Jakarta, Demokratis
Pemerintah melalui Menteri Agraria dan Tata Ruang-Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) Sofyan Djalil mengeluarkan aturan baru terkait bukti kepemilikan tanah yang nantinya, bukti kepemilikan tidak lagi berbentuk sertifikat hak milik (SHM) tanah yang berbahan kertas, melainkan sertifikat tanah elektronik yang datanya masuk dalam sistem pertanahan.
Hal ini telah tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) (ATR-BPN) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Beleid diteken dan berlaku mulai 12 Januari 2021.
Adapun isi dari pasal tersebut, yaitu: (1) Penggantian sertifikat menjadi sertifikat-el termasuk penggantian buku tanah, surat ukur dan/atau gambar denah satuan rumah susun menjadi dokumen elektronik. (2) Penggantian sertifikat-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat pada buku tanah, surat ukur dan/atau gambar denah satuan rumah susun.
Kemudian, (3) Kepala kantor pertanahan menarik sertifikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada kantor pertanahan. (4) Seluruh warkah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan alih media (scan) dan disimpan pada pangkalan data.
Hal ini sekaligus juga mewujudkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik, yang mana pada program ini, seluruh pendaftaran kepemilikan tanah baru dan yang sudah dimiliki akan dilakukan secara elektronik untuk selanjutnya masuk ke dalam sistem pertanahan elektronik.
Dengan aturan ini, maka tanah yang baru akan didaftarkan hingga tanah yang sudah dimiliki oleh seseorang atau lembaga perlu diganti bukti kepemilikannya dari buku tanah menjadi sertifikat tanah elektronik.
Lantas bagaimana cara mendaftarkan dan mengganti buku tanah menjadi sertifikat tanah elektronik?
Kepala Pusdatin dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kementerian ATR/BPN Virgo Eresta mengatakan, nantinya sertifikat asli atau yang lama ditarik dan diganti dengan yang elektronik.
“Misalnya saya mau ubah, datang ke kantor kasih sertifikat lamanya, BPN akan memberikan sertifikat elektronik. Jadi definisi menarik di pasal itu, saat orangnya datang ke BPN maka ditarik lah, maksudnya itu diserahkan kemudian kita ganti,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (2/2/2021).
Virgo melanjutkan, sertifikat tanah nantinya akan disimpan dalam database secara elektronik menuju ke alamat penyimpanan masing-masing. Masyarakat tetap memiliki sertifikat tanah, meski tak berbentuk fisik.
Namun, kata dia, jika masyarakat ingin mencetaknya pun tidak masalah.
“Jadi ini nanti akan dikirim ke alamat elektronik masyarakatnya, kalau mau di-print dan dipigura ya silakan saja, cuma yang penting datanya ini sudah ada di databasenya,” jelasnya.
Virgo Eresta Jaya mengungkapkan pengukuran ulang tidak perlu dilakukan apabila tanah dan sertifikatnya sudah valid secara tekstual maupun pemetaannya.
“Dilihat tekstualnya sudah benar, pemetaan juga ready. Kalau dua duanya oke, ya ngga mesti ukur ulang,” imbuhnya.
Di sisi lain, kata Virgo, pengukuran ulang bisa saja dilakukan apabila sertifikat dan tanahnya tidak valid. Misalnya, saat dicek di peta yang ada di BPN ternyata sertifikat tidak terdaftar, ataupun sertifikatnya terduplikasi, maka harus diukur ulang.
“Mungkin akan diukur kembali kemudian dipetakan. Atau ada duplikasi itu akan dicek juga. Kalau belum electronical ready, ya, akan diukur ulang,” tuturnya.
Direktur Pengaturan Pendaftaran dan Ruang Dwi Purnama menambahkan, pengubahan sertifikat lama sebetulnya sangat sederhana. Bentuknya hampir mirip seperti mengganti blanko sertifikat lama dengan keluaran terbaru.
“Ini hampir sama seperti saat sertifikat blanko lama diganti dengan blanko baru. Kalau dulu bentuknya blangko sekarang diganti jadinya elektronik,'” pungkasnya. (Red/Demokratis)