Indramayu, Demokratis
Komunitas Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) serius sikapi Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) serta kandungan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU-Sisdiknas) yang akan menjadi UU itu. Menurut Kang Budiana, dari hasil diskusinya dengan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof Unifah dan Prof Marsudi menghasilkan kesimpulan berfikir yang perlu dipublikasikan terkait rencana aturan baru tersebut.
Pertama RUU Sisdiknas tersebut telah melecehkan profesi guru dan dosen. Karena UU Guru dan Dosen dihapuskan, maka guru dan dosen negeri masuk dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan guru serta dosen swasta dimasukkan ke UU Ketenagakerjaan.
Maka dengan berlakunya UU Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang baru nanti, guru dan dosen bukan lagi profesi, tapi sudah menjadi karyawan dan atau sebagai ASN dan buruh atau pekerja untuk ketenagakerjaan. Artinya, tidak perlu lagi ada Badan Keuangan Daerah (BKD), karena semua upah tergantung hubungan kerja antara majikan dan buruh. Nadiem Makarim dianggap telah mengurangi keluhuran nilai profesi guru dan dosen.
Kedua, dalam RUU Sisdiknas yang akan disahkan itu, ditafsirkan tidak ada lagi pendidikan gratis, untuk anak-anak kita, dan ini telah melawan konstitusi. Ketiga, Nadiem Makarim tidak menghargai sama sekali peran pendidikan dan atau perguruan swasta selama ini. Penerimaan siswa atau mahasiswa yang berjilid-jilid, menutup ruang bagi siswa swasta untuk terus melanjutkan kiprahnya mengabdi untuk negeri.
Dari kesimpulan diskusi ini, kita harus fokus, menghentikan pengesahan RUU tersebut. Karena ini bentuk ancaman yang nyata bagi keberlangsungan pendidikan di Indonesia. Nadiem Makarim, patut diduga sebagai perwakilan kepentingan asing atau neoliberalisme yang sangat bernafsu menghancurkan bangsa Indonesia, melalui kehancuran dunia pendidikan.
Sebagai anak bangsa, tiada kata lain, selain ikut melawan dengan melengserkan Mendikbud yang patut diduga tidak empati terhadap nasib bangsa ini ke depan. Tidak ada lagi zamannya di antara kita dengan beragam alasan dan pilihannya, kecuali hanya satu, kita yang bubar atau Nadiem yang lengser. Kalimat ini dapat saya pertanggung jawabkan, bagaimana seorang ibu, selaku Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dipanggil menghadap ke kantor Kementerian tidak boleh diwakili.
Berhadapan dengan Nadiem dan antek-anteknya, serta semua Dirjen di kementerian, itu yang disampaikan Ibu Unifah pada diskusi (21/9/2022) tadi malam. Tapi alhamdullilah, Prof Unifah tegar walau dilecehkan oleh Nadiem. Dia tidak mau diajak foto bersama, langsung keluar meninggalkan ruang pertemuan. Kita patut bersyukur punya Srikandi pejuang dari para guru. Lalu masih adakah dusta di antara kita, dengan tidak peduli terhadap masa depan bangsa ini. Saatnya guru dan dosen melawan. Demikian aspirasi Kang Budiana mewakili suara BMPS, senada dengan aspirasi dari Drs H Eno Suwarno, Ketua BMPS Kabupaten Indramayu, yang dikutip Demokratis. (S Tarigan)