Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Bung Hatta, Berjuang Untuk Rakyat dan Meninggal Bersama Rakyat

Mohammad Hatta atau Bung Hatta adalah Wakil Presiden pertama bersama Presiden Sukarno merupakan salat satu Pahlawan Nasional yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia.

Namun di akhir-akhir masa hidupnya, Bung Hatta mengalami beberapa kondisi yang cukup memprihatinkan hingga membuatnya enggan tidak mau dikubur di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta.

Alasan Bung Hatta tersebut diungkap oleh sang anak Meutia Hatta dalam acara Mata Najwa saat ditanyakan oleh Najwa Sihab.

Dilansir dari tayangan di Instagram @matanajwa yang diunggah 20 Agustus 2021, berikut ulasan selengkapnya.

Alasan Bung Hatta tidak mau dikubur di TMP Kalibata tersebut tertuang di dalam sebuah surat wasiat yang dipegang anaknya Meutia Hatta. Berikut isi wasiatnya.

“Apabila saya meninggal dunia saya ingin dikuburkan di Jakarta, tempat diprolamasikannya Indonesia merdeka.

Saya tidak ingin dikubur di makam pahlawan (Kalibata). Saya ingin dikubur di tempat kuburan rakyat biasa yang nasibnya saya perjuangkan seumur hidup saya. (Muhammad Hatta – 1975).”

“Adakah alasan lain selain ingin bersama dengan rakyat yang memang diperjuangkannya seumur hidupnya, ibu?” tanya Najwa Shihab.

“Memang rakyat itulah sumber utama yang dipikirkan beliau,” jawab Meutia Hatta.

Selain itu, lanjut Meutia Hatta, ada juga alasan lain yang membuat Bung Hatta enggan dikubur di TMP Kalibata.

“Ada juga orang-orang yang tidak cocok di sana (TMP Kalibata). Jadi agak mengecewakan,” jelasnya.

Alasan tersebutlah yang membuat Bung Hatta tidak mau dikubur di TMP Kalibata dan memilih dimakamkan di kuburan rakyat biasa.

“Jadi sampai akhir hayatnya pun konsistensi itu (membela rakyat) terlihat,” kata Najwa Shihab.

“Iya, dan Pak Harto mengikuti konsistensi lalu memilih (memakamkan Bung Hatta) di Tanah Kusir,” terang Meutia Hatta.

Di kesempatan yang sama, Sejarawan JJ Rizal juga menjelaskan alasan lain.

Saat Bung Hatta pulang dari Belanda, kemudian dia kecewa dengan Bung Karno karena masuk penjara dan PNI dibubarkan.

“Kemudian dia membuat PNI baru. Dia (Bung Hatta) membuat surat kabar corong namanya ‘Daulat Rakyjat,” kata JJ Rizal.

Jadi, lanjutnya, mahkota dari perjuangan itu adalah rakyat dan itu sebagai pengganti dari Daulat Tuanku.

“Karena itu, pilihan Hatta saya kira garisnya jelas sekali sejak dia di perhimpunan Indonesia, kemudian manifesto politik dan pulang ke Indonesia lalu membuat surat kabar Daulat Rakjat,” terang JJ Rizal.

“Itu orientasinya sangat jelas. Dia hidup untuk rakyat,” tandasnya. ***

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles