Oleh Serosa Putra
Hubungan antara Cina dan Vietnam telah tegang selama beberapa tahun ini mengingat tuntutan mereka yang bersaing untuk memperoleh Lautan Cina Selatan, dimana Vietnam menuduh Cina merocokin (bullying Vietnam) dengan sikap dan ketegasan terhadap pertikaian maritim yang telah terjadi begitu lama antara bangsa-bangsa di Asia Tenggara.
Selama seminggu kebuntuan terjadi antara kapal pejaga pantai Cina dan Vietnam di bulan Juli 2019 karena terumbu karang di laut Cina Selatan, dan ini dapat menjadi penyulut dari konfrontasi yang lebih besar antara kedua negara. Sikap penindasan Cina tersebut merupakan bukti bahwa hal tersebut menimbulkan masalah bagi negara kecil kapanpun di kawasan tersebut. Dua warga Cina dan empat warga Vietnam telah dipersenjatai secara lengkap di daerah pinggir pantai Vanguard Bank di Kepulauan Spratly. Hal ini bertentangan dengan perjanjian yang dibuat pada bulan Mei 2019 oleh Menteri Pertahanan Cina dan Vietnam untuk menyelesaikan pertikaian maritim melalui negosiasi.
Perdamaian pada kawasan tersebut terganggu dengan adanya kapal Cina Haiyan Dizhi 8 (geologi kelautan 8) yang berlayar memasuki perairan dekat dengan terumbu yang diawasi oleh Vietnam di sekitar Vanguard Bank, untuk melakukan survei seismik. Vanguard Bank merupakan terumbu paling barat di pulau Spratly dan posisinya berada dalam 200 nautical miles kawasan ekonomi eksklusif Vietnam. Kawasan ekonomi eksklusif tersebut ditarik berdasarkan konvensi PBB tahun 1982 berdasarkan Undang-undang Kelautan (UNCLOS), untuk kedua pihak Cina dan Vietnam.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina menyatakan bahwa Cina berkomitmen untuk menghadapi perbedaan dalam negosiasi terhadap negara-negara terkait. Presiden Xi Jinping selama kunjungan ke Ketua Majelis Nasional Vietnam Nguyen Thi Kim Ngan, menyatakan bahwa kedua negara seharusnya menyelamatkan perdamaian dan stabilitas kelautan dengan upaya nyata. Kepala Kongres Rakyat Nasional Li Zhanshu menyampaikan kepada Nguyen bahwa kedua belah pihak seharusnya bekerja sama sesuai kode etik di Laut Cina Selatan. Bulan Mei, Menteri Pertahanan Nasional Cina, Jenderal Wei Fenghe mengunjungi Hanoi, menjanjikan kepada rekanannya bahwa kedua negara akan mempertahankan stabilitas di Laut Cina Selatan.
Terlepas dari hal tersebut, Cina secara sepihak menunjukkan kekuasaannya untuk mengintimidasi dan mengusik kedaulatan negara tetangga. Semua bentuk narasi dari hasil koordinasi dan kerja sama dengan negara tetangga dikesampingkan. Hal ini menunjukkan sikap dan karakter sesungguhnya dari negara Cina, dimana negara kawasan tersebut khususnya negara ASEAN tetap tidak dapat memahami. Dalam arti sebenarnya, semua memahami apa yang sedang terjadi. Namun karena ini tidak mempengaruhi mereka, negara-negara tersebut hanya diam menonton yang sedang terjadi. Mereka lupa bahwa suatu saat situasi akan berbalik kepada mereka juga dan pada suatu waktu tidak ada pihak yang akan mendukung mereka. Cina akan mengeksploitasi kondisi tersebut mengetahui bahwa Cina tidak akan menghadapi perlawanan kolektif dari negara pada kawasan tersebut.
Kedua negara sesekali mengupayakan untuk meningkatkan hubungan antara satu sama lainnya. Namun Cina berkecenderungan berkuasa dan melemahkan lingkungan yang sudah ada. Vietnam akan menyadari bahwa negaranya berada pada posisi yang sulit tanpa dukungan dari negara tetangga manapun. Vietnam menegaskan bahwa hal tersebut akan berulang mencapai negara Cina untuk memprotes pelangggaran ini.
