“Kita sekarang menghadapi masalah kepartaian jang sangat ruwet. Fungsi partai jang sekarang sudah djauh menjimpang dari yang di maksud semula. Semua ini di sebabkan partai-partai, sudah mengalihkan perjoangannja kepada materi, kepada mentjari keuntungan semata mata, mentjari pengaruh untuk mendapat keuntungan dan kedudukan. Partai-partai sekarang tidak lagi mendjadi pelopornja massa. Hal ini di sebabkan karena pemimpin-pemimpin dalam kepartaian itu, “niatnja” sudah djauh berlainan dari semula”.
“Kegagalan dunia partai dewasa ini, menjebabkan kemelaratan rakjat, bangkrutnja negara, pun hancurnja persatuan bangsa. Maka dengan sendiri pula, hukuman sudah tiba, jaitu jang datangnja dari massa sendiri, Partai-partai mulai mengalami inflasi. Selama pemimpin-pemimpin partai tidak menjadari hal ini, selama itu, fungsi partai dalam negara kita tidak akan membawa faedah seperti jang kita harapkan”.
“Partai-partai dalam perjoangannja hanja memikirkan kedudukan untuk golongan atas dan menengah, tapi sama sekali tidak memikirkan nasibnja rakjat djelata. Nama rakjat djelata, sana sini di tjatut, di tunggangi, di petualangi, hanja sekedar untuk membela segolongan ketjil manusia indonesia jang terlalu besar syahwatnja untuk berkuasa, bukan berkuasa untuk merobah masjarakat sosial jang dapat di nikmati oleh seluruh rakjat, tapi berusaha berkuasa untuk menghidupkan golongan sendiri”.
“Gunanja kelahiran partai dan adanja partai, sudah tidak di ketahui dan tidak di fahami oleh pemimpin-pemimpinnja. Kalau partai dalam keadaan terdjepit, maka ia berteriak atas nama rakjat. Tetapi bila ia sudah menang, partai itu lupa akan kewajibannja dan kembali rakjatlah jang di tindasnja”.
“Malang melintang tudjuan dan tjara kerdja partai sekarang ini, harus lekas di normalkan. Menormalkan keadaan partai, dan mendudukan partai pada fungsinja, berarti memudahkan segala kerja menudju masjarakat jang adil dan makmur. Populernja nama fungsionil dewasa ini, menundjukan bukti lagi, bahwa orang sudah bosan dan orang sudah maklum, semaklum maklumnja keburukan dan gejala jang tidak sehat terhadap kehidupan dan peranan dunia kepartaian”.
“Kalau di negara-negara lain, orang sudah lama menentang dan menginginkan adanja landlord adanja warlord dan lord-lordan lainnja, njatalah bahwa lord stijl baru sudah lahir di indonesia. Kalau kita tidak mengingini adanya kapitalisme, tidak mengingini adanya imperialisme dan tdak ingini akan feodalisme, pun tidak ingin adanja diktatorisme. Tapi sebenarnja sekarang partai-partai sudah mengambil oper peranan dan kedudukan itu.
Partai-partai ingin menghidupkan dan sudah menghidupkan dirinja sendiri sebagai lord, sebagai kapitalis, sebagai imperialis, sebagai feodalis, dan lambat laun menjadi diktator”. (pidato bung karno sebelum dekrit).
Untuk mentjegah ekses-ekses terkutuk itulah, maka bung karno dengan mati-matian melahirkan konsepsinja, melahirkan tertib damainja masjarakat, dengan istilah demokrasi terpimpin. Kita ingin melihat selekasnja, sebatnja, kepartaian di indonesia. Kita ingin melihat selekasnja partai-partai mengerti akan gunanya, mengerti akan kewajibanja terhadap massa. Untuk itu, hanya blueprint bung karno lah jang kita lihat sangat berharga, untuk di jadikan obat dan pelita. (notosoetarjo 1959). ***