Subang, Demokratis
Pasca berlangsungnya perhelatan pemilihan kepala desa secara serentak di Kabupaten Subang yang digelar 19 Desember 2021 lalu kedapatan desa yang masih kemelut mempersoalkan keabsahan persyaratan calon kepala desa terpilih.
Fenomena itu terjadi di Desa Sumbersari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Calon kepala desa (cakades) terpilih Muadin (nomor urut 01) saat mendaftar cakades persyaratannya ditengarai menggunakan dokumen pribadi yang asli tapi palsu (aspal).
Muadin diduga menggunakan ijazah kejar Paket B dan KTP asli tapi palsu (aspal), sehingga dinilai melanggar dan mengangkangi Perbup Subang Nomor 75 Tahun 2018 serta Perubahan Perbup Subang lainnya tentang Tata Cara Pilkades serentak dan dipandang persyaratan cakadesnya cacat hukum. Hal ini mengundang sejumlah kalangan aktivis berasumsi bila di kemudian hari harus menjadi temuan hukum.
Untuk menguji dan membedah kasus itu akhirnya Ketua Umum LSM Jarrak, Wawan Setiawan, bersama Ketum LSM Bayonet, Hartawan Dwi Yulianto melaporkan dan meminta kepada pihak Polres Subang untuk segera menindak dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Muadin Cakades terpilih Desa Sumbersari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang.
“Kami melaporkan berdasarkan informasi, hasil investigasi dan keterangan dari berbagai pihak elemen masyarakat serta menyikapi aspirasi warga masyarakat Desa Sumbersari yang menghendaki penundaaan pelantikan cakades terpilih atas nama Muadin,” ujar Wawan dan Hartawan seusai melapor di Mapolres Subang. Selasa (11/1/2022).
Mereka lantas merinci dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Muadin, sedikitnya ada tiga hal yang subtansial sebagai berikut:
Pertama, kepemilikan ijazah program kelompok belajar (kejar) Paket B Muadin diduga asli tapi palsu (aspal). Ijazah pendidikan kesetaraan program Paket B setara SMP an Muadin terbit pada tanggal 23 Juni 2021.
Berasarkan telaahan, peneltian dan hasil konsultasinya dengan pihak institusi terkait didapat temuan bahwa ijazah program kelompok belajar (kejar) Paket B setara SMP yang dimiliki Muadin tidak memenuhi syarat karena diduga ketika mengikuti proses pembelajarannya tidak memenuhi aspek beban belajar dan kegiatan pembelajaran yakni waktunya kurang dari tiga tahun.
Sebagaimana dijelaskan Permendiknas RI Nomor 3 Tahun 2008, Bagian-II. PERENCANAAN PROSES PEMBELAJARAN Point D.2.e. Program Paket B Tingkatan 3/Terampil 1 (Setara Kelas VII-VIII) mempunyai beban 68 SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 17 SKK per semester. Point D.2.f. Program Paket B Tingkat 4/Terampil 2 (Setara Kelas IX) mempunyai beban 34 SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 17 SKK per semester.
Jika ditelaah data perubahan dari nama Bambang Panuroto berganti menjadi Muadin berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Subang No.166/Pdt.P/2020/PN.Sbg tertanggal 21 April 2020. Kemudian merujuk ijazah Paket B an Muadin diterbitkan pada tanggal 23 Juni 2021, artinya dapat disimpulkan Muadin ketika menempuh proses pembelajaran Paket B hanya membutuhkan waktu + 1,2 tahun. Sedangkan diketahui Muadin setelah tamat SD tidak pernah melanjutkan ke jenjang SLTP.
“Dengan demikian diduga kepemilikan ijazah Muadin cacat hukum alias aspal, karena pelaksanaan proses pembelajarannya tidak memenuhi apa yang dipersyaratkan dalam Permendiknas Nomor 3 Tahun 2008,” ungkapnya.
Kedua, kata Wawan, Kartu Tanda Penduduk (KTP) an Muadin, NIK 3213071511770001, diterbitkan tanggal 28-5-2020 diduga asli tapi palsu (aspal), karena proses pembuatannya tidak menempuh syarat-syarat yang diperlukan seperti melampirkan foto copy KK (yang mencantumkan NIK pemohon).
Hal itu diketahui dari terbitan tanggal pembuatan KTP lebih dulu dibandingkan dengan tanggal pembuatan KK (FC terlampir) yang dibuat belakangan, yakni tanggal 16-7-2021. Selain itu NIK 3213071511770001 tidak menunjukan tanggal lahir Muadin (9-2-1977), tetapi diduga NIK 321307(151177)0001 adalah milik nama Bambang Panuroto, karena sesuai dengan tanggal lahir Bambang Panuroto (15-11-77).
Perbuatan Muadin tersebut dianggap mengangkangi Permendagri Nomor 9 Tahun 2011 sebagaimana dirubah Permendagri Nomor 8 Tahun 2016, tentang Penerbitan KTP NIK Nasional dan Perda Kabupaten Subang Nomor 4 Tahun 2008, tentang Administrasi Kependudukan.
Selanjutnya, yang ketiga proses perubahan nama dari asal Muadin berganti menjadi Bambang Panuroto diduga tidak ditempuh proses yang legal (melalui penetapan pengadilan). Fakta bahwa Muadin pernah berganti nama dari Muadin berganti ke Bambang Panuroto, namun tidak diketahui tahunnya. Yang jelas dalam buku Data Induk Penduduk Desa Sumbersari tahun 2016, masih tercatat nama Bambang Panuroto dengan NIK 3213071511770001. Nama orang tua Rafei (ayah) dan Erat (ibu). Selain tercatat di buku Data Induk Penduduk nama Bambang Panuroto juga masih tercatat dalam Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) tahun 2018 dengan NOP 002.0287-0.
Menurut keterangan, perubahan nama asal Muadin menjadi Bambang Panuroto sebagaimana Kutipan Akta Kelahiran dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Subang Nomor : 3213-LT-08102015-0093, diterbitkan tanggal 8 Oktober 2015 ditandatangani Plh. Kepala Disdukcapil Kabupaten Subang Drs. H. Cecep Supriatin, M.Si.
Data tersebut konon keperluannya untuk memenuhi persyaratan menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, seperti pembuatan pasport dan keterangan surat penting lainnya. Namun proses perubahan nama tersebut persyaratan yuridis formalnya diduga tidak ditempuh (melalui penetapan pengadilan).
Dugaan merekayasa data itu terlihat dari perbedaan tanggal lahir yang tercantum pada STTB Sekolah Dasar (SD) an Muadin No. Seri 02 OA aa 0425978, diterbitkan tanggal 15 Juni 1989 ditandatangani Kepseknya Gumelar Suharto, tercatat tanggal lahirnya 9 Pebruari 1977, sedangkan tercatat dalam Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 3213-LT-08102015-0093 tertulis nama : Bambang Panuroto, tanggal lahir Subang tanggal l5 Nopember 1977.
“Atas perihal tersebut di atas, sekali lagi ditegaskan, kami minta pihak Polres Subang untuk segera mengusut secara tuntas, karena diduga Muadin melanggar KUHP Pasal 263 tentang Pemalsuan Surat/penggunaan dokumen palsu dan KUHP Pasal 266, tentang menyuruh menggunakan dokumen palsu,” pungkasnya. (Abh)