Jakarta, Demokratis
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan sejumlah tempat, terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara. Tempat yang menjadi objek penggeledahan, salah satunya kantor Bupati Penajam Paser Utara.
“Hari ini (17/1/2022) Tim Penyidik memulai upaya paksa penggeledahan di beberapa lokasi yang ada di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur di antaranya Kantor Bupati,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Alu Fikri dalam keterangannya, Senin (17/1/2022).
Saat ini, tim penyidik masih bekerja mencari dan mengumpulkan berbagai bukti untuk mendukung proses penyidikan. KPK memastikan akan memberikan informasi lanjutan terkait hasil penggeledahan tersebut.
“Perkembangan kegiatan ini nantinya akan kami informasikan kembali,” tegas Ali.
Dalam perkaranya, KPK telah menetapkan Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tahun 2021-2022. Lembaga antirasuah juga turut menjerat empat pihak lainnya di antaranya Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis; Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara, Mulyadi; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara, Edi Hasmoro; Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara, Jusman; pihak swasta Achmad Zuhdi.
Penetapan tersangka ini dilakukan usai KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (12/1/2022). KPK mengamankan barang bukti uang senilai 1,447 miliar.
Uang suap tersebut diduga terkait proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara senilai Rp112 miliar. Pengadaan proyek tersebut untuk pembangunan proyek multiyears peningkatan jalan Sotek – Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Tersangka Achmad Zuhdi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu Abdul Gafur, Mulyadi, Edi Hasmoro, Jusman dan Nur Afifah Balqis selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Dasuki)