanya. Suatu hal yang wajar karena Peradi adalah “organ negara”, bukan seperti organisasi lain.
Hal ini perlu perjuangan yang maksimal. Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 073 Tahun 2015 harus dicabut. Tanpa kita sadari, surat tersebut bertentangangan dengan hukum dan perundang-undangan. Sesuai dengan hukum ketatanegaraan, hukum yang status rendah harus tunduk pada hukum atau peraturan yang lebih tinggi. Jangan kita petinggi hukum melanggar hukum.
Kewajiban kita semua mendorong organisasi advokat bersatu dan memperkuat Peradi kedepan, dengan jumlah 60 ribu orang kurang lebih anggota Peradi di seluruh Indonesia, dengan 165 cabang. Sesuatu yang sangat luar biasa, jika Peradi dikelola secara profesional dengan manajemen modern dan bermartabat. ***