Sungguh kita perlu berbudaya yang amanah baik dan benar. Agar dapat sesuai dengan yang kita harapkan. Tidak palsu atau imitasi.
Seperti kata Syafii Maarif, preman berjubah yang artinya hatinya tak sama dengan penampilannya. Menyimpulkan bahwa tidak sesuai moral etik. Membuat saru atau menyamakan satu dengan yang lain. Demikian kata Syafii Maarif almarhum.
Ucapan tersebut menyakitkan hati. Meski demikian Syafii Maarif sering mengungkannya. Kok preman biasa berjubah. Apa boleh buat.
Memang manusia berpredikat tokoh selalu diberi predikat di belakang namanya. Yang sering adalah buya dan kyai yang maksudnya predikat yang disandang yang bersangkutan. Ini menandakan peringkat dalam komunitas.
Tetapi sekadar info ada pepatah yang mengatakan apalah arti sebuah nama. What meaning a name. Tidak berpengaruh sebutan nama.
Untuk hal demikian karena itu sebutan tak penting, sama tanpa membedakan nama itu dengan yang lain. Mempermudah, menunjukkan level dan sebagainya. Tidak sama sawah dan pematang, kata pepatah. Terhadap ungkapan preman berjubah, tidak sesuai atau berlawanan. Makna preman dan berjubah. Preman berpakaian lain dari jubah. Pakaian jubah itu adalah orang baik atau orang alim atau kyai.
Mari kita mencari jalan tengah. Yaitu untuk tetap perlu predikat dalam menentukan level. Untuk merelevankan kasus yang dibicarakan. Mari kita awali sebutan buya. Secara bahasa buya bahasa Arab berkmakna bapak. Kata abi berarti ayah atau orang tua laki-laki. Abul Hasan putra Hasan.
Selanjutnya kata kyai bermakna ahli agama. Kyai Ahmad bermakna Ahmad yang punya keahlian dalam agama. Kata dalam makna bahasa yang terhormat.
Pendek kata ada beda buya dan kyai. Tidak semua buya jadi kyai meski yang kyai itu pasti ahli dalam agama. Itulah yang membedakannya, juga kurang enak ditelinga.
Pada komunikasi bahasa lazim yaitu bahasa yang baik dan benar. Yang baik ialah tepat makna dan yang benar yaitu enak didengar. Jadi gunakanlah yang baik dan benar.
Dalam masyarakat banyak buya dan kyai. Bercampur aduk satu dengan yang lain. Menyebabkan terjadi problem atau masalah. Terjadi overlapping tidak sesuatu pada tempatnya.
Pada ajaran agama hal tidak harus terjadi. Kalau demikian berlangsung akan terjadi kerusakan.
Dalam hadis riwayat Bukhari Nabi disebutkan:
Faiza pan wasyiduu ghairii ilaa ahlihi fann tasyiruu saah (bila seorang pekerja diserahkan bukan keahliannya tunggulah kiamatnya (kerusakan).
Maksud hadis di atas adalah orang sesuatu dengan keahliannya. Dilarang berkerja sembarangan. Kalau bekerja tidak sesuai dengan keahlian, lambat atau cepat akan membawa kerusakan. Bekerja yang ideal itu adalah sesuai dengan keahlian.
Penulis pada akhirnya berkesimpulan adalah benar nama itu perlu agar amanah. Terutama agar sesuai buruk dengan baik. Semua kita memerlukannya. Sebuah lonceng peringatan kebudayaan. Wallahu a’lam bishawab.
Jakarta, 21 Juni 2022
*) Penulis adalah Doktor Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com