Jakarta, Demokratis
Presiden dan DPR RI yang membuat Undang-Undang IKN digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemerintah harus siap-siap menghadapi judicial review di MK jika RUU IKN sudah dinyatakan berlaku setelah diteken Presiden atau tidak.
“Sosok Din Syamsuddin, Faisal Basri dan sejumlah tokoh agaknya mulai bersiap-siap. Saya pribadi mendukung langkah itu. Selain karena merupakan hak konstitusional warga negara, gugatan ke MK sekaligus menjadi penyeimbang agar produk legislasi kita berkualitas dan tepat sasaran,” kata anggota DPD RI Tamsil Linrung di Jakarta, Jumat (28/1/2022).
Hal ini, ujarnya, agar mereka yang diamanahi duduk di kursi legislatif tetap punya muka.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI 4 Februari 2020, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, dari Rp466 triliun total dana pembangunan IKN, sebanyak Rp89 triliun menggunakan APBN.
Angka itu lalu berubah lagi. Pemerintah mengakui skema IKN Nusantara akan lebih banyak mengeruk APBN yakni sebesar 53,3 persen.
Katanya, pindah Ibu Kota Negara (IKN) itu biasa. Tidak sedikit negara di dunia melakukannya. Yang tidak biasa adalah ngotot memaksakan kehendak tanpa melihat urgensi dan momentumnya.
“Inilah sebenarnya sumber persoalan kita. Ketika APBN masih defisit, ekonomi belum stabil, dan Covid-19 masih mengancam. Presiden malah membuat kebijakan memindahkan ibu kota, jelas saja tidak relevan,” katanya.
Menurutnya, rakyat berhak curiga. Apalagi, memori kolektif mereka mencatat sejumlah pembangunan infrastruktur yang mengecewakan. Ada yang tidak efektif, ada yang tidak tepat sasaran, dan ada pula yang terancam mangkrak.
“Celakanya, sebagian dari duit pembangunan itu diperoleh dengan cara hutang. Sudah hutangnya menumpuk, infrastruktur yang dihasilkan tidak maksimal,” ungkapnya.
“Pemerintah seharusnya sensitif menjawab kecurigaan rakyat dengan penjelasan komprehensif. Bukan justru ugal-ugalan mengetok palu bersama DPR. DPD memang menjadi bagian dari keputusan tersebut. Namun, DPD memberi catatan kritis dan telah disampaikan secara terbuka dalam beberapa tulisan dan pemberitaan,” tambahnya.
“Pemindahan IKN adalah pekerjaan besar, masif, dan multi kompleks sehingga memerlukan perencanaan yang matang. Ini bukan saja tentang membangun kawasan tetapi juga membangun peradaban. Peluangnya besar, tapi itu sebanding dengan risikonya. Bila tak direncanakan dan dikelola dengan baik, risiko dipastikan akan lebih dominan ketimbang peluangnya,” kata Tamsil berdalil.
“Paceklik ekonomi membuat potensi risiko itu membesar,” papar Tamsil lagi.
Pada hari pertama RUU IKN disetujui DPR RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan penggunaan APBN untuk IKN akan diterbitkan Kepres kata Sri berisyarat dan penuh tanya. (Erwin Kurai Bogori)