Kebuntuan terkini datang ketika Cina didukung oleh peran penjaga pantainya yang telah berada di bawah kontrol militer sejak bulan Juli tahun lalu dan sedang mempersiapkan untuk melakukan konfrontasi terhadap pertikaian di perairan tersebut.
Pada saat China mulai mengadvokasi teori Nine Dash Line di Laut China Selatan, situasi ini menyebabkan ketidakpastian dan kehati-hatian. Cina selalu memberikan impresi bahwa situasi di Laut Cina Selatan dalam keadaan damai dan stabil padahal bahwa Cina tidak dapat membohongi dunia apalagi hampir semua negara di dunia memperhatikan dengan cermat situasi di Laut Cina Selatan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam menyatakan bahwa kegiatan tersebut secara serius mengancam hak legitimasi negara-negara pesisir, mengikis kepercayaan, dan memperparah ketegangan sehingga mengancam perdamaian dan kestabilan di kawasan tersebut.
Vietnam sekali lagi memohon kepada komunitas internasional untuk menanggapi situasi ini agar dapat mempertahankan perdamaian regional dan stabilitas. Sedangkan, Cina telah dilaporkan memulai latihan penyegaran militer di dekat Kepulauan Hoang Sa (Paracel).
Cina telah menjadi lebih agresif di kawasan ini di beberapa tahun belakangan. Sebulan sebelum kebuntuan terjadi dengan Vietnam, kapal Cina telah menenggelamkan kapal nelayan Filipina di Bali Cho rong (Recto Bank). Sebelumnya di bulan Mei 2019, kapal penjaga pantai Cina, Haijing 35111, dilaporkan menghalangi operasi alat pengebor minyak milik Malaysia di dekat Luconia Shoals sekitaran pesisir Sarawak. Sebagai alasan, Cina menyatakan bahwa pada saat itu Cina sedang menyelenggarakan Sinan Cup Regatta di Pulau Doi Mong, bagian dari kepulauan Hoang Sa.
Hal ini nampaknya menyulitkan Vietnam untuk mendapatkan dukungan yang kuat dari negara tetangga dalam dan di luar kawasan. Selain itu, ini juga menyulitkan Vietnam untuk bisa menolak Cina secara sendirian. Beijing nampaknya telah memperhitungkan secara cermat bahwa Cina tidak perlu takut karena tidak akan ada oposisi gabungan terhadap Cina. Hal ini sangat aneh bahwa tidak ada satupun negara regional yang datang membantu Vietnam. Solusi militer tentu tidak diharapkan tetapi negara pada kawasan ASEAN tentunya bisa memperlihatkan kekhawatiran mereka dan melawan terhadap sikap Cina yang bertindak secara sepihak.
Di masa periode belakangan ini, sebuah kapal nelayan milik Vietnam telah melakukan operasi di area 112 nautical miles di pesisir pusat Provinsi Khanh Hoa bulan September 2019, ketika kapal nelayan ini dikejar oleh kapal Cina. Insiden ini merupakan pelanggaran dari kedaulatan dan yurisdiksi negara terhadap kawasan ekonomi eksklusifnya.
Tuntutan balik Cina menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan suatu kelancangan, tafsiran dan argumen yang sangat bodoh. Mereka menyatakan bahwa kapal Cina sedang menyelamatkan hak mereka berdasarkan hukum internasional yang terkait. Seluruh dunia mengetahui seberapa besar Cina mengikuti aturan tersebut. Cina mengatakan bahwa ini semua merupakan bagian rencana Vietnam untuk menggunakan kapal nelayan untuk menuntut kedaulatan dan yurisdiksi Vietnam.
Zhang Mangliang, seorang ahli Asia Tenggara dari Universitas Jinan, menyatakan bahwa Hanoi memperlihatkan telah mengambil pendekatan yang lebih proaktif dengan menyebarluaskan informasi mengenai pertikaian kelautan sebagai penawaran untuk menuntut landasan moral yang lebih tinggi. Di lain pihak, dia juga menyetujui bahwa Cina tidak dapat menerapkan strategi yang efektif untuk mengatasi gap kepercayaan yang semakin melebar antara Beijing dan negara tetangga di Asia Tenggara.
Alasannya sangat sederhana bahwa Cina tidak dapat ada bersama secara damai dengan negara tetangganya. Cina memiliki sejarah yang panjang untuk mengintimidasi negara tetangga yang lebih kecil.
Jakarta, 13 Oktober 2019