Subang, Demokratis
Dalam upaya mengamankan produksi pertanian keterkaitan dengan ketersediaan dan ketahanan pangan, Camat Binong Drs Aep Saepudin Subandi didampingi Sekmat H Endang Herdiana MSi, Kasi Trantib Drs Wahab memimpin langsung gerakan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)/hama tikus, yang berlangsung di areal pesawahan sebelah barat Desa Mulyasari, Selasa (14/7/2020).
Kegiatan itu didukung penuh oleh Kepala Desa Mulyasari Abd Basit SAg beserta jajarannya, Babinkamtibmas, Babinsa AD, PPL, POPT, Kacadin Pertanian dan kelompok tani setempat.
“Pengendalian OPT yang melibatkan ratusan petani dari desa setempat persisnya dilakukan secara gropyokan dan menghasilkan buruanya sekitar 500 ekor,” ujar Sekmat Endang.
Camat Binong Drs Aep Saepudin di sela kegiatan ketika ditemui awak media memaparkan, kegiatan gropyokan hama tikus ini penting dilakukan, pasalnya bila tidak dibasmi sejak awal serangannya bisa terjadi secara eksplosif dan hal ini bisa berdampak menurunnya hasil produksi dan petani sendiri yang merugi.
Camat Binong menambahkan, kegiatan gropyokan atau gotong royong membasmi hama tikus di kalangan petani kini sepertinya semakin menurun, maka itu pihaknya terus mendorong kegiatan ini.
“Diharapkan bisa menjadi pemicu bagi para petani dan aparat pemerintah desa untuk tidak bosan-bosanya mengajak dan menggerakkan para petani, agar hasil produksi pertaniannya terus meningkat,” pungkasnya.
Sementara itu, Petugas OPT (dulu sebutannya Pengamat Hama Pertanian/PHP) Komarudin, menjelaskan gerakan pengendalian hama tikus bisa dilakukan dengan rumusan 4 B (Bongkar, Buru, Bunuh, Betulkan).
Menurutnya, populasi tikus dalam satu musim bisa beranak pinak sebanyak 956 ekor/musim. “Bila dalam kondisi tidak dikendalikan dan dibasmi, serangannya bisa eksplosif (terjadi serangan saat tanaman berbunga-red) dan berpengaruh terhadap produksi bisa kehilangan 70-80 persen,” jelas yang biasa disapa Komeng ini.
Ditambahkan, bila hama tikus menyerang ketika tanaman baru berumur kurang dari sebulan hanya akan kehilangan produksi kisaran 20 persen saja.
“Kegiatan gropyokan hama tikus harus terus dilakukan secara kontinyu, terutama menjalang musim tanam. Kini musuh alami (predator) tikus sudah sangat jarang, sehingga ekosistemnya menjadi kurang berimbang,” pungkasnya. (Abdulah)