Indramayu, Demokratis
Pemerintah didesak untuk membubarkan Bantuan Provinsi (Banprov) Jawa Barat yang bernama Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, Satuan Kerja Non Vertikal (BSPS SNVT) yang berbentuk strategis ataupun reguler.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ucok, 60 tahun, warga Desa Manggungan, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat saat ditemui Demokratis di rumahnya.
Penegasan Ucok tersebut bukan tidak beralasan. Sebab, setiap program bantuan pemerintah untuk masyarakat tidak mampu seperti bantuan rumah tidak layak huni atau Rutilahu telah diketahui bahwa kriteria dan penerapannya di lapangan dianggap mudah, itu pun masih mensisakan berbagai masalah, seperti penerima manfaat banyak dari orang-orang dekat Kuwu (Kepala Desa) dan sebagian penerima manfaat belum juga memiliki tanah sendiri.
“Kemudian penerima manfaat juga terbukti dari keluarga yang mampu, sehingga masyarakat yang tidak mampu dan rumahnya menunggu waktu ambruk telah menjadi penonton yang terciderai batinnya karena menanti kapan giliran bantuan tersebut dapat diterima,” keluh Ucok.
Ucok melanjutkan, setelah itu lahirlah program turunan dari Rutilahu dengan berbagai nama dan istilah yang semakin sulit dipahami masyarakat kriteria dan standar pelaksanaannya, sehingga program tersebut hanya pihak-pihak tertentu saja yang memahaminya.
“Di antaranya kepala desa, tim teknis, pendamping, koordinator dan dinas terkait. Itulah program pemerintah untuk perumahan warga tidak mampu yang bernama BSPS SNVT reguler dan strategis,” tambah Ucok.
Untuk memastikan keluhan Ucok tersebut, Kamis (29/08), Demokratis melakukan pemantauan ke Desa Manggungan untuk mengetahui secara jelas keluhan dan kesan warga yang belum menerima bantuan dan yang sudah.
Data yang didapat dari warga yang belum menerima bantuan terdiri dari: 1. Komadi warga Blok Dewi Sinta RT 02/02 nomor 57, 2. Sarmi Blok Pendawa RT 01/02 nomor 45, 3. Rawita Blok Makam 4. Sardin juga di Blok Makam, dan 5. Rasdem seorang janda warga Blok Pandawa.
Komarudin warga Blok Makam RT 03/01 membenarkan telah menerima bantuan BSPS SNVT reguler dalam bentuk material bangunan senilai Rp 15 juta, yang jumlah bantuan totalnya senilai Rp 17,5 juta, namun yang Rp 2,5 juta untuk biaya tukang.
“Jumlah penerima bantuan untuk kelompok kami sebanyak 20 rumah. Hanya jumlah biaya tukang untuk 20 rumah senilai Rp 50 juta baru diterima senilai Rp 25 juta, kekurangannya senilai Rp 25 juta belum dilunasi oleh ibu Sri sebagai pendamping,” ungkap Komarudin.
Dari tinjauan Demokratis, bantuan dengan nilai tersebut digunakan membangun 4 rumah baru yang diperkirakan senilai Rp 100 jutaan.
Kemudian Ikem warga Desa Krimun RT 14/04 nomor 68 Losarang. Bantuan tersebut diberikan kepada anaknya bernama Yanti untuk membangun rumah baru di Desa Manggungan. Hal tersebut diduga sama bernilai Rp 100 jutaan.
Herman warga RT 03/01 juga menerima bantuan digunakan untuk membangun rumah baru. Herman adalah keluarga dari H Carim.
Kemudian keluarga Naska membangun rumah baru juga diperkirakan bernilai di atas Rp 100 juta, yang pada saat pelaksana pembangunan rumahnya, Naska melalui anaknya sebagai pamong desa pernah komplain kepada ibu Sri soal ukuran dolken untuk usuk yang terlalu kecil dan diduga tidak sesuai RAB.
Dari situasi dan kondisi di atas, Demokratis belum bisa mendapat penjelasan dari Kuwu Desa Manggungan Wiwiek Suwarno.
Sementara Sri sebagai pendamping (30/08) dihubungi via sms menyarankan untuk berkoordinasi dengan Kuwu ataupun tim teknis mereka.
Sementara penjelasan yang ingin didapat dari Agus Budi sebagai Kepala Bidang Perumahan dan Pemukiman yang berkantor di Dinas Perumhan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP), tentang bagaimana sebenarnya pedoman pelaksanaan program BSPS SNVT tersebut, saat dihubungi via sms (29/08), belum menjawab. (S Tarigan)