Indramayu, Demokratis
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Woni Dwinanto ME, menanggapi pemberitaan terkait pengadaan kegiatan pemetaan delineasi atau pelacakan tapal batas antar desa yang menjadi sorotan publik karena dianggap kontroversial.
Dalam suratnya bernomor 900 tertanggal 29 Maret 2022, Kepala BKD Woni menegaskan, “Bahwa kepala desa (kades) atau kuwu tidak dipungut dan atau dibebankan biaya untuk pengadaan kegiatan penentuan titik delinesasi pemetaan lokasi patok tapal batas desa.”
Selain itu, dijelaskan juga, kegiatan dalam rangka penentuan titik koordinat tertuang pada Peraturan Daerah Tentang Batas Desa. Yakni di Peraturan Daerah Perubahan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Indramayu Tahun Anggaran 2021, sesuai perundang-undangan.
“Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Sub Bagian (Subag) Kegiatan Fasilitas Pelaksanaan Otonomi Desa (Otdes) di Asisten Daerah (Asda) I dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupten Indramayu,” lanjut isi suratnya.
Sementara anggaran belanja jasa konsultasi pelacakan titik koordinat untuk tapal batas desa dianggarkan senilai Rp405.300.000. Dan jumlah tersebut menurut BKD, juga untuk biaya pendukung lainnya dalam kegiatan ini.
Adapun kegiatan pada tahun anggaran 2021—adalah kegiatan delineasi yang terdaftar pada 10 kecamatan, yakni: di Kecamatan Karangampel 11 desa, Kecamatan Kerangkeng 11 desa, Kecamatan Kedokanbunder 7 desa, Kecamatan Juntinyuat 12 desa, Kecamatan Seliyeg 12 desa, Kecamatan Widasari 10 desa, Kecamatan Bangodua 8 desa. Sementara untuk Kecamatan Tukdana ada 13 desa: Kecamatan Kertasemaya 13 desa, Kecamatan Sukagumiwang 7 desa.
Namun fakta di lapangan sangat jauh berbeda karena pengadaan dan sumber dana pengadaan dan pemasangan patok tapal batas desa, biaya sepenuhnya dibebankan kepada kepala desa melalui APBDes.
Secara terpisah, sejumlah kepala desa yang menerima beban pengadaan kegiatan pekerjaan pemetaan titik lokasi batas desa ini, mengungkapkan bahwa para kepala desa sebelumnya telah diundang oleh camat untuk rapat di kecamatan, yang materinya menjelaskan terkait akan adanya kegiatan peninjauan titik lokasi batas desa.
“Tujuannya agar para kuwu beserta perangkat desa, ketika petugas pemetaan batas desa datang, segera mendampingi dan membantu ke lokasi, untuk menunjukkan batas desa yang menjadi ketetapan batas desa, bersama rekan penyedia jasa pemetaan batas antara desa,” kata salah seorang kepala desa.
Menurutnya, pemasangan patok batas desa di titik koordinat secara material dan volume, menggunakan konstruksi semen dan pasir. Tinggi patok dari tanah 50 cm dan lebar 20 cm serta panjang 20 cm. Setiap desa terpasang 4 patok, paling banyak 6 titik patok batas desa.
Sejumlah kepala desa yang tidak mau disebutkan namanya merasa terbebani dengan adanya kegiatan ini. Sebab, kegiatan ini murni program Pemkab Indramayu tapi kenapa harus membebani APBDes yang juga mengalami pengurangan di masa pandemi saat ini.
“Namun jika kelak bisa menjadi temuan unsur tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum, kami siap memberikan keterangan sebagai saksi,” ujar sejumlah kuwu.
Terkait anggaran yang digunakan untuk biaya pemasangan patok batas desa, pemerintahan desa akan menyerap anggarannya dari pos Dana Desa (DD) yang notabene bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Adapun jumlahnya sesuai yang tertulis pada kwitansi dari perusahaan yang mendapat kontrak pemasangan patok, yakni Rp17.300.000 per desa.
Selain itu, setiap desa juga dipungut biaya senilai Rp700.000 untuk pemetaan patok, dan biaya tersebut telah ditunaikan oleh para kepala desa melalui anggaran Dana Desa (DD).
Perihal pengadaan kegiatan patok batas desa, ada dua perusahaan yang ikut jadi rekanan. Untuk kegiatan pemetaan atau penentu titik kordinat adalah PT CTW dari Bandung. Sementara untuk kegiatan pembuatan dan pemasangan patok, CV BCP kontraktor lokal rekanan Pemkab Indramayu. (S Tarigan)