Jakarta, Demokratis
Malang Nian nasib pembangunan di Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara, yang tempatnya sangat indah dan kaya akan budaya. Meski sudah punya tokoh tingkat nasional dari Pulau Nias sampai menteri tapi kondisi Nias secara keseluruhan masih termasuk daerah tertinggal!
“Masyarakat kita lebih banyak tinggal di pantai dan kita tidak punya jalan nasional,” ungkap Bupati Nias Utara yang berkepala pelontos bertubuh kekar seperti petinju kepada Komisi V DPR dengan suara datar. Komisi V DPR RI menggelar rapat dengar pendapat dengan Bupati se-Pulau Nias, Rabu (15/6/2022) dipimpin Ridwan Bae dari Fraksi Partai Golkar.
Kadatangan para Bupati menuntut hak karena Pulau Nias masih masuk sebagai daerah tertinggal. Para Bupati mengundang Komisi V untuk melihat Pulau Nias secara keseluruhan.
“Sudah tidak punya jalan nasional, penerbangan kami dari Jakarta-Nias sejak 2021 akibat wabah Covid-19 ditutup sampai sekarang belum dibuka kembali dengan alasan merugi,” kata Bupati.
Penerbangan Jakarta-Nias dibuka langsung oleh Presiden Megawati saat berkuasa berkat lobi dari Irmadi Lubis anggota DPR RI dari Dapil Provinsi Sumatera Utara. “Saya waktu itu ikut juga mendampingi Presiden Megawati ketika penerbangan Jakarta-Nias diresmikan,” ujar Irmadi anggota Komisi V DPR RI.
Dahulu kebijakan penugasan dari pemerintah dilakukan oleh penerbangan perintis Merpati yang dikelola dan diperbolehkan untuk merugi.
“Sedang sekarang penerbangan BUMN Citilink dan Garuda sudah komersial tidak boleh rugi atau sudah mencari keuntungan,” jelas Irmadi.
Untuk soal infrastruktur, ia setuju apabila infrastruktur sebagai pelayanan dasar masyarakat memburuk maka jadi tanggung jawab Presiden.
“Sesuai demokrasi ekonomi dalam menjaga keseimbangan pembangunan antar daerah tidak perduli daerah itu tidak punya jalan nasional dan ini sudah diatur dalam UU Jalan,” tegasnya.
Menurutnya, secara undang-undang bahwa Komisaris dan Direksi BUMN tidak bisa ceroboh lagi dalam mengelola BUMN apalagi sampai menimbulkan kerugian negara akibat moral hazard alias salah urus BUMN.
“UU BUMN telah mengatur tata kelola usaha BUMN yang baik yang tak lagi berorientasi kerugian walau dikecualikan jika untuk penugasan kebijakan pemerintah,” tambahnya.
Lebih jauh dikatakan, di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) mengatur bahwa Komisaris dan Direksi bertanggung jawab atas pengusahaan sehari hari kepada pemegang saham. Yang dalam hal kedudukan BUMN bahwa posisi Pemerintah diwakilkan pada Menteri BUMN sebagai pemegang saham.
“Di sini letak asal usul aturannya bahwa apabila melanggar UU PT dan UU Keuangan Negara maka kerugian BUMN ditanggung oleh Komisaris dan Direksi,” terangnya.
Irmadi pun mencontohkan kerugian BUMN disebabkan karena moral hazard adalah konflik kepentingan, memperkaya diri sendiri, melanggar UU Keuangan Negara yang mengatur prinsip azas tertib mengikuti standar operasi prosedur, transparan, bertanggug jawab, keadilan dan kepatutan.
“Ini sudah diatur semua yang harus jadi pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam menjalankan BUMN,” imbuh Irmadi Bapak BUMN.
Dengan kata lain, tambahnya, tidak otomatis semua Direksi harus menanggung kerugian BUMN. Yang namanya usaha kalau sudah ikuti tata kelola yang baik akan tapi karena kondisi ekonomi diluar memburuk akibat fluktuasi ekonomi termasuk yang dikecualikan.
“Untuk dipahami definisi Badan Usaha Milik Negara. BU tunduk pada UU PT sedangkan MN-nya tunduk pada regim UU Keungan Negara makanya harus hati-hati di dalam mengelola usaha BUMN dari sejak Presiden, Menteri BUMN, Komisaris dan Direksi harus mengerti prinsip-prinsip tata kelola BUMN itu. Makanya Menteri BUMN sendiri harus berhati juga dalam menunjuk Komisaris dan Direksi BUMN,” tegasnya. (Erwin Kurai Bogori)