Subang, Demokratis
Kasus kematian ibu hamil asal Kampung Citombe, Desa Buniara, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, mengundang banyak pihak turut berdukacita yang sangat mendalam.
Tak sedikit yang menuding bila pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) buruk dan sikap oknum pegawai RSUD Ciereng arogan dan abai terhadap aspek kemanusiaan. Hal itu bisa dirunut dari setelah sebelumnya almarhumah “ditolak” oleh RSUD Ciereng-Subang, sementara kondisi korban Kurnaesih saat itu, Kamis malam (16/2/2023) dalam kondisi kritis.
Terkait banyak pihak yang mendesak minta pertanggungjawaban Pemkab Subang, salah satunya sekelompok aktifis Iqbal Ramadhan bersama kawan-kawannya yang berorasi di halaman Pemkab Subang, Senin (6/3/2023).
“Mereka menuntut agar jajaran Direksi di RSUD yang kini sedang bercokol agar diberhentikan dan diganti dengan orang-orang yang penuh rasa tanggung jawab dan peduli terhadap aspek kemanusiaan,” ungkap Iqbal.
Terkait itu akhirnya Pemkab Subang beserta pihak terkait menunjukan sikapnya dengan menggelar konferensi pers soal kasus ibu hamil meninggal. Konferensi pers sendiri berlangsung di ruang rapat bupati, Senin (6/3/2023) dipimpin Sekda Subang H Asep Nuroni dan dihadiri oleh Asda Rahmat Effendi, Direktur RSUD Subang Dr H Ahmad Nasuhi, Kepala Dinkes Subang Dr Maxi, Pengacara Dede Sunarya, puluhan awak media dan pihak terkait lainnya.
Dalam kesempatan tersebut, Sekda Subang H Asep Nuroni, yang mewakili Bupati Subang H Ruhimat menyampaikan bahwa beliau menyatakan turut berduka terhadap korban.
“Bapak Bupati Subang menyampaikan duka cita yang sedalam dalamnya terhadap korban dan keluarganya, dan mendoakan semoga korban dalam kondisi mati syahid, mendapat tempat mulia di sisi Alloh SWT,” ujarnya.
Selanjutnya, Sekda menegaskan, kasus kematian ibu hamil asal Tanjungsiang bernama Kurnaesih ini, sama sekali tidak ada unsur kesengajaan, tetapi murni situasi yang sangat mendesak, ini dibuktikan dari bidan desa yang menangani saat itu, Puskesmas maupun RSUD sudah melakukan penanganan dan berupaya semaksimal mungkin.
“Karena kondisi pasien tersebut yang membutuhkan penanganan di ICU, dan kondisinya pada waktu itu ruang ICU RSUD dalam kondisi penuh maka pasien tersebut tidak bisa ditangani di RSUD,” jelasnya.
Kasus ini, sambung Sekda, akan menjadi bahan evaluasi sistematis atas pola rujukan kesehatan. Selain itu, ke depan pihaknya akan melakukan Audit Maternal Perinatal atau AMP terhadap rumah sakit. AMP ini merupakan kegiatan yang menelusuri kembali sebab kesakitan dan kematian ibu dan bayi dengan tujuan mencegah kesakitan dan kematian yang akan datang serta dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
“Untuk kasus kematian sudah diupayakan AMP untuk mengkaji kasus kematian seperti ini sebagai pembinaan kepada bidan di waktu yang akan datang sehingga kasus seperti ini tidak terjadi lagi di masa akan datang,” ucap sekda.
Dikutip dari Tribunjabar.Id. sebelumnya Dirut RSUD Subang, dr Ahmad Nasuhi, mengatakan kasus meninggalnya pasien bukan semata-mata karena penolakan dari pihak RSUD Subang. “RSUD Subang sama sekali tak menolak korban, ini hanya ada kesalahan komunikasi saja, pada saat itu, pihak RSUD Subang sudah memberi tahu bahwa ruangan ICU maupun PONEK penuh. Namun ternyata pasien tersebut sudah sampe Ciereng dan sedang menjalani perawatan di IGD RSUD Subang, sehingga akhirnya kami anjurkan untuk dirujuk ke Rumah Sakit lain,” katanya.
Selain itu, kata Ahmad, pasien dirujuk ke RSUD dalam keadaan muntah darah 2 kali selama dalam perjalanan dari Tanjungsiang ke RSUD Subang.
“Kami menduga, pasien mengalami pendarahan akibat lepas ari-ari di dalam kandungan karena sebelumnya pasien datang ke bidan, pasien tersebut diurut atau dipijat rahimnya oleh tukang pijat di rumahnya,” ungkapnya.
“Pihak RSUD tak melakukan tindakan karena kondisi ruangan ICU penuh, kalau dipaksa melahirkan atau mau dioperasi juga dimana, ruangan tempat operasi juga penuh. Makanya kita cari alternatif lain untuk dirujuk ke Rumah Sakit lain,” imbuhnya.
Menurut Ahmad, pada saat pemeriksaan di IGD, pasien tekanan darah normal 110/70 kemudian denyut jantungnya kondisi oksigennya 36,5. Cuma memang mengalami muntah darah yang kemungkinan akibat pendaran di dalam rahim atau lepas ari-ari. “Jadi dalam kondisi seperti ini, bukan kita menolak ya, karena kalau dioperasi mau taruh di mana, Kalau tak ditangani tangani, mau sampai kapan menunggu, sehingga kami putuskan untuk dirujuk ke RSHS Hasan Sadikin. Namun sayang selama di perjalan menuju Bandung pasien meninggal dunia,” katanya
Agar kasus ini tak terulang kembali, Pemkab Subang akan bekerja sama dengan rumah sakit untuk pola rujukan yang terdekat. “Kita akan kerjasama dengan rumah sakit-rumah sakit terdekat baik di Subang maupun luar Subang, sehingga tak selamanya pasien harus dirujuk ke RSUD Subang. Misalnya warga Subang yang berada di perbatasan dengan Kabupaten tetangga, pasien bisa dirujuk ke RSUD atau Rumah sakit di Karawang, Purwakarta Bandung, Sumedang maupun Indramayu,” tuturnya.
Ahmad Nasuhi berharap, kejadian ini tak terulang lagi di kemudian hari dan kami akan berusaha untuk terus memperbaiki pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
“Dari peristiwa pahit ini, menjadi cambuk bagi kami untuk lebih meningkatkan kembali pelayanan kesehatan ke masyarakat, agar RSUD Subang ini bisa me jadi rumah sakit kepercayaan masyarakat,” ujarnya. (Abdulah)