Selasa, Oktober 1, 2024

Bolehkah Dirut PDAM Berkegiatan Politik Elektoral dan Berkampanye Untuk Bupati Nina Dua Periode?

Oleh O’ushj.dialsmbaqa *)

Kita akan memggunakan diksi paling ektrim untuk menjelaskan kepada Dirut PDAM yang suka memajang gelar akademiknya seperti rentengan bledogan, agar Dirut PDAM Ady Setiawan bisa melek dan mudeng.

Alasan Dirut PDAM mengkampanyekan Bupati Nina untuk dipilih kembali 2 periode melalui baligho dengan alasan itu merupakan inisiatif pribadi, tidak mengatasnamakan PDAM atau itu sifatnya personal, pribadi bukan atas nama PDAM.

Argumentasi Dirut PDAM tersebut tengah mempertontonkan kedunguannya dalam berargumen bahwa itu pribadi atau personal bukan atas nama PDAM.

Masa iya kita harus memberikan kuliah pada orang yang suka memajang gelarnya bagaikan rentengan bledogan Telukagung dalam pesta hiburan.

Naif betul dan sungguh memalukan bin memilukan soal bolehkan Dirut atau pegawai PDAM (BUMD) berkegiatan politik elektoral dan berkampanye dalam pilbup November 2024 untuk kepentingan politik kekuasaan atau politik elektoral Bupati Nina untuk 2 periode?

Mari kita coba memberikan kuliah dan menjelaskannya seperti ke anak-anak teka atau esde. Ady Setiawan yang status sosialnya adalah pegawai dan atau Dirut PDAM yang notebene PDAM tersebut adalah BUMD.

Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, PDAM adalah statusnya BUMD. Artinya, PDAM Tirta Darma Ayu adalah entitas dari Pemda Indramayu, termasuk BWI yang mati suri (tidak waras) dan BPR KR yang bangkrut di tangan Bupati Nina.

Artinya PDAM adalah milik rakyat Indramayu, karena dalam neraca PDAM-modal kerjanya bersumber dari APBD/APBN (uang rakyat). Artinya, PDAM sahamnya milik seluruh rakyat Indramayu yang tata kelola pelaksanaannya dimandatkan kepada bupati sebagai KPM (Kuasa Pemilik Modal). Artinya, status Ady Setiawan adalah pegawai yang dengan jabatan sebagai Dirut PDAM. Artinya, Ady Setiawan statusnya sebagai pejabat publik dan atau selama 24 jam dalam hidupnya tidak memiliki tubuh privat atau personal, melainkan menjadi tubuh publik sebagai pejabat publik.

Artinya, dari ngorok, ngigau, ngelindur, bermimpi, berak, kencing, nguap, tidur, bangun dan tidur bangun lagi hingga batuk, keringat, sakit, pakaian seragam dan sepatunya milik publik, karena dibayar (digaji) oleh rakyat sebagai pemilik modal (saham), sehingga jika berkegiatan politik elektoral itu tidak atas nama PDAM dan itu hak pribadi untuk terlibat dalam dukung mendukung terhadap Bupati Nina untuk kepentingan elektoral adalah boleh atau tidak dilarang oleh konstitusi, peraturan perundang-undangan dengan regulasi turunannya, itu artinya, Ady Setiawan menambah kedungannya.

Dlm UU Nomor 7 Tahun 2017 jo UU Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu, ada azas netralitas, yang artinya diberlakukan untuk semua aparatus negara (ASN, TNI/Polri), tanpa kecuali pegawai BUMD/BUMN. Baca juga pasal 280 ayat 2, soal larangan.

PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, pasal 4 ayat 15 dengan tegas dan gamblang melarang Pegawai BUMD berkegiatan politik elektoral. Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengawasan Netralitas, ASN, Anggt. TNI/Polri, yang juga mengatur pelaksanaan netralitas ASN, pegawai BUMD/BUMN, Kepala Desa dan Perangkat Desa/Kelurahan, melarang berkegiatan dukung mendukung, ikut berkampanye dan seterusnya.

Artinya dalam netralitas itu dimaksudkan: ikut kampanye, berkumpul atau berkunjung ke acara orang yang bersangkutan dalam kepentingan elektoral, dilarang mengajak calon pemilih untuk memilih calon yang didukungnya dalam kepentingan elektoral.

Jika saja Ady Setiawan status sosialnya sebagai tukang becak, tukang batu, kuli bangunan, pemulung, pengemis atau ojol atau bamul banyu, artinya bukan sebagai Dirut atau pegawai PDAM, tentu sangat boleh melakukan itu semua, karena itu hak konsitusional yang dijamin konstitusi, UU, demokrasi dan HAM.

Begitu juga jika Ady Setiawan status sosialnya sebagai pengusaha, wira-usahawan,  pegawai non pemerintah, non BUMD/BUMN, tentu boleh saja melakukan kegiatan politik elektoral, karena demokrasi, HAM dan konstitusi memberi jaminan soal itu. Itupun jika pihak perusahaan memnolehkannya dalam peraturan internal perusahaan tempat bekerjanya.

Jadi jika Dirut PDAM ngotot itu hak personal atau pribadi bukan atas nama PDAM bukan sebagai pegawai PDAM,  sungguh memalukan dan memilukan.

Etika dan moral publik yang dituntun oleh moral absolut, tentu sama sekali tidak bisa dilakukan pembenaran, meskipun dicarikan pembenaran-pembenarannya, karena logika dan akal waras yang menuntunya tidak bisa membenarkannya.

Jika Dirut PDAM tahu diri, tahu malu dan punya kemaluan, dan mengerti dan paham UU, demokrasi dan HAM, tentu, tidak akan ngotot beragumentasi bahwa itu boleh karena itu dukungan pribadi bukan atas nama PDAM atau bukan atas nama dirinya sebagai pegawai BUMD-PDAM.

Jika begitu, Ady Setiawan sebagai Dirut PDM yang hanya bermodal moral hasad, tentu, akan mengatakan boleh. Ini pun pada akhirnya mengafirmasi keniscayaan bahwa PDAM (BUMD) hanya sebagai tong sampah dengan manajemen sampah pula di tangan Dirut PDAM Ady Setiawan. Lantas, bagaimana SOP atau aturan internal kepegawaiannya jika seperti itu? Logika dan akal warasnya tidak dituntun metodologi akademik. Sungguh berantakan akhirnya.

Kini makin jelas ASN, BUMD, Kepala Desa dijadikan mesin politik elektoral dan mesin kekuasaan politik Bupati, bahkan hoaks terus menerus diproduksi oleh kekuasaan dan media-pers pun turut terlibat, entah disadari atau tidak, dengan pemberitaan rilisnya tersebut. Penyebaran hoaks dalam media, yaitu pemberitaan pencitraan yang fakta konkretnya sungguh-sungguh terbalik realitasnya.

Hello Bawaslu, hello Paswas, hello parpol-parpol, hello para pemantau demokrasi, hello Dewan, Hello hello.

Sungguh memalukan dan memilukan, tidak mudeng, tidak melek. Jadi harus ditambah satu gelar akademik lagi biar mudeng, biar mengerti dan paham.

Pak Dirutku Sayang, Pak Dirutku (sangat) malang nian. Apa hendak dikata itu fakta konkretnya. Apa hendak dikata jika katak sudah menjadi lembu. ***

*) Penulis adalah Penyair, Peneliti sekaligus Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) dan Accountant Freelance, tinggal di Desa Singaraja, No. Kontak: 081931164563. Email: jurnalepkspd@gmail.com

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles