Subang, Demokratis
Setelah sebelumnya menunggu cukup lama sejak dilayangkan pengaduan pada Januari 2023, warga Desa Gambarsari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, kini mulai menaruh harapan terhadap Irda Kabupaten Subang, yang segera mengaudit dugaan penyimpangan keuangan di desanya, sehingga diharapkan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dapat berjalan tertib dan akuntabel.
Kehadiran Irbansus Irda Subang ke Pemdes Gambarsari pekan lalu, terkonfirmasi oleh Ketua BPD Gambarsari Agus Gustia Yugana, S.Ip saat dihubungi awak media di kediamnnya. Pihaknya menyampaikan dan berharap audit yang dilakukan Irbansus Irda Subang kali ini seyogyanya sebelum memeriksa dugaan penyimpangan keuangan desa, diperiksa dahulu ihwal dugaan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) terkait penyelenggaraan pemerintahan desa yang tidak sesuai APBDes.
Dirinya mencontohkan ketika Dana Desa (DD) TA 2022 senilai Rp130 juta yang dialokasikan untuk ketahanan pangan sesuai arahan Kemendes yakni untuk pembangunan jalan rigid di Kampung Mekarsari RT 05 dan 06, dimana prosesnya sudah melalui rapat paripurna BPD pada 11 Agustus 2022, No. 06/BPD/VIII/2022. Ini dananya malah dialihkan secara sepihak oleh Kades Gambarsari untuk permodalan BUMDes Pesona Karya Mandiri. Hal ini dianggap melanggar Perdes APBDes TA 2022.
Contoh kasus kesewenang-wenagan Kades Gambarsari lainnya, imbuh Agus Perubahan kepengurusan BUMDes Pesona Karya Mandiri yang diketuai Drs Yayat Hidayat dinilainya ilegal, pasalnya tidak/belum ada Perdes yang disahkan melalui rapat paripurna BPD.
Menurut Agus, kepengurusan BUMDes Pesona Karya Mandiri hasil perubahan dengan SK Kades Gambarsari No.147.2/Kep.01-Desa/2022, Periode 2022-2027 bernama “Pesona Karya Mandiri” dinilai ilegal dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Hal itu, lanjut Agus seturut dengan regulasi yang berlaku, pada prinsipnya Pemerintah Desa (baca: Kades bersama perangkat desa) dalam menjalankan roda pemerintahan rujukannya yang sudah disepakati dan diputuskan bersama BPD, seperti kebijakan yang telah berbentuk Peraturan Desa (Perdes) dan peraturan turunannya (Peraturan Kepala Desa/Perkades, Keputusan Kades). Jika dalam pelaksanaannya di luar ketentuan itu namanya melampaui kewenangan (abuse of power) dan hal ini dianggap pelanggaran dan kepala desa terancam kena sanksi.
Lebih jauh Agus membeberkan, mengapa pihaknya saat membahas penggunaan DD itu tidak menyetujui bila untuk menambah permodalan BUMDes, alasannya yang menjadi pertimbangan bila penyertaan modal baik di TA 2017 seniali Rp65 juta dan TA 2018 sebesar Rp50 juta dinilai gagal dalam mengelola usahanya, belum lagi pengelolaan modal TA 2018 menjadi temuan Irda senilai Rp33 juta yang diduga diselewengkan oknum pengurus di masa kepemimpinan Edwin Cs, imbasnya tidak menghasilkan PAD Pemdes Gambarsari dan SHU yang memadai dimana hingga kini penyelesaiannya terkatung-katung tidak jelas juntrungannya.
Terkait pengelolaan keuangan BUMDes “Pesona Karya Mandiri” TA 2022 senilai Rp130 jutaan, pihaknya menengarai tidak tepat sasaran, banyak pos-pos fiktif yang diduga dijadikan ajang bancakan. “Sementara SPj pun diduga keras direkayasa sedemikian rupa, terpenting anggaran 130 jutaan habis terserap,” tandasnya.
Dikatakannya, ketika penentuan jenis-jenis usaha yang akan dikelola tidak melalui proses rapat anggota, begitu pula setiap tri wulan dan akhir tahun anggaran tidak menyampaikan laporan dihadapan Musdus, hal itu dianggap melanggar AD dan ART. “Terkesan Ketua BUMDes dalam mengelola usahanya one man one show tidak melibatkan pengurus lainnya,” tandasnya.
Pihaknya berharap Irda ketika mengaudit dugaan penyimpangan Dana Desa Pemdes Gambarsari tidak bersifat serimonial semata tetapi harus transparan, dibuka semua jangan ada yang ditutupi. Ironisnya bisa dijadikan sebagai pintu pembuka untuk menelisik carut marut keuangan desa di Pemdes Gambarsari, yang berpotensi merugikan keuangan negara/desa.
“Jika memang ditemukan fakta yang valid, saya berharap Irda berani membawanya ke ranah hukum, tidak mentok di tengah jalan,” pungkasnya.
Bedasarkan data dan hasil investigasi menyebutkan, APBDes TA 2022 mencapai Rp.1.822.700.750,- bersumber PAD Rp.27.000.000,-, Dana Desa (DD) sebesar Rp.945.115.000, Bagi Hasil Pajak (BHP) sebesar Rp.85.605.350, ADD sebesar Rp.503.880.400,-, Banprov sebesar Rp.130.000.000,- Bankeu Kabupaten Subang sebesar Rp.156.100.000,-
Menurut sumber dari pendapatan APBD bersumber DD sebesar Rp.945.115.000,- 8% atau senilai Rp.75.610.000,- diplotting membiayai penanggulangan Covid-19, sementara di tahun 2022 sudah tidak zona merah lagi. Ini artinya ditengarai dananya diselewengkan. Begitu pula peruntukan ketahanan pangan diplotting 20% atau Rp.189.023.000,- dimana sebesar Rp.130.000.000,- diperuntukan pembangunan Jaling Rigid di Kampung Mekarsari (RT 05 dan RT 06) kemudian dialihkan untuk permodalan BUMDes Pesona Karya Mandiri yang kini dipersoalkan.
Selanjutnya dana-dana yang diduga menguap tidak jelas juntrungannya, yakni program Sapa Warga (sumber dana Banvrop) untuk belanja pulsa masing-masing RW diploting Rp.50.000,-/bulan. Begitu pula program Stimulan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat tingkat RT (sumber dana BKK-BKUD), masing-masing memperoleh Rp.10.000,-/RT/tahun yang berlangsung sejak tahun 2019-2023.
Kepala Desa Gambarsari Wasnata, saat dikonfirmasi terkait realisasi APBDes TA 2022 yang disinyalir sarat Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). “Kita sudah merealisasikan seluruhnya sesuai aturan,” ujarnya.
“Jika ada tudingan penyalahgunaan anggaran itu tidak benar, memang di Desa Gambarsari sebelumnya kedapatan Perangkat Desa yang dulunya aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat, kemungkinannya beliau yang membuat kegaduhan di tubuh Pemdes Gambarsari,” kata Kades Wasnata berdalih seperti dilansir mediapenasakti.com. (Abh)